Investor Diingatkan Perhatikan Tiga Risiko di Tengah Optimisme Pasar Obligasi
JAKARTA - Investor diingatkan ada tiga risiko yang perlu diperhatikan di tengah optimisme pemangkasan suku bunga yang akan berdampak positif bagi pasar obligasi.
Portfolio Manager, Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Laras Febriany menyebut, risiko utama adalah apabila terdapat indikasi mundurnya waktu pemangkasan suku bunga The Fed, yang dipengaruhi oleh data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang lebih resilient dari ekspektasi.
“Perubahan ekspektasi pasar tentunya dapat menyebabkan volatilitas di pasar,” ujar Laras mengutip Antara.
Menurut dia, geopolitik juga dapat menjadi faktor yang tidak dapat diprediksi, dengan konflik yang masih berlanjut di Timur Tengah dan Ukraina, serta hubungan AS dan China yang cenderung tidak stabil.
“Walau kondisi geopolitik ini tidak mempengaruhi ekonomi Indonesia secara langsung, namun eskalasi kondisi dapat mempengaruhi risk appetite investor,” ujar Laras.
Kemudian, dari sisi domestik, perkembangan inflasi dan juga rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 oleh Presiden terpilih baru, akan menjadi perhatian pasar.
Ia menyebut kondisi global yang fluktuatif di tengah ketidakpastian kebijakan The Fed tentunya akan mempengaruhi selera investasi investor asing.
Di sisi lain, menurutnya, bauran kebijakan Bank Indonesia (BI) yang pro-stabilitas dan minat investor domestik yang kuat berhasil menopang pasar obligasi sampai saat ini.
“Tingkat imbal hasil yang menarik serta optimisme pasar terhadap potensi pemangkasan suku bunga masih mendukung minat investor domestik terhadap pasar obligasi,” ujar Laras.
Tercatat, periode Januari- Februari 2024, investor asing mencatatkan penjualan bersih Rp5,5 triliun, namun BI membukukan pembelian bersih Rp39 triliun, dan investor individu mencatat pembelian bersih Rp22 triliun.
Baca juga:
Hingga akhir Februari 2024, rata-rata penawaran lelang Surat Utang Negara (SUN) mencapai Rp58 triliun per lelang, atau lebih tinggi dari rata-rata penawaran di 2023 sebesar Rp44 triliun.
Dalam kesempatan ini, ia tidak memungkiri bahwa volatilitas jangka pendek di pasar obligasi masih dapat terjadi hingga terdapat kejelasan arah kebijakan suku bunga dari The Fed, sehingga, pihaknya selalu mengelola portofolio secara aktif, bergerak dinamis antara defensif dan agresif untuk membentuk portofolio yang optimal.
“Strategi portofolio akan disesuaikan berdasarkan tinjauan makroekonomi terkini serta fokus pada manajemen durasi, kas dan pemilihan efek untuk membentuk portofolio yang dapat bergerak dengan lincah,” ujar Laras.