Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI, fraksi PKS Mulyanto tidak setuju dengan niat Pemerintah yang membagi-bagi Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk ormas keagamaan, apalagi diberikan secara prioritas tanpa lelang. Menurutnya praktik ini jelas-jelas menyalahi UU Minerba.

Ia menilai ketimbang bagi-bagi izin tambang (business sharing), lebih masuk akal dan realistik kalau pemerintah cukup dengan bagi-bagi keuntungan (profit sharing) untuk ormas.

"Membentuk badan usaha milik ormas, memberikan prioritas IUPK, lalu mencarikan kontraktor untuk pengusahaan tambang bagi ormas adalah intervensi yang terlalu jauh, memaksakan diri dan dengan risiko yang tinggi. Kita mengkhawatirkan ini bisa jadi 'jebakan Batman' bagi ormas," kata Mulyanto yang dikutip Selasa 11 Juni.

Mulyanto menambahkan kalau Pemerintah ingin membantu ormas, lebih baik dengan cara membagi keuntungan pengusahaan tambang kepada ormas. Ketimbang membagi tanggung-jawab untuk pengusahaan tambang, apalagi dengan membentuk badan usaha "jadi-jadian", seperti badan usaha milik ormas.

"Ini terlalu memaksakan diri," imbuh Mulyanto.

Mulyanto menambahkan, sejatinya pengusahaan tambang sangat berat dan penuh risiko, baik kepada keuangan negara, masyarakat maupun lingkungan hidup. Karena itu pengusahaan tambang membutuhkan spesialisasi dan profesionalitas.

"Sudah banyak kasus-kasus tambang yang merugikan masyarakat dan lingkungannya, belum lagi kasus ribuan izin tambang yang "tidur" tidak diusahakan," ujar Mulyanto.

Mulyanto bilang, dirinya tidak ingin ormas terkena kutukan SDA. Alih-alih untung, yang ada malah buntung dan merepotkan umat.

Ia menerangkan, pembagian keuntungan pengusahaan tambang kepada ormas dapat berbentuk bantuan program corporate social responsibility (CSR) secara tetap dan reguler. Atau dapat juga berupa pemberian participating interest (PI) sebagaimana yang diterima Pemda yang di wilayahnya ada pertambangan.

"Ini lebih logis dan realistis serta tidak menyalahi UU. Kita dapat menimba dari pengalaman profit sharing selama ini dan tentunya itu dapat dievaluasi dan disempurnakan," pungkas Mulyanto.