Ferdinand Hutahaean Minta Jokowi Tak Dengarkan AHY untuk Intervensi KLB Demokrat

JAKARTA - Mantan politikus Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean menyarankan agar Presiden Joko Widodo tidak mengintervensi hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Demokrat.

Pada Jumat, 5 Maret, KLB Partai Demokrat di Deli Serdang, Sumatera Utara, menunjuk Moeldoko sebagai Ketua Umum periode 2021-2025. Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono meminta Jokowi untuk tidak memberi pengesahan KLB tersebut.

"Saya menyarankan Pak @Jokowi agar tidak melakukan intervensi apapun dan biarkan ini sesuai alurnya," kata Ferdinand dalam akun Twitter @FerdinandHaean3, Sabtu, 6 Maret.

Menurut Ferdinand, KLB Partai Demokrat yang menetapkan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko sebagai Ketum Demokrat belum bisa dinyatakan sah atau tidak secara hukum. 

Namun, lanjut dia, secara politik KLB ini sudah menjadi opini yang dipercaya oleh sebagian publik. Ferdinand bilang, hasil KLB masih panjang dan berliku, hingga akhirnya nanti hukum memutuskan siapa yang berhak untuk disahkan, apakah Moeldoko atau AHY.

"Tetap secara politik, ini memang cepat untuk membangun opini dan opini itu sekarang terbentuk bahwa Ketum Demokrat saat ini Moeldoko. Begitulah politik," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, Agus Harimurti Yudhoyono meminta negara dan aparat pemerintah untuk tidak membiarkan kegiatan KLB yang menetapkan Moeldoko sebagai Ketum Demokrat.

"Saya meminta dengan hormat kepada Bapak Presiden Joko Widodo, khususnya Menteri Hukum dan HAM, untuk tidak memberikan pengesahan dan legitimasi kepada KLB ilegal yang jelas-jelas melawan hukum," ujar dia.

Menanggapi hal ini, Menko Polhukam Mahfud MD menyebut pemerintah tak bisa melarang maupun mendukung gelaran kegiatan partai sebab hal ini diatur oleh undang-undang.

Jika pemerintah menghalangi KLB Demokrat, berarti melanggar Pasal 9 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

"Di situ dikatakan boleh kok, orang berkumpul mengadakan rapat umum, asalkan memenuhi syarat tertentu. Syaratnya itu bukan di Istana Negara, juga bukan di tempat ibadah, bukan di sekolah, bukan di rumah sakit, bukan di arena objek vital karena situasi," ujar Mahfud.