Sogokan Bernama Izin Tambang untuk Ormas
JAKARTA - Wacana pemberian kewenangan organisasi massa (Ormas) Keagamaan bisa mengelola pertambangan menjadi polemik yang menyita perhatian. Ide itu menjadi sorotan sebab selama ini ormas dipandang tidak memiliki kompetensi untuk mengurus sektor pertambangan sehingga dipertanyakan banyak pihak.
Menteri Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia melontarkan pernyataan akan memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan. Menurutnya para tokoh keagamaan memiliki kontribusi kepada masyarakat selama ini, sudah selayaknya mendapatkan perhatian dari pemerintah. Terlebih, mereka mempunyai peran yang cukup penting dalam masa-masa perjuangan Indonesia melawan penjajah.
Ide itu akan diwujudkan Bahlil dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara yang sedang digodok pemerintah. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 merupakan aturan pelaksana dari UU No 3/2020 tentang Mineral dan Batubara atau yang dikenal dengan UU Minerba. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 itu. Aturan itu sendiri merupakan Aturan perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Ia meyakini organisasi kemasyarakatan (“Ormas”) maupun organisasi keagamaan mampu mengelola proyek pertambangan. Namun ada syarat yang harus dipatuhi yaitu dikelola profesional dan menggandeng pihak kontraktor.
Ide Bahlil ini bukan ujug-ujug. Kabarnya wacana yang disampaikannya merupakan hasil rasan-rasan dengan bosnya, Presiden Jokowi. Diluaran sana berkembang rumor upaya itu dilakukan Jokowi sebagai bentuk balas budi darinya kepada kelompok Ormas yang selama ini telah berjasa mendukung suara untuk kemenangannya.
Baca juga:
Sementara itu, Ketua Indonesia Mining & Energi Forum (IMEF), Singgih Widagdo kembali mengingatkan pemberian izin pengelolaan tambang dalam UU Minerba pasal 51 harus mempertimbangkan kompetensi terkait kemampuan teknis, kemampuan pengelolaan lingkungan dan finansial. Jika ormas keagamaan dapat memenuhi kompetensi yang dipersyaratkan maka pemberian izin pengelolaan tambang bisa dilakukan.
Di sisi lain, ia menekankan agar alih kelola tambang ini tidak menjadikan ormas sebatas alat kendaraan perusahaan atau perorangan. khususnya dalam memperbesar pundi-pundinya di bisnis tambang.
Pengamat pertambangan, Merah Johansyah, juga menilai wacana itu tidak punya dasar dan tidak ada dasar ilmiahnya. "Wacana itu tidak ada studi akademisnya," ujarnya kepada VOI, Minggu, 12 Mei.
Tanpa dasar hukum, karena menabrak konsep hingga aturan tentang lelang wilayah tambang, menabrak aturan tentang proses perizinan, tentang syarat dan kelayakan memperoleh IUP di seluruh dunia. Bahkan bertentangan dengan semua komitmen lingkungan hidup dan iklim di level global yang jelas menyebut perluasan tambang dan pembukaan lahan adalah satu diantara biang kerok krisis iklim,
Mantan peneliti Jatam ini, juga menegaskan wacana tersebut hanya menunjukkan negara ini makin jatuh dalam rezim oligarki yang korup karena jika IUP diobral ke Ormas. "Itu sama artinya rezim ini mau membujuk dan menyuap melalui izin, tujuannya agar ormas tidak kritis lagi, "lanjutnya.
Pemerintah keukeuh menerapkan wacana ormas bisa mengelola tambang karena urgensi ingin membantu lembaga ormas tersebut ada penguatan dari sisi ekonomi, untuk menggerakan ekonomi secara umum.
Perlu diketahui keberadaan Ormas selama ini diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 (UU 17/2013) tentang Organisasi Kemasyarakatan kemudian diperbarui oleh Perppu Nomor 2 Tahun 2017. Di sana ditegaskan bahwa ormas bersifat mandiri dan nirlaba. Namun, ormas tentunya membutuhkan dana dalam menjalankan kegiatan operasional dan menggapai tujuan.
Dari mana pendanaan ormas selama in? pada umumnya pendanaan ormas, bersumber dari iuran anggota hibah dan bantuan dari masyarakat atau lembaga dalam negeri maupun asing, atau bersumber dari hasil usaha ormas itu sendiri seperti membangun badan usaha ormas. Sesuai AD/ ART nya. Atau ormas yang terdaftar secara hukum dan memiliki Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari Kementerian Dalam Negeri berhak atas bantuan dari APBN atau APBD.
Polemik Lain Seputar Revisi PP 96/2021
Sebenarnya bukan hanya soal polemik ormas dibolehkan mengelola tambang. Revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 juga mengundang polemik tentang Freeport karena revisi itu ternyata digunakan untuk mendompleng aturan memperpanjang kontrak perusahaan asal Amerika lebih cepat dari yang ditetapkan sebelumnya.
Dilancarkannya jalan bagi PT Freeport memperoleh perpanjangan kontrak lebih cepat dianggap sejumlah pihak sebagai terlalu melayani kepentingan Amerika. Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara, dilihat memberi karpet merah bagi Freeport. Di mana Freeport diberikan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebelum waktunya.
Menjadi pertanyaan publik, adakah bargaining tertentu dibalik dipercepatnya revisi PP tersebut. Hanya karena alasan untuk memberi perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada PT Freeport Indonesia (PTFI) semata harus diubah aturan tersebut.
Memang kepastian perpanjangan kontrak ini usai Jokowi bertemu dengan Chairman and Chief Executive Officer Freeport-McMoRan Richard Adkerson di Hotel Waldorf Astoria, Washington DC, Amerika Serikat, November tahun lalu.
Berdasarkan Pasal 109 PP No. 96/2021, permohonan perpanjangan jangka waktu kegiatan operasi produksi untuk pertambangan mineral logam atau batu bara diajukan kepada menteri paling cepat dalam jangka waktu 5 tahun atau paling lambat dalam jangka waktu 1 tahun sebelum berakhirnya kegiatan operasi produksi. Tapi rencananya pemerintah akan mempercepatnya dengan merbah beleid tersebut.
Diketahui pemberian (izin Usaha pertambangan khusus) kepada Freeport sampai dengan 2041 padahal aturannya perpanjangan itu baru bisa setahun sebelum berakhirnya kontrak IUPK. Namun dengan revisi itu akan memungkinkan Freeport dapat mengajukan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) lebih cepat, tanpa harus menunggu sampai 2036.
Hal itu diakui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, menurut revisi beleid tersebut nantinya akan memberikan kepastian perpanjangan izin usaha bagi Freeport. Hal ini diperlukan lantaran Freeport harus berinvestasi untuk melakukan eksplorasi guna memastikan cadangan mineral yang masih dapat ditambang.
Menyikapi rencana itu, Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mulyanto, menanggapi sinis revisi itu. Ia menilai Pemerintah Presiden Jokowi sangat memanjakan PTFI. "Menurut saya dengan mengubah PP Minerba ini sudah kelewat batas," katanya.
Sementarara Kementerian ESDM untuk soal pemberian ormas bisa mengelola tambang mengaku masih mengkaji usulan organisasi kemasyarakatan (ormas) dapat mengelola pertambangan. Faktor cost and benefit serta dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat umum yang menjadi perhitungan dan pertimbangan.
Sekretaris Ditjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Siti Sumilah Rita Susilawati mengatakan belum dapat memutuskan apakah ormas dapat diberikan izin usaha pertambangan (IUP) sehingga dapat terlibat.