Jejak Hugo Chavez di Venezuela: Pemimpin Karismatik yang Sulit Dikudeta

JAKARTA - Hugo Chavez bukan sosok sembarangan dalam peta politik dunia. Tindak-tanduk kepemimpinannya tak saja memukau rakyat Venezuela, tapi rakyat dunia. Ia mampu memanfaatkan sumber daya alam – terutama minyak—Venezuela untuk digunakan demi kemakmuran rakyat.

Chaves yang dikenal berideologi kiri pun mulai memosisikan dirinya sebagai penentang Amerika Serikat (AS). Sikap itu memdatangkan puja-puji. Namun, bukan berarti kepemimpinan Chaves mulus-mulus saja. Kekuasaannya sempat dikudeta.

Inspirasi pergerakan dapat muncul di mana saja. itulah yang terjadi dalam kehidupan seorang Hugo Chavez. Mulanya Chaves memilih masuk militer untuk mendukung hobinya bermain bisbol. Kebetulan Angkatan Darat Venezuela memiliki klub bisbol terbaik.

Alih-alih fokus dalam olahraga bisbol, Chavez justru aktif dalam misi bela negara. Pria kelahiran Sabaneta 28 Juli 1954 sering kali diterjunkan untuk membasmi pemberontak kiri yang mendukung Kuba. Masalah muncul. Pemberontakan itu kebanyakan berasal dari kaum tani.

Chavez pun mulai bertanya-tanya penyebab terjadinya pemberontakan. Ia mencoba menelusuri jalan pikiran kaum pemberontak. Ia mendapatkan fakta bahwa pemberontakan muncul dari ketidakpuasan rakyat atas kebijakan pemerintah.

Hugo Chavez kala mengunjungi India pada 2005. (Wikimedia Commons)

Kebetulan kebijakan pemerintah Venezuela jauh dari menyejahterakan rakyat. Mereka justru menyejahterakan kaum pemodal. Chavez pun bersimpati. Ia mulai banyak membaca buku-buku kiri. Chavez berkesempatan menularkan ilmunya saat berada di akademi militer pada 1981.

Orang-orang yang sepaham dengan Chaves bertumbuh. Namun, pemerintah lebih dulu mencium gelagat Chavez dan kawan-kawannya yang menyebut diri mereka sebagai Revolutionary Bolivarian Movement-200.

Chavez diasingkan dan tak diberikan kesempatan mengajar lagi. Perlawanan pun dilakukan Chavez dan pengikutnya. Mereka melakukan kudeta pada 1992. Kudeta itu memang gagal, tapi berhasil mengangkat popularitas Chavez.

Pemerintah Venezuela menghukum Chavez dua tahun penjara. Kebebasannya disambut dengan gegap gempita. Ia kemudian banting setir, dari dunia militer ke politik. Ia mendirikan partai politik, Partai Gerakan Republik Kelima (kini: Partai Sosialis Bersatu), namanya.

Ia ikut Pemilu 1998 dan menang. Ia pun jadi Presiden Venezuela. Kepemimpinan Chavez membawa angin segar. Ratusan perusahaan swasta nasional dan asing dinasionalisasinya – utamanya bidang perminyakan.

Keuntungan dari nasionalisasi digunakannya untuk kebijakan pro rakyat. Ia bahkan mendeklarasikan dirinya anti Amerika. Sikap itu membuatnya dikagumi oleh banyak tokoh dunia macam Fidel Castro, Evo Morales, Ahmadinejad, dan lain-lain.

“Setelah dilantik pada 2 Februari 1999, Chavez memerintahkan pembuatan konstitusi baru, sejalan dengan Revolusi Bolivar-revolusi menjadikan Venezuela menjadi negara sosialis. Revolusi itu diambil dari nama pahlawan kemerdekaan Venezuela dan Amerika Latin, Simon Bolivar”

“Dia membawa banyak perubahan. Bank Dunia mencatat angka kemiskinan di Venezuela turun dari 62 persen pada 2003 menjadi 29 persen pada 2009. Angka buta huruf juga turun dari tujuh persen menjadi lima persen pada 2001-2007. Pemerintahannya ditopang oleh harga minyak yang melonjak hingga 146 dolar AS per barel serta program sosial di bidang kesehatan dan pendidikan, bekerja sama dengan Kuba. Venezuela memasok minyak ke Kuba, sebagai gantinya Kuba mengirimkan ratusan dokter dan pelatih olahraga,” ungkap Sapto Yunus dalam tulisannya di majalah Tempo berjudul Mencari Penerus Revolusi Bolivar (2013).

Chavez Lolos dari Kudeta

Kebijakan Chavez memang benar membawa berkah bagi rakyat Venezuela. Namun, di sisi lainnya, tak sedikit pula yang tak puas dengan kebijakan kepemimpinan Chavez. Kalangan militer pro pengusaha pun merasakannya.

Kebijakan nasionalisasi minyak dianggap hanya sejahterakan orang-orang Chavez saja. Kondisi itu membuat membuat kesenjangan sosial kian terbuka lebar. Tabiat pemerintah Chavez pun coba dibaca. Chavez diyakini akan mengarahkan Venezuela kepada sistem satu partai.

Suatu sistem yang membuat politikus kelas menengah takkan mendapat tempat di Venezuela. Kudeta pun digelorakan kubu oposisi yang didukung AS. Kepala Staf Militer, Jenderal Efrain Vasquez Velasco dan Wakil Menteri Pertahanan, Jenderal Luis Alberto Camacho Kairuz ada di dalamnya.

Mereka mendatangi Istana Presiden dan mendesak Chavez mundur pada 11 April 2002. Chavez pun ditangkap dan ditahan di barak tentara di Caracas. Kekosongan kekuasaan itu lalu diisi oleh pemimpin sementara, Pedro Carmona.

Demosntrasi besar di Caracas pada 2004 yang meminta Hugo Chavez mundur dari kursi Presiden Venezuela. (Wikimedia Commons) 

Ketua asosiasi bisnis terbesar Venezuela itu diangkat dengan maksud menghapus seluruh pengaruh Chavez. Pedro justru mengambil keputusan gegabah. Ia mencoba membubarkan parlemen, membekukan Undang-Undang (UU), dan menonaktifkan Kabinet.

Kondisi itu membuat seisi Venezuela kaget. Pendukung Chavez berhampuran turun ke jalan. Mereka meminta pemerintah transisi mengembalikan Chavez ke puncak kekuasaan. Militer-militer yang pro Chavez ikut bermunculan, apalagi Chaves bukan orang baru di dunia militer.

Mereka bersiap melakukan pembelaan terhadap pemimpinnya. Kondisi itu berpotensi memunculkan perang saudara. Namun, tak sempat terjadi. Kudeta mengalami kegagalan. Chavez kembali ke pucuk kepemimpinan hanya dalam waktu 47 jam. Chavez pun dikembalikan oleh kalangan loyalis militer dan dukungan rakyat Venezuela yang besar.

Persemayaman jenazah Hugo Chavez sebelum dimakamkan di Caracas pada 8 Maret 2013. (Wikimedia Commons)

“Sementara itu, di jalan-jalan Caracas, ribuan demonstran yang mendukung Chavez – atau menentang cara dia digulingkan – mengambil alih televisi pemerintah untuk menuntut dia kembali. Polisi menembakkan meriam air dan gas air mata. Puluhan orang tewas dalam kekerasan tersebut.”

“Beberapa komandan militer tetap setia kepada Chavez, meskipun salah satu komandannya, di sebuah pangkalan udara di pusat kota Maracay, memberontak. Selama beberapa jam yang menegangkan tampaknya faksi-faksi dalam angkatan bersenjata yang terpecah akan bersiap berperang, namun hal ini tidak terjadi,” ungkap Alex Bellos dalam tulisannya di laman The Guardian berjudul Chavez Rises from Very Peculiar Coup (2002).

Hugo Chavez meninggal dunia akibat kanker paru-paru dalam usia 58 tahun di Caracas, Venezuela pada 5 Maret 2013. Dia memiliki empat anak dari dua pernikahan, yang semua berakhir dengan perceraian.