Ekonomi Indonesia di Tengah Gejolak Global, Indef: Kuat dan Rupiah Stabil
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Perekonomian global masih dibayang-bayangi ketidakpastian. Efek berkepanjangan konflik Rusia dan Ukraina, perang dagang semikonduktor dua kekuatan ekonomi dunia antara Amerika Serikat (AS) dan China, serta krisis energi dunia menjadi faktor yang memengaruhi ekonomi domestik suatu negara.

Lalu, bagaimana dengan kondisi Ekonomi Indonesia?

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menjelaskan, efek dan tekanan ekonomi yang dihadapi para negara-negara besar di dunia, tentu dapat berimbas secara global.

Mengutip Global Economic Prospects edisi Juni 2023, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi negara-negara maju masih akan melambat di level 0,7 persen pada 2023 dari kondisi 2022 yang tumbuh 2,6 persen. Proyeksi ini melihat bahwa masih ada tekanan terhadap negara-negara dari turbulensi ekonomi global yang belum baik.

Meski gejolak ekonomi global sedang tinggi, Eko meyakini fundamental ekonomi Indonesia masih kuat. Dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia, Menurut Eko, fenomena ekonomi global tidak langsung berdampak dengan ekonomi Indonesia.

Lebih lanjut, Eko menjelaskan hal ini karena, pertumbuhan ekonomi Indonesia sumber utamanya adalah domestik yang memungkinkannya akan terus tumbuh dan kebal dengan tekanan dari luar.

“Selama domestiknya masih bisa bergulir, sebetulnya kita masih bisa tumbuh sekitar 4,8 persen. Memang tidak se-impresif pemerintah yang memiliki target 5,3 persen, tapi kalau sedikit di bawah 5 persen menurut saya masih mungkin yah, karena mempertimbangkan kelesuan yang terjadi pada tataran ekonomi global,” kata Eko saat diskusi ekonomi yang digelar Tumbuh Makna, ditulis Selasa, 18 Juli.

Karena itu, Eko pun mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam hal efektifitas pembelanjaan agar mencapai target pajak yang sesuai dari sisi penerimaan.

Terlebih, Eko mendorong agar pemerintah melakukan government spending agar anggaran negara segara dapat dipompa untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Sejauh ini ekonomi nasional masih terbilang stabil. Karena itu, sudah saatnya melakukan government spending. Anggaran ini harus segera dipompa untuk ke ekonomi riil, dieksekusi di sektor rill untuk kemudian menghasilkan PDB,” tuturnya.

Perlambatan Ekonomi Indonesia

Sementara itu, Co-Founder Tumbuh Makna, Fenny Tjahyadi mengatakan, indikator perlambatan ekonomi di Indonesia belum terlihat, meskipun telah terjadi tekanan global kenaikan suku bunga AS.

Seperti diketahui, pada Juni 2023, The Fed menahan suku bunga acuan di rentang 5 hingga 5,25 persen.

Keputusan ini dinilai mengakhiri tren kenaikan suku bunga secara beruntun.

Salah satu faktor ekonomi Indonesia masih sehat, menurut Fenny, karena nilai tukar rupiah masih terbilang stabil di antara nilai tukar mata uang negara lainnya di dunia.

“Melihat pasar makro di Indonesia pada beberapa bulan terakhir lebih cenderung ke arah positif. Melihat tanda-tanda ini, jadi analisanya adalah perlambatan ekonomi di Indonesia sangat kecil kemungkinannya untuk terjadi,” tuturnya.

Fenny mengatakan, tren positif ini dapat dilihat ketika terjadi inflasi pascalibur hari raya waktu itu.

Bahkan, pada Juli ini inflasi sudah masuk ke rentang target Bank Indonesia.

Tercatat pada awal bulan ini inflasi turun ke level 3,52 persen.

Sementara untuk kategori transportasi mengalami deflasi sebesar 0,1 persen.

Sedangkan untuk sektor makanan dan minuman inflasinya melambat di bawah 0,5 persen.

“Ini terjadi karena permintaannya sudah normal kembali pasca libur hari raya dan juga untuk suplainya sudah cukup tinggi. Selain itu, nilai tukar kita terbilang masih cukup kondusif di tengah nilai tukar mata uang negara-negara lain yang terkena dampak,” katanya.