Bagikan:

JAKARTA - Tanri Abeng adalah nama besar dalam dunia bisnis Indonesia. Kariernya sebagai manajer profesional tak bisa diragukan. Ia mampu menaikkan laba penjualan bir di Nusantara. Kepopuleran itu kian meningkat kala Tanri jadi rebutan banyak perusahaan.

Tanri pun dijuluki sebagai Manajer Satu Miliar. Pemerintahan Orde Baru pun kepincut. Tanri lalu diangkat jadi Manteri BUMN pertama pada saat genting. Namun, bekerja sebagai profesional dan eksekutif pemerintah jadi dua hal berbeda. Tanri jatuh bangun memimpin Kementerian BUMN.

Karier Tanri Abeng dalam bidang manajerial tak perlu diragukan. Lulusan State University of New York pada 1968 itu jadi rebutan banyak pihak. Tanri pun memilih perusahaan perusahaan multinasional, Union Carbide Corp.

Tanri mampu bersaing meraih posisi manajer di perusahan yang berfokus bisnis kimia. Namun, tantangan yang dicari tak kunjung muncul. Tanri mencoba mencari peruntungan di bidang lainnya. Pucuk dicinta ulam tiba. Perusahaan bir asal Belanda, Heineken tertarik menggunakan jasa Tanri.

Heineken merasa mereka mati langkah dalam menjual bir di Nusantara lewat Perusaah Bir Indonesia – utamanya produk andalan Bir Bintang. Kondisi Indonesia yang mayoritas beragama Islam jadi masalah. Minum bir dianggap kegiatan terlarang. Tanri pun diminta untuk menanggulangi masalah semacam itu.

Saat Tanri Abeng menjabat Menteri BUMN 1994-1998, dia adalah menteri pertama di kementerian baru dalam Kabinet Reformasi Pembangunan pimpinan Presiden B.J Habibie. (Wikimedia Commons)

Posisi mentereng diberikan kepada Tanri. Ia menjabat sebagai Presiden Direktur, Perusahaan Bir Indonesia pada 1979. Tanri lalu mencoba melakukan gebrakan. Reformasi dilakukan. Tanri mengubah citra Perusahaan Bir Indonesia dengan mengganti nama, dari Perusahaan Bir Indonesia jadi PT. Multi Bintang Indonesia (MBI).

Tanri juga mulai mengakusisi perusahaan yang memproduksi minuman ringan. Tujuannya supaya masyarakat tak melulu menganggap MBI menjual bir belaka. Pun inovasi bir dalam kaleng coba diperkenalkan.

Tanri berencana membuat MBI melantai di bursa saham. Kondisi itu ditunjang dengan manajerial yang baik dari Tanri. Manajer distribusi pun diminta langsung membimbing langsung para distributor. Hasilnya gemilang. Bir bintang memimpin penjualan bir di seantero negeri dan laku keras.

Keuntungan perusahaan bertambah pesat dalam waktu tiga tahun saja. Keberhasilan itu membuat banyak perusahaan lainnya kepincut menggunakan jasa Tanri. Perusahaan Bakrie & Brothers, utamanya. Konon, Bakrie sampai menggelontorkan dana sebesar satu miliar dolar AS.

Uang itu dianggap mahar supaya Tanri mau berpindah dari markas bir ke Bakrie & Brothers. Hal itu membuat Tanri dijuluki sebagai Manusia Satu miliar. Tanri pun resmi meninggalkan MBI pada 1991.

“Seperti diketahui, sudah sejak dua tahun lalu, Tanri berkiprah di Bakrie & Brothers. Dengan merangkap dua jabatan penting, semakin berkibarlah tokoh yang pernah dijuluki manajer termahal di Indonesia ini. Peristiwa semacam itu bukan saja tak lazim, tapi sungguh-sungguh mengejutkan.”

“Apalagi Tanri dikabarkan menerima transfer fee satu miliar. Isu besar ini belakangan dibantah sendiri oleh yang bersangkutan. Dalam kesempatan itu juga, Tanri menyatakan tekadnya untuk menempuh karier baru di Grup Bakrie,” ungkap Budi Kusumah dan Bambang Sujatmoko dalam tulisannya di majalah Tempo berjudul Dari Bir ke Baja (1991).

Jadi Menteri BUMN

Karier Tanri sebagai dalam dunia bisnis profesional tiada gangguan yang berarti. Ia mampu sukses membawa perusahaan yang menggunakan jasanya. Namun, semuanya berubah kala Indonesia mulai diterpa isu krisis ekonomi pada 1997.

Mulanya krisis dianggap takkan mengganggu aktivitas ekonomi Indonesia. Petaka muncul. Anjloknya rupiah membuat banyak sektor jatuh ke level terendah. BUMN, salah satunya. BUMN banyak yang kritis, khususnya sektor perbankan.

Pemerintah mencoba bergerak cepat. Mereka mencoba mencari utang luar negeri. Kementerian BUMN pun dibuat. Soeharto secara langsung menghubungi Tanri untuk jadi menteri BUMN yang pertama pada Maret 1998.

Tanri pun mengganggap tugas itu sebagai pengabdian kepada bangsa dan negara. Pemerintahan Soeharto dan Orba percaya diri profil Tanri sebagai manajer profesional dapat membuat BUMN yang ada dapat bangkit dan berkembang pesat.

Keinginan itu muluk-muluk. Tanri menyadari bahwa posisinya sebagai seorang profesional di perusahaan dan pemerintahan sebagai dua hal yang berbeda. Tanri menganggap mengelola 158 BUMN yang sebelumnya oleh 17 Kementerian tak mudah.

Jenazah Alm Tanri Abeng saat disemayamkan di kediamannya di kawasan Senayan, Jakarta, 23 Juni 2024. (ANTARA)

Tanri mengakui masuk ke pemerintahan itu amat sulit dan menegangkan. Pahit getir jadi Menteri BUMN pun dirasakannya. Padahal, ia sudah memuat formulasi bagaimana BUMN Indonesia berkembang.

Ia pun turut meletakkan fondasi Kementerian BUMN. Sekalipun kepemimpinannya singkat, dari Maret 1998 hingga akhir kuasa Habibie pada 1999. Tanri pun berhasil mempertahankan BUMN besar milik Indonesia: Garuda Indonesia, PLN, hingga ragam bank plat merah yang dijadikan satu ke dalam Bank Mandiri.

“Selain diserahi tugas yang biasanya dilakukan oleh 17 menteri, kemudian diringkas jadi satu menteri. Saya juga harus melakukan proses privatisasi sekaligus cari untung di masa buntung, genting dan kritis di saat kas negara lagi negatif.”

“Ditambah lagi faktor psikologis karena kita berada dalam cengkraman IMF. Pengawasannya ketat karena posisi negara sedang bokek. Dengan kata lain, posisi tawar kita sangat lemah. Memimpin kementerian dengan tugas yang monumental, tanpa kantor, tanpa staf, saya harus mengurusnya dari nol,” ungkap Tanri Abeng dalam buku 50 Years Lessons (2018).