Bagikan:

JAKARTA - Menteri Luar Negeri Spanyol Jose Manuel Albares meminta Venezuela untuk merilis data pemungutan suara yang terinci dan dapat diverifikasi setelah dewan pemilihan nasional mengumumkan Presiden Nicolas Maduro memenangkan masa jabatan ketiga, yang bertentangan dengan beberapa hasil jajak pendapat.

Dilansir Reuters, Senin, 29 Juli, Albares mengikuti jejak Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Presiden Chili Gabriel Boric, dan para pemimpin Amerika Latin lainnya dalam menuntut transparansi dari otoritas Venezuela.

Blinken sebelumnya mendesak otoritas pemilu Venezuela untuk mempublikasikan tabulasi suara pada Pilpres Minggu, 28 Juli, untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.

“Amerika Serikat memuji rakyat Venezuela atas partisipasi mereka dalam pemilihan presiden pada 28 Juli meskipun ada tantangan besar dan kekhawatiran mendalam mengenai proses tersebut,” kata Blinken dalam pernyataan dilansir Reuters, Senin, 29 Juli.

“Sekarang setelah pemungutan suara selesai, sangat penting bahwa setiap suara dihitung secara adil dan transparan,” katanya.

Nicolás Maduro, pemimpin otoriter Venezuela, terpilih kembali sebagai presiden. Oposisi menyebut ada kecurangan Pilpres.

Kemenangan Maduro diumumkan oleh otoritas pemilu negara tersebut di tengah tuduhan penyimpangan pemilu yang disampaikan pihak oposisi.

Dengan 80 persen suara telah dihitung, Maduro yang sudah lama berkuasa ini, meraih lebih dari 51 persen suara.

Dia mengungguli kandidat dari Platform Kesatuan Demokratik (PUD) Edmundo González Urrutia, yang memperoleh lebih dari 44 persen suara, menurut pernyataan dari Dewan Pemilihan Nasional (CNE).

Dilansir CNN, Senin, 29 Juli,  Maduro akan menjabat untuk masa jabatan enam tahun ketiga berturut-turut – mewakili kelangsungan kekuasaan “Chavismo”, yang dimulai pada tahun 1999 di tangan mantan presiden Hugo Chavez.

Maduro telah berkuasa sejak kematian Chavez pada tahun 2013.