Bagikan:

JAKARTA - Lionel Messi adalah megabintang sepak bola dunia. Permainannya bersama klub raksasa, Barcelona tak dapat dianggap remeh. Ia mampu meraih segala macam penghargaan individu dan tim. Ia pun berkali-kali meraih predikat sebagai pemain terbaik dunia.

Masalah muncul. Messi justru tak pernah menyumbangkan gelar untuk timnas Argentina. Tiga kali Messi dan kawan-kawan membawa Argentina ke final Copa America, tiga kali pula Argentina gagal angkat trofi. Messi pun mengambil keputusan impulsif: pensiun dari timnas.

Jalan hidup seseorang tiada yang tahu. Lionel Messi pun mengamininya. Pria kelahiran Rosario, Argentina, 24 Juni 1987 itu, memang gemar bermain sepak bola. Kehebatannya memainkan si kulit bundar benar-benar teruji. Namun, postur tubuh kecil.

Kondisi itu diperburuk dengan Messi mengidap defisiensi hormon pertumbuhan. Kombinasi postur dan penyakit yang diidapnya bawa mimpi Messi jadi pemain bola profesional terganjal. Klub-klub bola di Argentina sempat menawarkan bantuan. Namun, tak benar-benar bisa menyelamatkan Messi.

Rakyat Argetina memberikan dukungan kepada Messi dan kawan-kawan. (Wikimedia Commons)

Kesempatan pun dari klub asal Catalan yang berlaga di liga Spanyol, Barcelona. Blaugrana menyanggupi pembiayaan perawatan hormon pertumbuhan Messi secara intens. Messi diperbolehkan bergabung dengan tim junior Barcelona pada Desember 2000.

Hasilnya gemilang. Kerasnya persaingan merebut posisi terbaik di tim senior mampu dilewati Messi. Performa Messi impresif. Gol-gol banyak tercipta dari kakinya. Ia mulai mendapatkan tawaran dari berbagai macam klub dunia macam Arsenal. Sekalipun Messi sendiri masih berlaga di Liga Junior Spanyol.

Messi pun mulai melakukan debut di tim senior Barcelona kala usianya menginjak 16 tahun pada 2003. Pucuk di cinta ulam tiba. Messi mampu menjelma jadi kekuatan Barcelona pada musim-musim berikutnya.

Performa gemilangnya muncul dalam musim 2008-2009. Messi menjelma jadi mesin gol Barcelona. Kehebatan Messi pun membawakan Barcelona kebanjiran gelar. Kala itu Messi dan kawan-kawan di bawah asuhan Pep Guardiola mampu jadi juara dan meraih treble winner:  Liga Spanyol, Liga Champions, dan Copa Del Rey (Piala Raja).

Kehebatan itu membawa Messi dinobatkan sebagai pemain terbaik di dunia pada 2009. Messi pun kemudian dijuluki sebagai Maradona baru. Bahkan, banyak yang menyanjung Messi dapat melampaui karier megabintang Argentina terdahulu, Maradona.

“Dia dijuluki Maradona baru. Namun, sejatinya dia lebih dari legenda Argentina itu. Soal bakat boleh diadu. Dia sudah membuat gol yang kurang lebih mirip dengan gol yang dibuat Maradona di Piala Dunia 1986. Gelar buat klub: dahsyat. Tahun ini dia mempersembahkan empat gelar bagi klubnya, Barcelona. Gelar pemain terbaik pun mendekapnya.”

“Soal kepribadian, Lionel Messi, 22 tahun, lebih baik ketimbang Maradona. Dia tampil tenang. Sedangkan Maradona, di usianya yang sama dengan Messi sekarang, saat tampil di Piala Dunia 1982, mudah tersulut emosi. Tangannya melayang dan kartu merah menjadi ganjarannya. Kehidupan Messi pun jauh dari gosip buruk,” tertulis dalam laporan majalah Tempo berjudul Lionel Messi: lebih Hebat dari Maradona (2010).

Keputusan Impulsif Messi

Tiada yang meragukan kehebatan Messi bersama Barcelona. Kebersamaan itu membawa Messi menjadi pemain terbaik di dunia. Masalah muncul. Prestasinya di timnas Argentina tak semujur performanya di Barcelona.

Boleh jadi Messi selalu dipercaya mampu membawa negaranya unggul. Namun, faktanya Messi tak pernah mempersembahkan gelar untuk timnas dan rakyat Argentina. Dewi Fortuna bak tak mau menghampiri Messi kala mengenakan jersey garis putih biru kebanggaan Argentina.

Kekalahan paling membekas bagi Messi adalah ketidakmampuannya membawa Argentina memenangkan Copa America. Messi mampu membawa timnya melaju hanya sampai final Copa America 2007. Aksi Messi dan kawan-kawan lalu dikandaskan oleh Brasil dengan skor telak 0:3.

Kondisi yang sama terjadi pada final Copa America 2015. Argentina pun berjumpa dengan Chile. Skor 0:0 bertahan hingga turun minum. Pertandingan dilanjutkan dengan adu penalti yang mengandaskan mimpi Argentina angkat trofi.

Kondisi mengenaskan juga terjadi dalam final Copa America 2016. Argentina lagi-lagi berjumpa Chile. Skor seperti final sebelumnya, 0:0 hingga dilanjutkan ke babak adu penalti. Messi pun yakin kali ini ia berhasil membawa Argentina menang. Namun, sepakan penalti Messi tak masuk.

Masyarakat nobar sebuah pertandingan timnas Argentina dengan bintangnya, Lionel Messi. (Wikimedia Commons)

Chile pun angkat trofi kembali. Kegagalan demi kegagalan itu membuat Messi jatuh dalam level terendah hidupnya. Messi pun dikritik habis-habisan oleh publik Argentina. Ia dianggap lebih loyal bermain di Spanyol bersama Barcelona ketimbang Tim Tango.

Messi menganggap kariernya bersama timnas Argentina tak pernah mujur. Messi pun mengeluarkan keputusan impulsif. Ia memilih untuk pensiun bermain bersama timnas Argentina pada 2016. Keputusan itu membuat kaget seisi Argentina, lalu dunia. Padahal keputusan itu hanya sementara saja.

“Di ruang ganti, saya pikir tim nasional sudah selesai untuk saya. Itulah yang saya rasakan saat ini. Sangat menyedihkan hal itu terjadi pada saya, karena saya melewatkan tendangan penalti yang sangat penting. Ini demi kebaikan semua orang. Tidaklah cukup hanya mencapai final dan tidak menang.”

“Sungguh luar biasa. Faktanya kami tidak bisa memenanginya. Hal ini terjadi lagi pada kami, dan melalui adu penalti. Ini final ketiga berturut-turut kami. Kami sudah mencobanya, dan itu bukan untuk kami,” ungkap Messi kala memutuskan pensiun dari Timnas Argentina sebagaimana dikutip Andrew Das dalam laman The New York Times berjudul Messi Says His Argentina Career Is Over (2016).