Hukum Berkurban dengan Cara Patungan, Perhatikan Syaratnya

YOGYAKARTA – Sebagian di antara kita mungkin masih bertanya-tanya, bagaimana hukum berkurban dengan cara patungan? Praktik ini semakin populer lantaran memungkinkan untuk mendapatkan hewan kurban yang menghasilkan lebih banyak daging.

Kurban merupakan ibadah yang dilakukan sebagai wujud ketaatan dan pernghormatan kepada Allah SWT. Kurban termasuk ibadah sunnah muakkad, artinya sangat dianjurkan bagi umat Islam yang memiliki kemampuan berkurban.

Ibadah kurban dilakukan pada 10 Dzulhijjah atau saat Hari Raya Iduladha dan hari Tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijjah), dengan cara menyembelih hewan ternak seperti kambing, domba, sapi, dan unta.

Khusus untuk kurban sapi, seringkali dilakukan dengan cara patungan, karena nominalnya dinilai sangat berat bagi sebagian orang.

Selain itu, kurban dengan cara patungan juga memungkinkan untuk mendapatkan hewan yang menghasilkan daging lebih banyak daripada domba atau kambing.

Lantas, bolehkah berkurban dengan cara patungan? Bagaimana hukumnya? Mari simak informasi selengkapnya dalam ulasan berikut ini.

Hukum Berkurban dengan Cara Patungan

Dikutip dari laman resmi Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dalam kitab Fiqhus-Sunnah Juz III halaman 227 dijelaskan, boleh berkurban dengan cara patungan, asalkan hewan kurban berupa unta atau sapi. Hewan kurban tersebut berlaku untuk tujuh orang, jika mereka bermaksud untuk kurban atau mendekatkan diri kepada Allah. Dasar hukumnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Sunan Abu Dawud, dan Sunan At- Tirmidzi. Dari Jabir ra., ia berkata:

نَحَرْنَا مَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْحُدَيْبِيَّةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ.

Artinya: “Pada tahun Hudaibiyah, kami bersama Rasulullah saw menyembelih seekor unta untuk 7 (tujuh) orang dan seekor sapi untuk 7 (tujuh) orang.”

Dalam kitab Shahih Muslim Juz I halaman 602, hadits di atas disebutkan dalam Bab: bergabung dalam penyembelihan dam, yakni denda dalam ibadah haji karena dilaksanakan dengan tamattu‘ atau qiran, dengan lafadz:

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحُدَيْبِيَةَ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ

Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir Ibnu Abdullah ra., ia berkata: kami bersama Rasulullah saw pada tahun Hudaibiyah menyembelih seekor unta untuk 7 (tujuh) orang dan seekor sapi untuk 7 (tujuh) orang.”

Sementara dalam kitab Subulus-Salam Juz IV halaman 95-96 dijelaskan, menurut hadits di atas kebolehan bergabung tujuh orang pada satu ekor unta atau satu ekor sapi untuk penyembelihan hewan dam.

Kemudian, sebagian ulama menganalogikan pada penyembelihan hewan kurban. Akan tetapi, qiyas ini oleh ash-Shan‘any, – pengarang kitab Subulus-Salam, – ditolak, karena tentang kebolehan bergabung tujuh orang pada satu ekor sapi, berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas ra., yang menyebutkan:

كُنَّا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي السَّفَرِ فَحَضَرَ اْلأَضْحَى فَاشْتَرَكْنَا فِي الْبَقَرَةِ سَبْعَةً وَفِي الْبَعِيْرِ عَشَرَةً. [رواه والترمذى والنسآئ]

Artinya: “Kami bersama Rasulullah saw dalam sebuah perjalanan, kemudian tiba Hari Raya Adlha. Kami bergabung dalam berqurban, seekor sapi untuk 7 (tujuh) orang dan seekor unta untuk 10 (sepuluh) orang,” hadist riwayat Imam At-Tirmidzi dan Imam Nasa’i).

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa hukum berkurban dengan cara patungan adalah diperbolehkan, asalkan hewan kurbannya sapi atau unta serta syarat pesertanya tidak boleh melebihi 7 orang. ketentuan ini tidak berlaku untuk kurban kambing atau domba. Kurban kambing atau domba hanya boleh untuk satu orang.

Demikian informasi tentang hukum berkurban dengan cara patungan. Semoga artikel ini dapat menambah wawasan para pembaca setia VOI.ID.