Menyongsong Era Baru Kepengurusan Partai Demokrat di Bawah Kepemimpinan Moeldoko
Moeldoko (Foto: Tangkap layar Instagram moeldoko @dr_moeldoko)

Bagikan:

JAKARTA - Nasib Partai Demokrat bakal segera ditentukan. Kubu Moeldoko sebelumnya dikabarkan sudah melengkapi berkas administrasi ke meja Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly. 

Belakangan ini kedua kubu, baik Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) Cs dan Moeldoko Cs mulai rajin berbalas pernyataan. Rasanya kubu AHY sudah mulai panas dengan kabar susunan kepengurusan baru DPP Partai Demokrat versi KLB Sibolangit.

Bahkan, terkait dengan perkembangan Partai Demokrat terkini, Menkopolhukam dan Menkumham didampingi Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM akan mengadakan Press Conference secara virtual yang dilaksanakan pada siang nanti, Rabu, 31 Maret, pukul 12.30 WIB.

Moeldoko Bicara soal Sedia jadi Ketum 

Beberapa hari lalu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko akhirnya buka suara terkait alasannya menerima pinangan menjadi Ketua Umum Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara, yang digelar pada Jumat, 5 Maret. Menurutnya, ada tarikan ideologis untuk menyelamatkan Partai Demokrat dan bangsa.

"Itu semua, berujung pada keputusan saya menerima permintaan untuk memimpin Demokrat," ujar Moeldoko dikutip dari YouTube Kompas TV, Senin, 29 Maret.

Moeldoko menceritakan, sebelum bersedia menerima tawaran menjadi ketua umum, ia lebih dulu mempertanyakan 3 hal kepada para kader.

"Pertanyaan pertama apakah KLB ini sesuai dengan AD/ART. Pertanyaan kedua, seberapa serius kader demokrat meminta saya memimpin partai ini. Ketiga, bersediakah kader Demokrat bekerja keras dengan integritas demi merah putih di atas kepentingan pribadi dan golongan," jelasnya. 

"Semua pertanyaan itu dijawab oleh peserta KLB dengan gemuruh," sambung dia. 

Moeldoko mengaku dirinya memang didaulat untuk memimpin Partai Demokrat demi kepentingan bangsa.

"Saya juga khilaf sebagai manusia biasa, tidak memberitahu kepada istri dan keluarga saya atas keputusan yang saya ambil. Tetapi saya juga terbiasa mengambil risiko seperti ini, apalagi demi kepentingan bangsa dan negara," katanya.

Selanjutnya, Moeldoko meminta semua kader di seluruh daerah untuk tetap bersatu di dalam rumah besar, yakni Partai Demokrat. Hal ini disampaikan Juru Bicara Partai Demokrat kubu Moeldoko, Muhammad Rahmad, Senin, 30 Maret. 

Dia memastikan, Moeldoko tidak akan melakukan kesewenangan sebagaimana seperti yang dilakukan kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

“Moeldoko tidak akan membuang kader, apalagi pecat-memecat seperti yang dilakukan AHY dengan sewenang-wenang, seolah menempatkan dirinya sebagai pemilik Partai Demokrat,” ungkapnya.

Justru, kata dia, Demokrat di bawah kepemimpinan Moeldoko akan mengembangkan budaya toleransi dan hidup rukun dalam harmoni dan menolak intoleransi dan radikalisme di Indonesia.

“Mari kita jaga Partai Demokrat dari pengaruh radikal, kesewenang-wenangan dan otokrasi keluargaisme,” katanya 

Rahmad juga mengatakan, bahwa jajaran kepengurusan AHY sudah dinyatakan demisioner sesuai hasil KLB di Deli Serdang, beberapa waktu lalu.

“Majelis Tinggi Pimpinan SBY sudah dibubarkan oleh Kongres Luar Biasa Partai Demokrat. Kepengurusan DPP sekarang adalah Partai Demokrat pimpinan Moeldoko,” ujar Rahmad.

Sebagaimana layaknya, sesuai peraturan perundangan, sambungnya, kepengurusan DPP Partai Demokrat yang baru sudah didaftarkan ke Kemenkumham.

Karena itu, ia menyarankan SBY-AHY tidak perlu panik, kebakaran jenggot, atau mengulang-ulang tuduhan kepada Moeldoko.

“Jelaskan saja ke masyarakat luas, kenapa organisasi radikal bisa tumbuh subur di Indonesia di era kepemimpinan SBY sebagai presiden sekaligus sebagai ketua umum dan ketua majelis tinggi Partai Demokrat,” katanya.

Bantahan Moeldoko

Usai pernyataan itu, kubu AHY pun membalas. Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat kubu AHY,  Herzaky Mahendra Putra menyebut kubu Moeldoko "para begal politik" lantaran mendemisionerkan ketua umum dan kepengurusan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Hal ini disampaikan menjawab pernyataan Juru Bicara DPP Demokrat Muhammad Rahmad terkait Moeldoki sedang menertibkan partai.

Zaky mengatakan, pihaknya juga mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum kepada para pelaksana KLB.

"Jadi, mereka yang jelas-jelas tidak tertib dan melanggar aturan, terus mau menertibkan kami? Publik juga tahu, mana ada ceritanya rampok malah mau menertibkan yang punya rumah," ujar Zaky, Selasa, 29 Maret.

Zaky menyarankan gerombolan Moeldoko, lebih baik miskin harta tapi punya harga diri, daripada kaya raya tapi berkhianat. 

"Sekali pengkhianat, sekali tukang bohong, selamanya akan dicap pengkhianat, tukang bohong, oleh publik, oleh tetangga, dan bisa jadi oleh keluarganya juga," katanya.

Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara Partai Demokrat, Muhammad Rahmad menyayangkan sikap Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat kubu AHY, Herzaky Mahendra Putra, yang tak santun dalam mengeluarkan pernyataan. Menurutnya, omongan anak buah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) itu jauh dari jati diri sebagai kader Demokrat. 

"Etika politik Partai Demokrat adalah bersih, cerdas, santun. Itulah jati diri seorang kader Demokrat. Jika membaca tutur kata corong juru bicara SBY dan AHY, saya melihat, bahasa yang mereka gunakan sangat jauh dari kesantunan dan kecerdasan," ujar Rahmad kepada VOI, Selasa, 30 Maret.

Rahmad lalu menyinggung isi pernyataan Herzaky yang menyebut kubu Moeldoko menebar kebohongan. Menurutnya, justru pembohong itu bersemayam di kubu AHY.

"Siapa sesungguhnya yang berbohong? Ngaku nya bukan pendiri partai dihadapan Presiden Megawati, faktanya ada namanya dalam mukadimah AD ART sebagai pendiri partai," kata Rahmad.

"Ngakunya demokratis, kedaulatan ada ditangan anggota. Faktanya, semua kedaulatan dan kekuasaan ada di tangan Ketua Majelis Tinggi. Ciri demokratis itu kedaulatan ada ditangan anggota atau meritokrasi. Ciri tirani dan otoriter itu kedaulatan ada ditangan perorangan pribadi atau Cikeastokrasi," sambung mantan kepala kantor Demokrat itu.

Kemudian soal tudingan rampok dan begal partai, Rahmad justru mempertanyakan siapa sosok dibalik hilangnya 99 pendiri Partai Demokrat dalam sejarah partai. Serta dalang dari berubahnya AD/ART partai menjadi partai keluarga. 

"Siapa yang merampok partai? Partai yang didirikan oleh 99 orang, tiba-tiba nama mereka hilang dari sejarah partai Demokrat. Muncul dua nama saja dan mereka dikatakan founding fathers partai, salah satunya SBY. Lalu, melalui AD ART 2020, kekuasaan partai pindah ke tangan SBY," ucap Rahmad.

Rahmad menegaskan bahwa Kongres Luar Biasa (KLB) sudah sesuai aturan. Jadi kata dia, tidak ada yang merampok partai dari tangan ketua demisioner AHY.

"Kongres dan kongres luar biasa (KLB) adalah barang halal dalam demokrasi. Itu bukan barang haram, yang haram adalah berbohong dan merampok," kata Rahmad.

Pemerintah Tak Larang Moeldoko jadi Ketum PD

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengaku tak ambil pusing soal status Moeldoko yang merupakan bagian pemerintah. Sebab sejauh ini, kata dia, pemerintah melalui Kemenkumham belum mengeluarkan keputusan apa pun menyangkut polemik Demokrat. 

"Apapun keputusan nanti kan akan menimbulkan polemik. Tidak papa. Memang tugas kita itu setiap hari mendengarkan polemik. Kalau saya sih enggak peduli, polemik, polemik itu," ujar Mahfud, Selasa, 30 Maret.

Menurutnya, polemik Demokrat adalah urusan Moeldoko, bukan terkait pemerintah. Mahfud mengatakan pemerintah tak boleh melarang eks Panglima TNI itu dalam urusan politik.

"Begini ya, urusan Pak Moeldoko itu ada dua. Satu urusan hukum, kalau urusan hukum, pemerintah itu tidak boleh melarang dia. Untuk ikut di dalam sebuah KLB, mau ikut atau tidak itu, kita tidak boleh melarang dan tidak boleh menyuruh," jelas Mahfud.

Selain itu, sambungnya, untuk etika politik persoalan Moeldoko-Demokrat Jokowi selaku presiden juga punya pertimbangan.

"Kalau secara politik, itu urusan dia. Misalnya menyangkut etika politik, kemudian secara politik juga, presiden kan bisa mempertimbangkan sendiri. Ini pak Moeldoko seperti apa posisinya. Saya kira di luar urusan hukum lah yang begitu-begitu. Menyangkut etika politik ya bisa macam-macam. Tergantung kepada siapa yang bicara kan," tambah Mahfud.

Sementara soal konflik partai, Mahfud menyampaikan bahwa saat ini pemerintah sudah bersikap dan mengintervensi terkait polemik Demokrat. Menurut dia, berbeda sikap pemerintah saat perhelatan KLB Sibolangit yang ditentang kubu Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

"Karena yang pemerintah tidak bersikap itu ketika terjadi KLB ilegal yang dianggap ilegal Pak AHY. Nah, kita katakan kita enggak ikut-ikut lah yang seperti itu. Siapapun yang terlibat apakah Moeldoko, Moelyono, atau apa itu, itu bukan urusan pemerintah," kata Mahfud.

Dia menjelaskan, maksud intervensi dalam persoalan ini adalah dari sudut administrasi negara. Menurutnya, intervensi pemerintah ada karena kepengurusan Demokrat KLB Sibolangit sudah mendaftarkan kepengurusan ke Kementerian Hukum dan HAM.

"Karena penyelenggara KLB itu sudah menyampaikan laporan tentang pergantian kepengurusan dan sebagainya. Pemerintah sudah masuk intervensi, intervensi dalam arti menjalankan tugasnya, yaitu sudah meneliti dokumen itu," tutur Mahfud.

Namun, ia menyampaikan Kemenkumham meminta agar Moeldoko Cs melengkapi berkas persyaratan. Ia bilang sesuai aturan, kelengkapan berkas itu ditunggu sepekan. Menurutnya, dengan merujuk waktu penyerahan kubu Moeldoko, tenggat terakhir hingga Selasa hari ini pukul 00.00.

"Berarti, pemerintah mulai hari Rabu sudah menyatakan sikapnya. Sehingga, kalau Rabu, Kamis, atau Jumat pekan yang akan datang sikap pemerintah sudah jelas. Pemerintah sudah ikut di dalam upaya menyelesaikan konflik itu dari sudut administrasi negara," jelas Mahfud.