Apple Gagal Batalkan Gugatan terkait Biaya Komisi App Store di Inggris
JAKARTA - Tawaran Apple untuk membatalkan gugatan senilai hampir 1 miliar dolar AS (Rp16,1 triliun) ditolak pada Jumat, 12 April, dimana seorang hakim memutuskan bahwa perusahaan tersebut harus menghadapi tuduhan bahwa mereka menagih biaya komisi yang tidak adil kepada lebih dari 1.500 pengembang berbasis di Inggris atas pembelian aplikasi dan konten lainnya.
Sean Ennis, seorang profesor hukum persaingan dan ekonom, memimpin kasus ini, yang diajukan di Pengadilan Banding Persaingan London (CAT) tahun lalu dan mengklaim bahwa Apple menagih biaya komisi yang tidak adil kepada pengembang hingga 30%.
Pengacara Ennis mengatakan bahwa raksasa teknologi AS tersebut menyalahgunakan posisi dominannya di pasar distribusi aplikasi di iPhone dan perangkat Apple lainnya serta menuntut ganti rugi.
Apple telah menghadapi tekanan yang meningkat dari regulator di AS dan Eropa atas biaya yang mereka kenakan kepada pengembang pihak ketiga yang mendistribusikan aplikasi melalui App Store. Perusahaan tersebut mengatakan bahwa 85% pengembang di App Store mereka tidak membayar komisi sama sekali.
Di Uni Eropa, undang-undang baru telah memaksa Apple untuk memungkinkan pengguna untuk mengunduh aplikasi dari sumber-sumber alternatif, termasuk situs web dan toko aplikasi alternatif. Sementara itu, di AS, perusahaan itu melakukan perubahan pada App Store-nya setelah pertempuran hukum panjang dengan Epic Games, perusahaan di balik "Fortnite".
Baca juga:
Pengacara Apple, Daniel Piccinin, berpendapat dalam persidangan pada bulan Januari bahwa pengembang tidak bisa mengajukan klaim di Inggris, kecuali mereka dikenakan biaya atas pembelian yang dilakukan melalui App Store Inggris.
Namun, upaya Apple untuk menolak bagian dari kasus tersebut ditolak oleh Hakim Andrew Lenon dalam putusan tertulis pada Jumat lalu.
Lenon mengatakan bahwa pengacara Ennis memiliki prospek realistis untuk membuktikan bahwa "pembebanan komisi Apple kepada pengembang aplikasi yang berbasis di Inggris terkait dengan perdagangan yang dilakukan di platform non-Inggris memang merupakan perilaku yang dilakukan di Inggris".
Apple juga menghadapi kasus terpisah atas baterai iPhone yang diduga cacat atas nama sekitar 24 juta pengguna iPhone, yang telah disertifikasi tahun lalu. Perusahaan tersebut menggugat kedua kasus tersebut, yang tidak diharapkan akan dibawa ke pengadilan sebelum tahun 2025.