Syarat Seseorang Disebut Musafir dan Boleh Tidak Berpuasa
YOGYAKARTA - Musafir termasuk golongan orang-orang yang diperbolehkan tidak berpuasa. Seperti yang dikenali secara umum, musafir adalah seseorang yang sedang melakukan perjalanan jauh. Lantaran aktivitas perjalanan bisa menyebabkan kesulitan dan kondisi tertentu, seorang musafir boleh untuk tidak puasa.
Seseorang bisa disebut musafir misalnya ketika melakukan perjalanan mudik ke kampung halaman. Waktu tempuh yang jauh dan kondisi jalan tentunya bisa membuat pemudik kelelahan, haus, atau lapar. Bagi pemudik yang merasa tidak kuat berpuasa, maka mendapat keringanan untuk tidak melanjutkan puasanya.
Namun status musafir dalam ajaran Islam ini tidak boleh disalahgunakan. Ada sejumlah ketentuan yang membuat seseorang tergolong musafir. Lantas apa saja syarat seseorang disebut musafir sehingga boleh tidak berpuasa?
Syarat Seseorang Disebut Musafir
Ajaran mengenai keringanan membatalkan puasa bagi seseorang yang sedang bepergian terdapat dalam ayat Al-Quran. Dalam surat Al Baqarah ayat 185 berbunyi:
"Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain."
Seseorang yang termasuk musafir karena sedang melakukan perjalanan maka diberikan hak dan keringanan dalam menjalani puasa. Namun tidak serta merta setiap seseorang yang melakukan perjalanan bisa disebut sebagai musafir. Terdapat beberapa syarat untuk seseorang dapat diakui sebagai musafir.
Berdasarkan pendapat para ulama, istilah musafir dalam Islam menyangkut 3 syarat utama. Ketiga syarat tersebut, yaitu keluar dari wathan atau tempat tinggal, memiliki tujuan tertentu, dan adanya jarak minimal ke tempat yang dituju.
Keluar dari Wathan
Salah satu syarat seorang musafir adalah keluar dari area rumah atau tempat tinggalnya. Keluar dari wathan maksudnya yaitu dirinya secara fisik sudah tidak berada di lingkungan tempat tinggalnya. Jika belum keluar dari area tersebut, maka seseorang belum menjadi musafir.
Mempunyai Tujuan Tertentu
Syarat lain untuk seseorang dianggap musafir adalah memiliki tujuan jelas dalam melakukan perjalanan. Seorang bisa disebut musafir ketika melakukan perjalanan dengan tujuan yang pasti atau spesifik. Bukan hanya sekadar jalan-jalan mengisi waktu luang dan tanpa arah tujuan.
Adanya Jarak Menuju Lokasi yang Dituju
Kriteria selanjutnya untuk seseorang disebut musafir adalah adanya jarak dalam perjalanannya. Seseorang harus melakukan perjalanan dengan jarak minimal yang harus dilalui dari tempat tinggal ke lokasi tujuan.
Lantas seberapa jauh jarak tempuh seseorang dapat dikatakan musafir? Jarak perjalanan seseorang bisa disebut musafir yaitu kurang lebih 80 km. Selama menjangkau jarak tersebut, seorang musafir tidak berencana untuk menetap atau tinggal di suatu tempat lebih dari 3 hari.
Baca juga:
- Hadits Tentang 7 Dosa Besar yang Merusak dan Tak Dapat Ampunan Allah SWT
- 7 Potret Rachel Amanda Jalani Puasa di Amsterdam, Tetap Mencoba Produktif Belajar
- Keramas Tiap Hari vs Keramas Seminggu Sekali, Mana yang Lebih Baik?
- Disebut Kafein Emosi, Cara Ini Bermanfaat Menukar Emosi Negatif untuk Lebih Bahagia
Hukum Puasa Ramadan bagi Musafir
Meski seorang musafir termasuk kategori orang yang mendapat keringanan untuk membatalkan puasa, namun bukan berarti harus tidak berpuasa. Seorang musafir bisa tetap melanjutkan puasanya asalkan merasa mampu. Akan lebih baik ketika seorang musafir masih kuat untuk menunaikan ibadah puasa hingga tuntas.
Namun jika musafir mengalami kondisi-kondisi tertentu yang memberatkan atau menyulitkan, maka diperbolehkan membatalkan puasanya. Dalam buku ‘Panduan Lengkap Puasa Ramadhan Menurut Al-Quran dan Sunnah’ yang ditulis Abu Abdillah Syahrul Fatwa dan Abu Ubaidah Yusuf, dijelaskan bahwa seorang pejalan boleh tidak berpuasa apabila mengalami kondisi-kondisi berikut ini:
- Jika puasa sangat memberatkan dan dikhawatirkan dapat membahayakan diri seorang musafir, maka haram baginya berpuasa.
- Jika berpuasa tidak terlalu memberatkan si musafir, maka puasanya dibenci. Sebab, ia berpaling dari keringanan yang telah Allah SWT berikan.
- Jika puasa tidak memberatkannya, maka seorang musafir boleh memilih antara dua hal, melanjutkan puasa atau berbuka.Jika keduanya dirasa sama-sama mudah, maka diajarkan untuk mengutamakan berpuasa.
Demikianlah syarat-syarat seseorang disebut musafir dan boleh tidak berpuasa. Jika dirimu termasuk musafir dan merasa kuat menyelesaikan puasa, maka tetap harus mengutamakan puasa. Anda boleh membatalkan puasa jika mengalami kondisi-kondisi tertentu yang menyulitkan puasa Anda. Baca juga golongan orang yang tidak diwajibkan berpuasa.
Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri lainnya di VOI. Kami menghadirkan info terbaru dan terupdate nasional maupun internasional.