2 Pejabat Majelis Adat Aceh Didakwa Korupsi Pengadaan Buku Rp5,6 Miliar

BANDA ACEH - Jaksa Penuntut Umum mendakwa dua pejabat Majelis Adat Aceh (MAA) dan seorang rekanan melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan buku adat istiadat dengan nilai anggaran mencapai Rp5,6 miliar.

Dakwaan tersebut dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Putra Masduri dan kawan-kawan dari Kejaksaan Negeri Banda Aceh dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh di Banda Aceh, Kamis, 22 Februari.

Persidangan dengan majelis hakim diketuai Teuku Syarafi serta didampingi Zulfikar dan Harmi Jaya masing-masing sebagai hakim anggota. Para terdakwa hadir ke persidangan didampingi tim penasihat hukum masing-masing.

Adapun dua pejabat MAA yang menjadi terdakwa tersebut yakni Muhammad Zaini dan Sadaruddin. Terdakwa Muhammad Zaini selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Sadaruddin selaku pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) di MAA. Sementara terdakwa Emi Sukma selaku rekanan pengadaan buku.

MAA merupakan lembaga daerah di bawah naungan Pemerintah Aceh. Selain di bawah pemerintah provinsi, lembaga daerah tersebut juga dibentuk di tingkat kabupaten kota. Tugas dan fungsi lembaga tersebut melestarikan, membina, mengkaji, dan mengembangkan adat istiadat di Provinsi Aceh.

JPU dalam dakwaannya menyatakan lembaga MAA menerima dana pada tahun anggaran 2022 sebesar Rp3,1 miliar dan pada tahun 2023 sebesar 2,5 miliar. Total anggaran sebesar Rp5,6 miliar tersebut untuk pengadaan buku adat istiadat.

Terhadap anggaran tersebut, kata JPU, terdakwa membagi dalam sejumlah paket pekerjaan dengan nilai di bawah Rp200 juta. Tujuan pembagian paket pekerjaan tersebut untuk menghindari proses pelelangan, sehingga paket pekerjaan dilakukan dengan penunjukan langsung.

"Kemudian, terdakwa Emi Sukma menyediakan sejumlah perusahaan untuk mengerjakan pengadaan buku adat istiadat. Tujuan membuat paket di bawah Rp200 juta agar mudah diatur. Padahal, mata anggaran pengadaan buku tersebut dalam satu kode, tidak boleh dipecah, sehingga melanggar aturan," kata JPU.

JPU menyebutkan pelaksanaan pengadaan dikerjakan tidak sesuai spesifikasi. Akibat perbuatan para terdakwa menyebabkan kerugian negara lebih dari Rp2,6 miliar. Kerugian negara tersebut berdasarkan hasil audit Inspektorat Aceh.

Ketiga terdakwa didakwa secara subsideritas, primair melanggar Pasal 2 jo Pasal 18 huruf a dan b Ayat (2) dan Ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 KUHP.

Sedangkan dakwaan subsider, melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 huruf a dan b Ayat (2) dan Ayat (3) UU / Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 KUHP.

Majelis hakim melanjutkan persidangan hingga 7 Maret 2024 dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi. Majelis hakim memerintahkan JPU menghadirkan pada saksi ke persidangan.