Bagikan:

Kontroversi terkait pemberian izin tambang kepada organisasi masyarakat (ormas) oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia, telah memunculkan polemik yang signifikan. Usulan ini didasarkan pada kontribusi yang dianggap penting oleh ormas dalam sejarah memerdekakan Indonesia. Namun, banyak yang mempertanyakan manfaat sebenarnya dari langkah ini serta potensi risiko yang mungkin timbul.

Bahlil mengklaim bahwa ormas memiliki peran krusial dalam perjuangan kemerdekaan, sehingga memberikan izin tambang kepada mereka dianggap sebagai langkah yang tepat. Namun, klaim ini masih kabur tanpa penjelasan yang memadai. Meskipun beberapa ormas mungkin terlibat dalam perjuangan kemerdekaan, menghubungkan hal itu dengan pemberian izin tambang justru terasa janggal.

Seperti dimuat di VOI, sejumlah pengamat bahkan menyebut langkah ini sebagai blunder. Mereka meragukan kemampuan ormas dalam mengelola izin usaha pertambangan (IUP) dengan efisien dan bertanggung jawab. Pengelolaan IUP yang tidak tepat dapat memiliki dampak yang buruk terhadap lingkungan, masyarakat, dan perekonomian nasional.

Beberapa pihak menegaskan bahwa pengelolaan IUP sebaiknya tetap dilakukan oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) karena memiliki struktur dan kapabilitas yang lebih mapan. BUMD memiliki pengalaman dan sumber daya yang lebih memadai dalam mengelola bisnis, termasuk pertambangan.

Namun, tidak semua pihak menentang gagasan ini. Misalnya, Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo) seperti disampaikan ketua umumnya, Anggawira mendukung langkah Bahlil dalam memberikan IUP kepada ormas. Namun, dukungan ini terasa lebih sebagai upaya untuk memperluas pangsa pasar ketimbang kepedulian akan kesejahteraan masyarakat atau kelestarian lingkungan.

Pandangan yang beragam tentang pemberian izin tambang kepada ormas mencerminkan kompleksitas permasalahan ini. Ada yang menganggapnya sebagai langkah maju untuk memberikan kesempatan kepada berbagai pihak untuk berkontribusi dalam pembangunan. Namun, banyak yang khawatir akan potensi dampak negatifnya, seperti penyalahgunaan sumber daya alam, kerusakan lingkungan, dan konflik sosial.

Risiko-risiko yang mungkin terjadi jika ormas diberikan tanggung jawab untuk mengelola IUP tambang juga menjadi sorotan. Tanpa sistem pengawasan yang kuat dan transparan, ada risiko penyalahgunaan wewenang dan kurangnya akuntabilitas.

Dalam konteks regulasi, pemberian izin tambang kepada ormas menimbulkan pertanyaan mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi. Menteri Investasi harus memastikan bahwa ormas yang mendapatkan izin tersebut memiliki kapabilitas, kepatuhan terhadap regulasi, dan komitmen terhadap prinsip-prinsip keberlanjutan.

Rencana Menteri Investasi untuk memberikan izin tambang kepada ormas memunculkan pro dan kontra yang signifikan. Penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan dengan matang semua risiko dan potensi konsekuensi sebelum mengambil keputusan yang bisa berdampak jangka panjang bagi bangsa dan negara.

Dengan segala potensi yang diungkap, bisa dipertimbangkan apakah penghargaan terhadap peran ormas dalam kemerdekaan bisa diberikan dalam bentuk lain tanpa melibatkan izin tambang.