Bagikan:

JAKARTA - Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terjaga diperkirakan bisa tetap berlangsung hingga akhir tahun mendatang. Nada optimisme itu didasarkan pada beberapa hal fundamental yang dimiliki RI.

Seperti yang disampaikan oleh Deputy Director Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto. Menurut dia, Indonesia menjadi salah satu negara yang akan kuat menahan guncangan saat ini.

“Negara-negara lain mungkin mengalami resesi, namun saya kita tidak akan sampai terjadi karena adanya daya tahan dan penopang ekonomi dari berbagai aspek yang sudah dan akan dilakukan,” ujarnya dalam diskusi Doku Talk pada Senin, 3 Oktober.

Eko menjelaskan, bahwa tantangan ekonomi sudah mulai terasa dari beberapa bulan sebelumnya, terutama dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan perubahan nilai tukar rupiah.

“Kalau nilai tukar sudah melemah, artinya ada problem dalam optimisme. Namun, harapan untuk mencapai pertumbuhan di akhir tahun 5 persen masih ada. Artinya, kita akan tumbuh di level itu,” tutur dia.

Eko mengungkapkan pula jika pelemahan rupiah yang terjadi belakangan ini adalah hal wajar mengingat faktor utama penyebab berasal dari eksternal.

“Tidak ada yang bisa menghindari dampak dari kenaikan suku bunga Amerika Serikat yang agresif. Di dalam negeri kita merespon dengan menaikkan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) dengan harapan bisa turut menjaga fluktuasi akibat penyesuaian harga BBM (inflasi),” terang dia.

Dalam kesempatan yang sama, Director Batavia Prosperindo Aset Manajemen Eri Kusnadi menyatakan bahwa ekonomi Indonesia masih dalam keadaan yang tangguh.

“Saya rasa sampai dengan 2022 masih cukup oke. Walaupun kita tidak bisa melihat semua indikatornya bagus dalam bentuk ideal. Sebagai contoh yield obligasi, lalu nilai tukar rupiah, bahkan untuk pasar saham, kita masih menjadi salah satu di dunia yang masih positif dalam year to date-nya,” kata dia.

Eri menyampaikan pula kondisi yang terjadi saat ini justru harus disikapi dengan bijak bagi para investor dalam melakukan tindakan.

“Kita harus disiplin sesuai dengan profil risiko kita. Memang mungkin kalau suku bunga naik, obligasi bisa saja kurang menarik. Tapi bagi investor yang konservatif, ya tidak harus pindah ke pasar saham juga. Kita harus disiplin dari profil risiko, perencanaan keuangan, jangka waktu, dan kebutuhan kelas aset yang mana,” ucapnya.

Untuk investor pasar saham, sambung Eri, para investor itu harus disiplin dalam melakukan averaging.

“Bukan lihat tanggal atau bulan, namun dapat melihat posisi. Kalau misalkan dari posisi terakhir dibandingkan dengan sekarang selisihnya sudah lumayan, kita melakukan averaging. Sebab, terlepas dari fundamental ekonominya yang kuat, kalau kita bicara pasar saham tidak dapat dihindari berita dan sentimen jangka pendek. Jadi harus jeli melakukan averaging,” tegas dia.

Senada, praktisi perencanaan keuangan dan investasi Benny Sufami mengemukakan pendapatnya bahwa kondisi ekonomi yang saat ini terjadi justru dapat memberikan peluang bagi para investor dalam mengembangkan perencanaan keuangannya. Menurut dia, banyak aspek-aspek investasi yang masih bisa dijajaki di dalam situasi seperti ini.

“Kita mesti optimistis dengan berbagai situasi. Kondisi ini harus dapat kita manfaatkan dengan mengatur pola perencanaan keuangan yang sehat. Kita harus efektif dan efisien dalam mengatur keuangan kita,” ujarnya.

Benny menjelaskan secara sederhana praktek keuangan yang teratur. Misalnya, bagi mereka yang dalam sebulan mendapatkan penghasilan, mulai melakukan perencanaan anggaran yang baik, teratur, dan disiplin.

“Buat anggaran bulanan, kalau bisa tambah pemasukan dan kontrol pengeluaran. Kemudian, sisihkan penghasilan untuk ditabung. Buat laporan keuangan mingguan, jika perlu harian. Dan jangan lupa, melakukan investasi untuk masa depan dengan portofolio yang sesuai,” tutup Benny.