Kudeta Militer, Presiden Joe Biden Jamin Status dan Keamanan 1.600 Warga Myanmar di AS
JAKARTA - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, memastikan pemerintahannya menjamin status dan keamanan, termasuk izin kerja bagi warga Myanmar yang terdampak kudeta militer Myanmar 1 Februari.
Hal ini disampaikan oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS), Jumat 12 Maret waktu setempat. Keputusan itu berarti sekitar 1.600 orang Burma yang sudah berada di Amerika Serikat, termasuk diplomat yang telah memutuskan hubungan dengan junta Myanmar, akan memenuhi syarat untuk Status Dilindungi Sementara (TPS) selama 18 bulan, dua pejabat pemerintah mengatakan kepada Reuters.
Program ini memberikan imigran yang tidak dapat kembali ke negara mereka dengan selamat, karena alasan seperti bencana alam atau konflik bersenjata, izin untuk tinggal dan bekerja di Amerika Serikat secara legal untuk jangka waktu tertentu yang dapat diperpanjang.
“Karena kudeta rezim militer dan kekerasan brutal pasukan keamanan terhadap warga sipil, rakyat Burma menderita krisis kemanusiaan yang kompleks dan memburuk di banyak bagian negara itu,” kata Menteri Keamanan Dalam Negeri Alejandro Mayorkas.
Hanya orang yang sudah tinggal di Amerika Serikat dan dapat menunjukkan tempat tinggal berkelanjutan per 11 Maret 2021 yang memenuhi syarat untuk program Myanmar.
Pejabat pemerintah mengatakan, situasi di Myanmar setelah militer merebut kekuasaan mencegah warga Myanmar untuk kembali, mengutip tindakan keras oleh pasukan keamanan, penahanan sewenang-wenang dan memburuknya kondisi kemanusiaan.
Penyelidik Hak Asasi Manusia PBB Thomas Andrews menyatakan, hingga Hari Kamis aksi kekerasan rezim militer Myanmartelah menewaskan sedikitnya 70 orang dan menahan lebih dari 2.000.
Beberapa diplomat Myanmar yang ditempatkan di Amerika Serikat telah berbicara secara terbuka menentang militer, termasuk Perwakilan Tetap Perserikatan Bangsa-Bangsa Kyaw Moe Tun.
Para diplomat yang dengan berani bergabung dengan gerakan pembangkangan sipil dalam solidaritas dengan warga negaranya, akan dapat tinggal di Amerika Serikat di bawah program tersebut, kata seorang pejabat.
"Kami ingin mereka tahu bahwa mereka dapat melakukannya dengan aman," kata pejabat itu.
Para pejabat AS mengatakan kecuali militer berbalik arah, tindakan hukuman yang lebih mungkin terjadi.
"Jika mereka tidak memulihkan demokrasi dan menghentikan kekerasan terhadap warga sipil, maka kami akan terus mengambil tindakan terhadap para pemimpin militer dan jaringan keuangan mereka," kata seorang pejabat.
Baca juga:
- Lawan Rezim Militer, Parlemen Myanmar Tunjuk Pengacara HAM Internasional
- Kudeta Rezim Militer, Jepang Tahan Satelit Pertama Myanmar di Luar Angkasa
- Baru Pinjami Rp6,9 Triliun, ADB Stop Pendanaan untuk Myanmar Karena Kudeta Militer
- Lawan Kudeta, Sayap Militer Etnis Bersenjata Kachin State Serang Markas Militer Myanmar
Presiden Joe Biden bulan lalu memberlakukan sanksi Myanmar terhadap mereka yang bertanggung jawab atas penggulingan pemerintah yang dipimpin sipil negara Asia Tenggara itu, termasuk menteri pertahanan dan tiga perusahaan di sektor batu giok dan permata.
Awal pekan ini, Washington menjatuhkan sanksi kepada dua anak pemimpin rezim militer Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing, beserta dengan enam perusahaan yang mereka kendalikan.
Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.