Ada Tawar-menawar Fee di Kasus Nurdin Abdullah
JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyebut, ada tawar-menawar besaran fee dari di kasus dugaan suap dan gratifikasi yang diterima Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah.
Tawar-menawar fee itu dilakukan oleh Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum (Sekdis PU) Pemprov Sulsel, Edy Rahmat (ER) pada kontraktor yang akan mengerjakan proyek di Sulawesi Selatan. Kontraktor itu adalah Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto (AS).
"Diduga ada tawar menawar fee untuk penentuan masing-masing dari nilai proyek yang nantinya akan kerjakan oleh AS," kata Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu, 28 Februari.
Menurut Firli, tawar menawar ini terjadi pada bulan Februari 2021. Dimana sejak bulan Februari 2021, telah ada komunikasi aktif antara AS dengan ER sebagai representasi dan sekaligus orang kepercayaan NA untuk bisa memastikan agar AS mendapatkan kembali proyek yang diinginkannya di tahun 2021.
Kemudian, sekitar awal Februari 2021, Ketika NA sedang berada di Bulukumba bertemu dengan ER dan juga AS yang telah mendapatkan proyek pekerjaan Wisata Bira.
"NA menyampaikan pada ER bahwa kelanjutan proyek Wisata Bira akan kembali di kerjakan oleh AS yang kemudian NA memberikan persetujuan dan memerintahkan ER untuk segera mempercepat pembuatan dokumen DED (Detail Engineering Design) yang akan dilelang pada APBD TA 2022," kata Firli.
Disamping itu, akhir Februari, ER bertemu dengan NA disampaikan bahwa fee proyek yang dikerjakan AS di Bulukumba sudah diberikan kepada pihak lain. Saat itu NA mengatakan yang penting operasional kegiatan NA tetap bisa di bantu oleh AS.
"AS selanjutnya pada tanggal 26 Februari 2021 diduga menyerahkan uang sekitar Rp2 Miliar kepada NA melalui ER," kata Firli.
Baca juga:
Dalam kasu kasus ini KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Mereka adalah Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulsel.
Kemudian Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum (Sekdis PU) Pemprov Sulsel, Edy Rahmat dan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto sebagai tersangka.
Firli memaparkan, Agung Sucipto yang merupakan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba yang telah lama kenal baik dengan Nurdin Abdullah berkeinginan mendapatkan beberapa proyek pekerjaan infrastruktur di Sulawesi Selatan tahun anggaran 2021.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Sedangkan Agung Sucipto yang ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.