Eksklusif, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo Tegaskan Tak Minta Jadi Menteri, Tapi Siap Jika Negara Meminta
Setelah pasangan calon Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dinyatakan sebagai pemenang pilpres 2024, salah satu pekerjaan berikutnya adalah penyusunan kabinet. Sebagai seorang kader dan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo menegaskan bahwa ia tidak akan meminta jabatan sebagai menteri. Namun, jika negara memanggil, ia harus siap memenuhi tuntutan tugas yang diamanatkan kepadanya.
***
Hiruk-pikuk baru saja dilalui, pasangan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka sudah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum sebagai pemenang pilpres. Sebagai Wakil Ketua Umum DPP Gerindra Bidang Pemuda, Perempuan, dan Anak, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo menyarankan agar susunan kabinet mengakomodasi unsur perempuan dan pemuda. “Harapan kami harus ada keterwakilan perempuan di dalam kabinet, juga ada keterwakilan anak muda. Tapi yang tak kalah pentingnya menurut saya adalah kapasitas dan kapabilitas, yang bisa bekerja,” ujarnya.
Memang tidak perlu aturan tertulis soal proporsi keterlibatan perempuan dan kaum muda seperti halnya dalam urusan caleg perempuan yang harus mencapai 30 persen. “Terlepas dari jenis kelaminnya, apakah dia muda, apakah dia tua, bagi saya tak masalah. Di situ saya percayakan semuanya kepada Pak Prabowo,” lanjutnya.
Secara pribadi, Sara — begitu dia biasa disapa — tidak akan meminta jabatan menteri kepada Pakde-nya, Prabowo Subianto. Sebabnya, dia berusaha untuk menutup sisi yang bisa menjadi cela bagi lawan politik untuk menyerang. “Saya akan mencoba menolak terlebih dahulu, karena saya perlu melindungi Pakde saya. Karena bagaimanapun juga, nanti akan muncul tudingan nepotisme dan seterusnya,” katanya.
Namun ketika negara membutuhkan sumbangsihnya, dia tidak bisa menolak. “Bukan persoalan saya siap atau tidak siap, tapi persoalannya adalah bahwa saya adalah bagian dari keluarga ayah saya dan Pakde saya. Saya tidak mau menjadi salah satu batu sandungan untuk kabinet ke depan. Kalau misalkan mereka setelah berunding dan menjadi kesepakatan yang disepakati bersama, lalu misalnya ditanyakan kepada saya, itu persoalan berbeda,” tegasnya kepada Iqbal Irsyad, Edy Suherli, Bambang Eros, dan Irfan Medianto saat bertandang ke kantor VOI di bilangan Tanah Abang, Jakarta Pusat, belum lama berselang. Inilah petikan selengkapnya.
Setelah melalui perjuangan yang panjang, Partai Gerindra dan partai koalisi berhasil memenangkan Prabowo - Gibran. Menurut Anda, apa rahasianya?
Alhamdulillah, yang pertama memang kita tidak bisa memungkiri bahwa dengan bergabungnya Mas Gibran dalam konstelasi ini, tidak lama setelah deklarasi angka yang tadinya hanya Pak Prabowo menjadi Prabowo – Gibran, angka tersebut naik secara signifikan. Tentunya secara logika, hal tersebut masuk akal, karena mereka yang loyalis kepada Pak Jokowi menganggap bahwa Mas Gibran ini adalah perwakilan dari Pak Jokowi dalam pemilu 2024. Sehingga banyak yang loyalis beliau yang akhirnya masuk sebagai pendukung dalam Prabowo – Gibran. Angka penambahannya sekitar 10 poin.
Dengan berjalannya waktu sebagai bagian dari TKN, kerja keras mulai Oktober dan November dengan peta koalisi yang jelas dan dengan peta pileg yang juga mulai berjalan, apa yang kami perjuangkan terlihat. Mulanya banyak yang mengkritik mengapa angka survei tidak naik-naik meskipun Gibran sudah bergabung. Banyak yang merasa bahwa ini tidak naik-naik, namun setelah para caleg pun ikut mengampanyekan Prabowo Gibran selain berkampanye untuk diri mereka sendiri. Dan kerja keras semua pihak itu terjawab setelah pencoblosan. Hasil hitung cepat menunjukkan angka yang diperoleh Prabowo - Gibran amat memuaskan.
Ya, semua pihak berjuang dengan caranya masing-masing. Saya rasa ini semua hasil kerja keras dari semua elemen, dari partai, kader, simpatisan, dan relawan. Dan relawan ini jumlahnya juga tidak sedikit, mereka ingin mendukung tetapi tidak terafiliasi dengan salah satu partai. Awalnya, ekspektasi saya realistis saja, bahwa mungkin menang dengan margin 51% atau sedikit lebih. Ketika dilakukan exit poll, angkanya mencapai 54% sampai 56%, saya mulai sedikit lega. Kami pasrah saja, karena sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Dan setelah quick count dipublikasikan, senyum kami semakin lebar, karena angkanya mencapai tujuh sampai delapan persen.
Saya melihat ini adalah kontribusi mereka yang selama masa kampanye tidak bersuara dan itu banyak sekali. Setelah ketahuan hasilnya, mereka yang selama ini diam akhirnya bersuara. Saya adalah bagian dari mereka yang selama ini diam.
Berapa besar pengaruh generasi Z dalam menyumbangkan suara?
Suara generasi Z dan milenial memang besar, 56% untuk nasional. Ada gerakan-gerakan sejak bulan Januari untuk mengajak calon pemilih untuk Golput. Saya sudah deg-degan, karena sebagian besar pendukung kita adalah generasi Z dan milenial. Ternyata apa yang kami khawatirkan tidak terbukti. Mereka yang selama ini diam, akhirnya memberikan respons di TPS dengan menyuarakan pilihannya kepada Prabowo - Gibran.
Setelah dinyatakan menang, pekerjaan berikutnya adalah menyusun kabinet dan pemerintahan baru. Apakah Anda, sebagai kader, diminta saran oleh Prabowo?
Seperti biasa, pasti di setiap ada transisi pemerintahan, ada pembahasan antarpartai politik soal kabinet dan susunan pemerintahan. Bahkan saat koalisi terbentuk pun hal itu sudah dibahas, namanya politik begitu. Apakah saya dimintai saran? Tidak. Beliau hanya mendapatkan masukan dari pakar-pakar, tim pakar beliau; dewan pakar. Yang kedua, ada dari orang-orang di sekeliling beliau yang beliau percayai. Lalu yang ketiga, rekan-rekan beliau yang sekarang masih ada di kabinet. Selain dari tentunya pimpinan partai-partai politik lainnya, namun sangat terbatas. Mereka berhak mengusulkan nama calon menteri, namun yang memutuskan tetap Pak Prabowo.
Terlepas diminta saran atau tidak, apa saran Anda untuk Prabowo-Gibran dalam menyusun kabinet dan pemerintahan?
Saya menyerahkan soal kabinet kepada Pak Prabowo, karena kami sudah percaya kepadanya sejak awal sebagai pemimpin. Dia lebih paham kondisi Indonesia daripada kami, kader biasa. Tentunya, harapan kami adalah harus ada keterwakilan perempuan di dalam kabinet, juga ada keterwakilan anak muda. Namun yang tak kalah pentingnya menurut saya adalah kapasitas dan kapabilitas. Yang punya kapasitas dan bisa bekerja. Terlepas dari jenis kelaminnya, apakah dia muda, apakah dia tua, bagi saya tak masalah. Di situ, saya percayakan semuanya kepada Pak Prabowo.
Sejauh ini, apakah sudah ada nama yang disebutkan untuk mengisi posisi di kabinet?
Belum ada yang disebutkan secara spesifik. Mungkin ada yang disebut atau diungkapkan oleh beberapa pihak tertentu. Kami masih menunggu pengumuman hasil hitung manual. Saat ini masih sibuk dengan suasana bulan puasa dan lebaran. Seharusnya pertanyaan ini tidak ditujukan kepada saya. Kemungkinan saya diminta sangat kecil. Bukan masalah apakah saya memiliki kemampuan atau siap atau tidak, karena kami di Gerindra dididik sebagai pejuang politik. Jika negara membutuhkan, kami akan siap. Jika ada politisi yang tidak siap, mengapa dia terlibat dalam politik?
Bukan masalah saya siap atau tidak, tapi masalahnya adalah saya adalah bagian dari keluarga ayah dan pakde saya. Saya tidak ingin menjadi alasan untuk masalah di masa depan. Jadi, jika misalnya setelah perundingan dan kesepakatan bersama saya ditanya, itu adalah masalah yang berbeda. Namun, saya tidak akan memikirkannya saat ini karena saya adalah caleg terpilih. Tentu saja, saya harus fokus pada bagaimana saya bisa melakukan tugas saya sebaik mungkin setelah saya dilantik sebagai anggota DPR RI. Tentang kabinet, itu sepenuhnya di tangan Pak Prabowo.
Apakah Anda siap jika dipanggil untuk duduk di kabinet?
Saya akan mencoba menolak terlebih dahulu karena saya perlu melindungi pakde saya. Karena bagaimanapun juga, akan muncul tudingan nepotisme dan sebagainya.
Terkait dengan keterwakilan perempuan di kabinet, apakah menurut Anda harus diatur?
Menurut saya, data di seluruh dunia telah membuktikan bahwa kehadiran perempuan di kepemimpinan, baik di bisnis maupun pemerintahan, memberikan dampak yang positif. Namun, apakah itu harus diatur sebagai kebutuhan bisa diperdebatkan. Keterwakilan perempuan yang memadai di kabinet akan mencerminkan kemampuan perempuan Indonesia. Sebagai contoh, Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, mengisi kabinetnya dengan 50% perempuan.
Sebagai Wakil Ketua Umum DPP Gerindra Bidang Pemuda dan Perempuan, apa saja program yang menjadi prioritas?
Di Gerindra, kami memiliki sayap pemuda yang disebut Tidar (Tunas Indonesia Raya). Tidar didirikan enam bulan setelah partai didirikan, sehingga usianya sama dengan partai. Tidar bertujuan untuk menjadi wadah bagi anak muda di bawah 35 tahun yang ingin terlibat dalam politik dan sebagai jembatan antara partai dan anak muda. Kami semua di partai politik memiliki tujuan yang sama, yaitu meraih sebanyak mungkin suara. Ketika menjadi anggota dewan, kami dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah.
Tidar adalah tempat pembentukan kader, berbeda dengan sekolah partai yang ada di Hambalang. Kami memiliki Akademi Kepemimpinan, disebut Tunas, yang terdiri dari Tunas 1-4. Untuk menjadi calon anggota dewan, seseorang harus mengikuti Tunas 1-4. Untuk jabatan pengurus daerah, seseorang harus melewati Tunas 3. Untuk menjadi ketua atau pengurus cabang, seseorang harus mengikuti Tunas 1-2. Kami memiliki proses kaderisasi yang jelas. Selain itu, target kami adalah mendapatkan suara dari anak muda.
Apa yang membedakan Gerindra dari partai lain?
Menurut saya, partai-partai pada dasarnya sama. Ketika mengikuti pemilu, tujuan utamanya adalah meraih sebanyak mungkin suara. Namun, ketika dihadapkan pada pemilihan kader yang memiliki kapasitas, kapabilitas, dan juga dukungan, yang seperti itu yang akan dipilih sebagai calon anggota dewan. Jadi, dalam hal probabilitas, kader yang baik, baik perempuan maupun laki-laki, akan dipilih.
Sebagai anak Hasim Djojohadikusumo dan keponakan Prabowo, bagaimana tanggapan Anda mendapatkan privilege?
Saya sudah berkarier di Gerindra selama 15 tahun. Saya memulainya dari bawah. Saya tidak mendapatkan perlakuan istimewa, tetapi mungkin ada beberapa privilege. Saya membangun karier saya dari bawah hingga sekarang menjadi Wakil Ketua Umum DPP Gerindra. Ketika saya menjadi calon anggota dewan, posisi nomor 2 diisi oleh Ahmad Riza Patria, mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, karena dia lebih berpotensi daripada saya. Jadi, tidak ada perlakuan istimewa bagi saya. Saya bersyukur bisa terpilih menjadi anggota DPR RI.
Sebelum terjun ke politik, penting untuk memahami aturan partai yang akan Anda pilih. Setiap partai memiliki aturan yang berbeda meskipun ada beberapa kesamaan. Setelah memahaminya, ikuti permainannya. Sebagai politisi, jangan hanya berdasarkan idealisme semata. Anda juga harus bisa melihat realitas yang ada. Kami di Gerindra mendukung Pak Prabowo, itu saja.
Baca juga:
- Jalankan Visi Misi Prabowo-Gibran, TKN Gelar Pemeriksaan Kesehatan Gratis untuk Masyarakat
- Gibran Lancar Debat Dikira Hapalan, TKN: Justru Dia Satu-satunya Cawapres Tanpa Teks
- Soal Perempuan dalam Politik Indonesia Harus Jadi Hal Biasa, Bukan Lagi Isu Sensisitif yang Perlu Dibahas
- TKN Anggap Jawaban Gibran di Debat Bukan 'Menampar' Tapi Bukti Pengalaman
Apa saja persoalan Pemuda Indonesia saat ini menurut Anda, terutama mengingat kita akan menghadapi bonus demografi?
Kami telah memperjuangkan ini sejak awal, itulah sebabnya Tidar dibentuk. Kami percaya pada persiapan generasi muda, dan Pak Prabowo menegaskan bahwa regenerasi adalah keniscayaan. Pada kongres Gerindra terakhir, beliau menekankan bahwa kepengurusan DPP berikutnya harus didominasi oleh anak muda di level pimpinan. Karena itulah saya dipilih sebagai Wakil Ketua Umum, dan banyak anak muda lainnya yang menduduki posisi penting di sekitarnya.
Apakah itu komitmen beliau untuk regenerasi di Gerindra?
Saya ingin klarifikasi bahwa itu bukan sekadar komitmen, melainkan sudah menjadi pendiriannya. Pak Prabowo tidak hanya berjanji, tapi juga bertindak sesuai dengan prinsip-prinsipnya. Dia memiliki latar belakang TNI, di mana seseorang harus pensiun pada usia tertentu. Dia menyadari pentingnya regenerasi di Gerindra, karena partai ini harus menjadi lebih besar dari dirinya. Namun, saat ini, dia adalah pemimpin kami, dan kita percaya padanya untuk menunjukkan arah dan langkah selanjutnya.
Sebagian besar partai politik di Indonesia, termasuk Gerindra, menempatkan keluarga dalam struktur kekuasaan. Apa tanggapan Anda?
Kita adalah minoritas dalam hal ini. Dari pengurus muda di DPP, hanya dua orang yang berasal dari keluarga. Saya sendiri tidak mendapatkan perlakuan istimewa dalam proses saya mencapai posisi saat ini. Semua itu melalui proses yang adil.
Tentang emansipasi, apakah situasinya sekarang sesuai dengan harapan RA Kartini dan pahlawan perempuan lainnya?
Emansipasi perempuan memiliki dua sisi. Pertama, perempuan sering ditekan untuk menyadari potensinya. Namun, sering kali kita lupa bahwa perempuan terbelakang karena kurangnya pengetahuan sejarah dan literasi. Kita memiliki banyak tokoh perempuan hebat di Indonesia, tetapi banyak yang lupa akan kontribusi mereka karena kurangnya pemahaman akan sejarah.
Tetapi bukankah sudah ada perempuan yang menduduki posisi tinggi dalam pemerintahan?
Ya, tetapi mereka biasanya terpilih melalui sistem internal lembaga, bukan melalui pemilihan umum. Masih banyak yang harus kita lakukan dalam hal ini. Saya harap suatu hari nanti, kehadiran perempuan dalam kepemimpinan akan menjadi sesuatu yang biasa.
Apakah tantangan-tantangan yang dihadapi perempuan sekarang ini berbeda dari sebelumnya?
Ya, saya menghadapi tantangan di beberapa bidang. Pertama, dalam hal politik, sistem politik tanpa batasan pengeluaran membuatnya lebih mudah bagi orang dengan uang atau popularitas untuk menang. Kedua, dalam hal ekonomi, masih banyak perempuan yang mengalami diskriminasi meskipun memiliki potensi yang sama. Dan ketiga, dalam hal budaya, masih ada stigma terhadap perempuan, bahkan dari perempuan sendiri.
Apa yang bisa kita lakukan untuk mengubah pandangan dan budaya terhadap perempuan?
Persepsi bahwa perempuan hanya cocok untuk urusan rumah tangga harus diubah. Ini tidak bisa hanya dilakukan dengan mengajarkan, tetapi juga dengan memberikan contoh. Saya telah menunjukkan bahwa seorang perempuan bisa melakukan segalanya, bahkan saat hamil. Kami semua memiliki peran untuk mengubah cara pandang ini.
Bagaimana kita bisa mengatasi masalah-masalah sosial yang dialami oleh perempuan?
Semua masalah sosial pada dasarnya berkaitan dengan aspek ekonomi. Kita harus melihat secara menyeluruh, apakah ada cukup lapangan kerja untuk semua orang. Kita juga harus memperhatikan kesejahteraan ekonomi, karena itu berkaitan langsung dengan masalah-masalah sosial. Program-program seperti memberikan makanan tambahan untuk ibu hamil adalah contoh langkah yang bisa diambil untuk mengatasi masalah ini.
Rahayu Saraswati Djojohadikusumo: Belajar Mencintai dari Anak Down Syndrome
Anak adalah titipan Tuhan kepada kedua orang tua. Hal itu disadari benar oleh Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, karena itu apa pun kondisi yang dialami anaknya ia terima apa adanya. Dia yakin sekali Tuhan tidak akan salah menempatkan titipannya. Dari anak down syndrome, bisa banyak belajar mencintai sesama.
Dari pernikahan Sara dengan Harwendro Aditya, mereka dikaruniai tiga anak; Narendra, Wira, dan Janissa. Bagi Sara, setiap anaknya punya kelebihan satu dengan yang lain. Dan dia selalu memberikan perhatian yang sama untuk ketiga buah hatinya. “Saya dan suami dalam iman kami percaya kalau anak itu adalah titipan Tuhan. Dan kami percaya bahwa setiap makhluk ciptaan Tuhan itu diciptakan secara sempurna terlepas dari kondisi fisik dan mentalnya seperti apa,” ujar perempuan kelahiran Jakarta, 27 Januari 1986.
Anak pertama dan ketiganya dalam kondisi normal. Namun putra keduanya terlahir dalam keadaan down syndrome. Saat pertama menerima kabar ini dari dokter, ia sempat bersedih. Namun perlahan-lahan ia bisa menerima keadaan ini. “Sehingga pada saat kami mendapat kabar itu, satu-satunya hal yang terlintas dalam pikiran saya adalah selain dari persoalan apa yang akan dihadapi adalah apakah dunia ini siap untuk dia. Kalau kami sebagai orang tua tentu sudah siap sekali,” akunya.
Dia juga yakin ada maksud dari Tuhan menempatkan Wira dalam keluarganya. “Dalam iman yang kami yakini, Tuhan tidak akan salah dalam pilihannya, tidak akan salah menempatkan anak saya di dalam keluarga saya, itu ada maksud dan tujuan yang sangat spesifik,” ujar perempuan bernama lengkap Rahayu Saraswati Dhirakanya Djojohadikusumo.
Wira adalah Ksatria
Sejak mengetahui kalau Wira berkebutuhan khusus, Sara dan suaminya sudah menguatkan hati untuk berjuang menemani tumbuhkembangnya. “Kami dari awal akan terus berjuang selama dia mau berjuang. Makanya kami namakan dia Wira, artinya ksatria. Sejak masih dalam kandungan dia sudah berjuang, detak jantung kencang,” ungkap Sara yag sudah membintangi sejumlah film seperti Sarah Garuda, Hati Merdeka dan Gunung Emas Almeyer.
Keluar masuk rumah sakit sudah dilalui oleh Sara dan suaminya. Dan dari pengalaman itu ia bersaksi kalau Wira adalah pejuang. “Puji Tuhan dia seorang anak yang bertipe pejuang. Memang anak yang mengalami down syndrome punya keterbatasan intelektual atau mental, bukan berarti mereka justru menjadi manusia yang kurang. Mereka punya kelebihan yaitu mereka tidak punya kemampuan untuk membenci,” katanya.
Dalam konteks ini, lanjut Sara, justru orang normal bisa belajar. Kalau ini bisa ditiru, tak akan ada perang dan permusuhan antar manusia. “Kita harusnya belajar dari mereka dalam kapasitas untuk mencintai sesama. Mereka tak tahu caranya membenci seperti apa. Kalau rasa jengkel mungkin ada, tapi cuma sebatas itu,” lanjut perempuan yang juga menjadi host acara Talk Indonesia dan Hot Indonesia di MetroTV.
Dan kalau sudah bertemu Wira, suasananya akan selalu senang. “Karena dia tidak bisa membenci, dia akan menularkan virus kebahagiaan kepada setiap orang yang dijumpainya,” katanya. Hal lain, masih kata Sara, ketika berkomunikasi dengan orang lain dia paham. “Ya tentunya paham dengan cara dia sendiri. Dan untuk Wira saya yakin dia pintar dengan caranya. Soalnya dia paham bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Cuma dia nonverbal. Itu yang harus dipahami orang yang bertemu dengan anak seperti ini,” ungkapnya.
Lingkungan yang Mendukung
Satu hal yang disyukuri Sara, lingkungan keluarga aman mendukung tumbuh kembang Wira. “Saya sangat bersyukur bahwa salah satu hal yang mempermudah saya dan suami karena support system-nya kondusif. Kami bisa membesarkan Wira dengan dukungan dari keluarga besar maupun juga dari orang-orang yang kita percayai bersama seperti mbak dan sopir. Sopir saya itu kalau Wira sakit mereka ikut sedih,” katanya.
Kesulitan berkomunikasi dengan Wira bagi Sara bukan tantangan yang besar. “Ya kita harus terus belajar bagaimana berkomunikasi dengan dia yang nonverbal. Dan itu hal yang biasa, jadi bukan tantangan yang besar. Berkomunikasi dengan anak-anak normal pun kadang tidak mudah. Tantangannya lebih kepada bagaimana kita sebagai orang tua bisa memberikan dia sesuai dengan kebutuhan dia,” katanya.
Satu hal yang dilakukan Sara adalah terbuka dengan kondisi anaknya agar lingkungan bisa memahami. “Lingkungan tidak paham karena mereka tidak tahu. Itulah kenapa saya selalu terbuka dan mengekspose kondisi Wira. Menurut saya lebih baik terekspose sekarang. Kadang kita ini takut kepada hal yang kita tidak ketahui yang akhirnya kita malah menjauhi dan memusuhi dan salah kaprah,” tegasnya.
Menurut Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, hadirnya anak berkebutuhan khusus adalah ujian dari Tuhan kepada manusia. “Sebagai manusia sebenarnya kita sedang diuji oleh Tuhan, bagaimana kita memperlakukan mereka yang sebenarnya adalah malaikat yang dikirim Tuhan ke dunia. Apakah kita bisa lulus dengan ujian ini?” katanya menyudahi perbincangan.
"Saya menyerahkan soal kabinet kepada Pak Prabowo, karena kami sudah percaya dia sejak awal sebagai pemimpin. Dia yang lebih paham kondisi Indonesia daripada kami kader biasa. Tentunya harapan kami harus ada keterwakilan perempuan di dalam kabinet, juga ada keterwakilan anak muda. Tapi yang tak kalah pentingnya menurut saya kapasitas dan kapabilitas. Yang punya kapasitas dan bisa kerja. Terlepas dari gendernya apa, apakah dia muda, apakah dia tua, bagi saya tak soal,"