Rayuan Maut Sri Mulyani kepada DPR Demi Memuluskan Investasi Mobil Listrik di Indonesia
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan niatan pemerintah yang ingin melakukan perubahan (amandemen) atas perubahan tarif Pajak Penjualan atas Barang Murah (PPnBM) yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor.
Hal tersebut disampaikan Sri Mulyani saat menggelar Rapat Konsultasi dengan Komisi XI DPR-RI hari ini Senin, 15 Maret di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Untuk diketahui, PP 73/2019 telah diresmikan oleh pemerintah pada 2019 lalu. Meski demikian, beleid tersebut baru akan diundangkan pada Oktober 2021 mendatang atas permintaan DPR. Artinya, sebelum regulasi tersebut dirilis, pemerintah melalui Menteri Keuangan (Menkeu) merasa perlu untuk melakukan sejumlah pembaharuan sesuai dengan perkembangan yang terjadi saat ini.
Adapun, beberapa pasal yang menjadi sasaran amandemen dalam PP ini adalah Pasal 36 yang memuat aturan pengenaan pungutan pajak untuk kendaraan dengan tipe full Battery Electric Vehicles (BEV) dan Plug-In Hybrid Vehicle (PHEV).
BEV sendiri merupakan jenis kendaraan yang seluruh pasokan utamanya berasal dari listrik, seperti merek dagang terkenal Tesla. Sementara PHEV merupakan mobil listrik dengan baterai bersistem plug-in tetapi sebagian besar sumber bahan bakar dan tenaganya masih bersifat hybrid dan belum sepenuhnya elektrik.
Lebih lanjut, pada PP 73/2019 pasal 36 eksisting yang ada saat ini, pengenaan PPnBM BEV sebesar 0 persen dan PHEV sebesar 0 persen.
Dari aturan ini, pemerintah kemudian mendapat masukan dari investor kendaraan BEV yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan dengan produsen otomotif bertipe hybrid. Padahal, mereka menilai teknologi yang diusung telah jauh lebih tinggi dan kendaraan di masa depan memang mengarah ke sistem full battery electric vehicles dan bukan hybrid.
Baca juga:
- Bye Tesla! Honda Siap Kembangkan Mobil Listrik di Indonesia
- Bukan di Indonesia, Tesla Justru Beli Pasokan Nikel dari Kaledonia Baru
- Era Mobil Listrik Telah Tiba: Menilik Kesiapan Indonesia dan Menengok Produk Tesla
- Tenaga Penjual alias Sales Mobil Senyum-Senyum Melihat SPK Bertambah Terus Gara-Gara Pajak Gratis
“Mereka (investor BEV) mengatakan, loh kalau begitu kenapa tetap stick dengan hybrid, padahal kita kan menujunya yang baterai full. Sehingga mereka para investor mengharapkan adanya disparitas atau perbedaan, antara yang BEV dangan yang plug-in hybrid,” kata Sri Mulyani kepada Komisi XI DPR, Senin 15 Maret.
Untuk itu, Menkeu kemudian mengakomodir aspirasi para investor mobil listrik tersebut. Caranya, dengan mengubah PP 73/2019 pasal 36 untuk BEV tetap 0 persen, namun menaikan PPnBM tipe PHEV menjadi 5 persen.
Lalu, untuk kendaraan full hybrid pada pasal 26 dari 2 persen menjadi 6 persen, pasal 27 dari 2 persen menjadi 6 persen, dan pasal 27 dari 5 persen jadi 7 persen.
“Jadi poinnya adalah membedakan antara yang full baterai dengan yang plug-in hybrid maupun full hybrid,” tegas Sri Mulyani.
Baca lebih lengkap soal mobil listrik lewat TULISAN SERI: Sengat Pesona Mobil Listrik