Bagikan:

JAKARTA - Baru-baru ini terungkap bahwa Gubernur DKI Jakarta  menaikkan batas penghasilan (gaji) tertinggi pemilik rumah DP Rp0, yang sebelumnya Rp7 juta menjadi Rp14,8 juta.

Ternyata, keputusan ini sudah disahkan pada 10 Juni 2020, lewat Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 558 Tahun 2020 tentang Batas Penghasilan Tertinggi Penerima Manfaat Fasilitas Pembiayaan Perolehan Rumah Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. 

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyebutkan alasan kenaikan itu. Kata dia, nilai ini disesuaikan pada lampiran II dari Peraturan Menteri PUPR Nomor 10/PRT/M/2019 tentang Kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah dan Persyaratan Kemudahan Perolehan Rumah Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. 

"Kenaikan itu mengikuti kebijakan daripada peraturan pemerintah pusat. Ada peraturan Menteri PUPR. Jadi, kami menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah pusat," kata Riza di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Rabu, 17 Maret.

Namun, dalam peraturan Menteri PUPR tersebut, diatur bahwa batas penghasilan rumah tangga masyarakat berpenghasilan rendah maksimal sebesar Rp12,3 juta. Angka ini lebih rendah dari yang berlaku di DKI.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman DKI, Sarjoko menyebut besaran yang ditetapkan mereka melewati batas peraturan menteri karena ada perhitungan tertentu. Sebab, harga tanah Jakarta berbeda dengan daerah lainnya.

"Perhitungan tersebut disesuaikan dengan inflasi dan disparitas harga terutama atas kemahalan harga tanah di Jakarta dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia," ungkap Sarjoko.

Dianggap cuma dalih

Anggota Komisi B DPRD DKI Gilbert Simanjuntak menduga alasan kenaikan syarat penghasilan warga dengan maksimal Rp14,8 juta memiliki maksud lain. Kata dia, hal ini untuk menaikkan jumlah unit rumah yang bisa terjual.

Sebab, berdasarkan data per tanggal 5 maret, rumah DP Rp0 di Pondok Kelapa baru terjual 599 unit dari 780 unit rumah yang disediakan. Padahal, telah ada 37.405 pendaftar yang berminat tinggal di sana. 

Sayangnya, banyak dari mereka yang tidak lolos verifikasi dari perbankan. Salah satu faktornya karena mereka memiliki cicilan lain dan dimungkinkan tidak menyanggupi pembayaran kredit tiap bulan.

"Ini strategi biar rumahnya kelihatan laku. Padahal, ini strategi yang salah. Masyarakat yang berpenghasilan Rp14,8 itu masuk kategori menengah," ujar Gilbert.

Menurut Gilbert, dengan warga yang berpenghasilan sampai Rp14,8 juta, membuat pihak perbankan yang bekerja sama dengan Pemprov DKI dalam memfasilitasi kredit rumah DP Rp0 ini lebih mudah meloloskan penjualan unitnya.

"Kalau kita lihat, kenaikan Rp14,8 juta itu karena mereka ingin bank biayain cicilan warga yang membeli. Selama ini bank tidak mau biayain karena kalau penghasilan cuma Rp7 juta, bank juga ragu, takutnya kreditnya macet," pungkasnya.