Perang Harga Mobil Listrik: Beban bagi Suplier, Untung bagi Konsumen?
JAKARTA - Industri otomotif sedang bergerak menuju era mobil listrik. Tapi perubahan ini ternyata menurut CEO Stellantis, Carlos Tavares membawa "beban signifikan" bagi para pemasok komponen mobil, terutama dengan terjadinya perang harga mobil listrik saat ini.
Mengapa? Menurutnya, biaya produksi mobil listrik 40-50 persen lebih tinggi dibanding mobil bensin. Akibatnya, para pabrikan mobil seperti Stellantis harus putar otak untuk memangkas biaya produksi di segala lini, termasuk rantai pasokan dan logistik.
"Kita akan melihat pergeseran besar basis pemasok. Sumber komponen akan berpindah dari negara-negara Barat ke negara dengan biaya produksi terbaik," kata Tavares, dilansir dari Autonews, 31 Mei.
Tavares melihat persaingan mobil listrik saat ini lebih condong ke arah perang harga.
Dampak lain dari tingginya biaya produksi mobil listrik adalah daya beli konsumen. Banyak yang masih enggan membeli mobil listrik karena harganya yang mahal. Menurut Tavares, konsumen di negara Barat meminta pemerintah mereka untuk memberikan subsidi atau insentif agar harga mobil listrik lebih terjangkau.
Baca juga:
Menariknya, Stellantis justru melihat ini sebagai peluang. Mereka berencana untuk terus memproduksi mobil dengan platform "multi-energi". Ini adalah platform yang bisa digunakan untuk mobil listrik maupun mobil bensin, termasuk hybrid. Dengan platform ini, Stellantis berharap bisa menawarkan variasi produk yang lebih luas dan fleksibel.
Upaya Stellantis untuk menekan harga jual mobil listrik terlihat dari rencana mereka memasarkan Jeep di bawah 25.000 dolar AS (Rp405 juta) di Amerika Serikat. Sebelumnya, mereka juga telah meluncurkan Citroen e-C3 seharga 23.300 dolar AS (Rp377 juta) di Eropa. Selain itu, Stellantis bekerja sama dengan Leapmotor, perusahaan mobil listrik China, untuk menjual Leapmotor T03 dengan harga di bawah 20.000 euro (Rp351 juta) di Eropa.
Sementara mengenai potensi merger dan akuisisi (M&A), Tavares mengatakan fokus utama saat ini adalah menjaga Stellantis tetap dalam kondisi bisnis yang kuat.
"Jika ada peluang, tentu saja kami akan mempertimbangkannya, tetapi kami harus dalam kondisi siap saat peluang itu datang," pungkasnya.