BANDA ACEH - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh memvonis mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (Kadis PUPR) Kota Banda Aceh M Yasir dengan hukuman satu tahun penjara karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengadaan tanah atau lahan untuk zikir.
Vonis tersebut dibacakan majelis hakim diketuai Teuku Syarafi didampingi Harmi Jaya dan Heri Alfian masing-masing sebagai hakim anggota dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh di Banda Aceh, Senin, 4 November.
Selain pidana penjara, majelis hakim juga menghukum terdakwa M Yasir membayar denda Rp50 juta dengan subsider atau hukuman pengganti jika tidak membayar selama satu bulan kurungan.
Majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 3 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b Ayat (2) dan Ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
"Pertimbangan majelis hakim, terdakwa selaku pejabat pelaksana teknis kegiatan pengadaan lahan zikir menyebabkan kerugian negara yang menguntungkan orang lain," kata majelis hakim dilansir ANTARA.
Atas putusan tersebut, terdakwa dan penasihat hukumnya serta jaksa penuntut umum menyatakan pikir-pikir.
Majelis hakim memberikan waktu pikir-pikir selama tujuh hari kepada para pihak untuk menentukan sikap apakah menerima atau melakukan upaya hukum banding.
BACA JUGA:
Vonis majelis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan JPU. Pada persidangan sebelumnya, JPU Sutrisna menuntut terdakwa M Yasir dengan hukuman dua tahun penjara, serta denda Rp100 juta dengan subsidair enam bulan kurungan.
JPU menyebutkan Pemerintah Kota Banda Aceh mengalokasikan anggaran Rp3,27 miliar untuk pengadaan lahan zikir Nurul Arafah Islamic Center dengan luas 1.000 meter persegi lebih pada 2018 dan 2019. Lahan berada di Gampong Ulee Lheue, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh.
Beberapa titik di lahan atau tanah tersebut tidak diketahui pemiliknya. Selanjutnya Deddy Armansyah selaku kepala desa yang didakwa dalam secara terpisah membuat sporadik atau surat penguasaan lahan atas nama Sofyan Hadi.
Selanjutnya, terdakwa M Yasir selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) melegalisasi tanah atas nama Sofyan Hadi serta melakukan pembayaran dengan cara mentransfer uang ganti rugi ke rekening pribadi.
Setelah ditelusuri, ternyata lahan tersebut merupakan bekas pasar dan lorong yang merupakan aset desa setempat, bukan milik orang perseorangan, kata JPU.