JAKARTA - Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dinilai inkonsisten pasca pengumuman pengesahan kepengurusan hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Sibolangit yang ditolak Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Pertama, sebelum adanya keputusan tersebut, AHY selalu mendengungkan jargon Selamatkan Demokrasi. Namun setelahnya, putra Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu menggantinya dengan narasi Selamatkan Partai.
"Ini artinya SBY dan AHY sepertinya sudah menyadari, bahwa menggunakan jargon Selamatkan Demokrasi itu seperti menampar muka mereka sendiri," ujar Ketua Departemen Komunikasi dan Informatika DPP Partai Demokrat kubu Moeldoko, Saiful Huda Ems, dalam keterangannya, Kamis 1 April.
"Semua orang sudah tau, bahwa SBY dan anak-anaknya tak pernah menunjukkan sikap demokratis melainkan otoriter, nepotis. Sebagaimana sikap SBY yang merubah Partai Demokrat yang awalnya terbuka dan demokratis, menjadi partai keluarga," terang Saiful Huda.
BACA JUGA:
Kedua, SBY dan kedua anaknya telah menuding pemerintahan Jokowi melakukan intervensi terhadap Partai Demokrat melalui salah seorang pejabat istana, yakni Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko, saat kabar KLB Partai Demokrat Sibolangit diselenggarakan.
"SBY, AHY, EBY dan para pengikutnya selalu teriak-teriak menuduh pemerintah intervensi," kata Saiful.
Bahkan, lanjutnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pun tidak luput dari sasaran fitnah dan amarah keluarga SBY.
"Hingga Pak Yasonna Laoly menjadi salah satu orang yang digugat oleh AHY di PN Jakarta Pusat," ungkap Saiful.
Akan tetapi, kata dia, begitu pemerintah melalui Menkumham dan Menkopolhukam Mahfud MD memberikan putusan penolakan pada kepengurusan Partai Demokrat hasil KLB Sibolangit, SBY dan AHY justru berbalik 180 derajat dengan mulai memuji-muji Presiden Jokowi setinggi langit.
"Paradoks sekali bukan sikap SBY dan anaknya yang seperti itu? Jejak digital hujatan SBY, AHY dan EBY terhadap Pemerintahan Jokowi ini sangat banyak sekali," terang dia.
Sayangnya, menurut Saiful, pujian keluarga SBY dan para pengikutnya kepada Presiden Jokowi, Menkumham dan Menkopolhukam, tidak disertai ucapan permintaan maaf yang tulus.
"Bahwa sebelumnya mereka seperti kesetanan, selalu menuduh Pemerintahan Jokowi menjadi dalang dari adanya konflik internal Partai Demokrat yang berujung adanya KLB Sibolangit. Ini bisa kita baca sebagai cerminan orang-orang yang tinggi hati, suka berprasangka buruk, su'udzan dengan tanpa didasari data dan fakta," tegas Saiful.
Menurut Saiful, jika pemerintahan Jokowi benar merupakan dalang di balik keributan internal Partai Demokrat, tentu sangat bisa memerintahkan Menkumham Yasonna Laoly untuk mengesahkan Kepengurusan Partai Demokrat hasil KLB Sibolangit.
"Namun kenyataannya, Kemenkumham itu malah menolak. Bukankah menteri dalam struktur ketatanegaraan merupakan pembantu presiden?," katanya heran.