Ketua BKSAP DPR Fadli Zon: ASEAN Lamban Sikapi Kudeta Myanmar
JAKARTA - Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, mengutuk keras aksi brutal rezim militer Myanmar terhadap para demonstran pro-demokrasi yang menyebabkan jatuhnya puluhan korban tewas, luka-luka, dan penahanan ribuan orang tanpa proses hukum.
Hal itu merespon situasi mencemaskan di Myanmar menyusul krisis politik akibat kudeta militer pada 1 Februari 2021 lalu.
Ketua BKSAP DPR RI, Fadli Zon mendesak PBB, ASEAN, dan komunitas internasional lainnya untuk cepat tanggap melakukan langkah-langkah yang diperlukan. Menurutnya, komunitas internasional terutama PBB dan ASEAN harus sigap untuk menjamin keselamatan dan kesejahteraan rakyat Myanmar pada umumnya sebagai prioritas.
"Demikian pula repatriasi ratusan ribu warga etnis Rohingya yang diusir dengan penuh kekerasan oleh militer Myanmar," ujar Fadli di Jakarta, Senin, 15 Maret.
Selain itu, sambung Fadli, PBB dan ASEAN harus memulihkan demokrasi dan menjaga perdamaian, stabilitas, dan kesejahteraan kawasan.
"Saya mendesak rezim militer Myanmar untuk membebaskan para tahanan termasuk anggota parlemen, oposisi, jurnalis, aktivis HAM dan demokrasi serta menjamin keselamatan petugas medis dalam menyelamatkan mereka yang terdampak dalam aksi menentang kudeta," tegas politikus Gerindra itu.
Baca juga:
- Awet Seksi, Super Model Myanmar Ini Ikut Unjuk Rasa Antikudeta Militer, Tahu Usianya?
- Hadapi Pengunjuk Rasa, Rezim Militer Myanmar Gunakan Teknologi Pengenalan Wajah
- Bertambah 12 Orang, Jumlah Pengunjuk Rasa Antikudeta Militer Myanmar yang Tewas Capai 92 Orang
- Saat Tato Menjadi Simbol Perlawanan Terhadap Kudeta Militer Myanmar
Mantan wakil ketua DPR itu menilai, dunia internasional terutama PBB dan ASEAN mesti segera merumuskan cara yang sesuai dengan hukum dan norma internasional. Hal ini agar militer Myanmar dan pihak-pihak yang berkonflik dapat berdialog secara setara, yaitu dengan pembebasan tokoh-tokoh oposisi sipil terlebih dahulu.
"Saya menilai ASEAN lamban dalam menyikapi kudeta itu. ASEAN seharusnya lebih progresif dan dinamis dalam memaknai prinsip non-interference," ketus Fadli.
Prinsip non-interference, menurut Fadli, seharusnya ditempatkan dalam kerangka kewajiban negara-negara anggota ASEAN untuk menjalankan prinsip dan nilai-nilai bersama secara utuh yang termuat dalam Piagam ASEAN.
Fadli mendukung penuh Pemerintah Indonesia sebagai peacemaker, problem solver, dan bridge builder dalam menyelesaikan krisis Myanmar.
"Tentu saja itu harus dijalankan secara prudence agar tidak mengorbankan prinsip good neighborhood policy dengan tetap berkomitmen untuk menjadikan demokrasi dan HAM sebagai salah satu norma dasar pembentukan Komunitas Keamanan ASEAN.
Fadli menuturkan, BKSAP akan bersurat kepada Presiden ASEAN Inter Parliamentary Assembly (AIPA) untuk mendesak organisasi tersebut melakukan langkah konkret menjamin penghormatan prinsip dan tujuan dari Piagam ASEAN. Antara lain penegakan demokrasi, penghormatan terhadap hak asasi manusia, good governance, rule of law, dan constitutional government .
"Pada level global, kudeta Myanmar akan dibawa ke Parlemen Dunia. BKSAP tengah mempertimbangkan mengajukan rancangan resolusi terkait kudeta di Myanmar sebagai emergency item yang akan diajukan di sesi Inter Parliamentary Union (IPU) pada April mendatang," tandas Presiden SEAPAC itu.