Jika Rapunzel Berhijab: Fatwa Khamenei dan Riwayat Jilbab Sejak Revolusi Islam di Iran
JAKARTA - Pemimpin tertinggi Iran, Ali Khamenei mewacanakan fatwa terbaru tentang kewajiban penggunaan penutup kepala atau jilbab untuk tokoh kartun perempuan. Wacana yang mengundang tanya. Namun landasan pemikiran semacam itu bukan hal yang tiba-tiba untuk Iran. Revolusi Islam 1979 sangat memengaruhi Negeri Para Mullah.
Dikutip dari IranWire, Khamenei melontarkan wacana itu ketika ditanya soal apakah pihaknya tengah mengonfirmasi peran jilbab dalam karakter kartun. Pernyataan mengenai itu disampaikan Khamenei di sebuah kanal di Telegram.
"Meskipun mengenakan jilbab dalam situasi hipotetis seperti itu tidak diperlukan, jilbab dalam animasi dibutuhkan karena konsekuensi dari tidak mengenakan jilbab," kata Khamenei, dikutip Selasa, 23 Februari.
Meski begitu, masih harus dilihat bagaimana fatwa Khamenei akan memengaruhi film dan serial animasi yang tayang di iran. Yang jelas sebagian ulama dan kelompok agama telah menyatakan menentang film dan serial asing yang menampilkan perempuan tanpa jilbab.
Para ulama meyakini tontonan perempuan tanpa jilbab akan mendorong para perempuan melepas penutup kepala mereka. Namun sebagian pemuka agama lain percaya hijab bukan hal yang wajib di dalam layar. Bagaimanapun, belum ada komentar lanjutan yang resmi dari pemerintah Iran soal wacana Khamenei.
Jilbab dan Revolusi Islam Iran
Pada 2020 lalu, ada sebuah iklan yang menampilkan perempuan tanpa jilbab di Iran. Iklan itu berbuntut sanksi yang tak main-main. Jaksa penuntut di Kota Kermanshah Irian Barat, Shahram Karami menghakimi model perempuan dalam iklan dengan tuduhan tindakan tak bermoral.
Karami juga memerintahkan penegak hukum mengejar setiap orang yang terlibat dalam proses produksi dan distribusi iklan video tersebut. Lembaga penyiaran berbahasa Persia di AS, Radio Farda melaporkan empat orang ditahan terkait kasus iklan itu.
Revolusi Islam tahun 1979 membawa perubahan signifikan untuk Iran. Sebelum revolusi, Shah Iran sempat melarang penggunaan jilbab. Ia kerap memerintahkan polisi untuk secara paksa melepas jilbab para perempuan.
Dilansir BBC, bahkan hingga 1976, banyak perempuan Iran yang berpakaian ala Barat. Banyak dari mereka mengenakan jins ketat, rok mini ataupun atasan berlengan buntung. Pada 1977, salon rambut di Teheran masih menjajaki masa kejayaan.
Pasca-Revolusi Islam, salon rambut bukannya habis sama sekali. Ia tetap ada, namun tertutup hanya untuk perempuan. Orang-orang tak akan lagi menemukan pria di tempat perawatan rambut yang sama dengan perempuan.
Profesor Studi Perempuan di University of York, Baroness Haleh Afshar yang tumbuh besar di Iran menjelaskan situasi pada era itu. Para perempuan, katanya akan segera mengenakan kembali penutup kepala mereka sebelum keluar salon.
"Beberapa orang barangkali juga mengoperasikan salon rahasia di rumah mereka sendiri di mana pria dan perempuan dapat bercampur," kata Afshar.
Di tahun 1979, segera setelah mengambil alih kekuasaan di Iran, Ayatollah Ruhollah Khomeini menetapkan fatwa bahwa semua perempuan wajib menggunakan jilbab, tak peduli apa agama dan kebangsaannya. Fatwa itu mengundang resistensi.
Pada 8 Maret, di Hari Perempuan Internasional, ribuan kaum hawa dari berbagai lapisan memprotes aturan kewajiban jilbab itu. Itu jadi salah satu perlawanan paling awal dari kebijakan jilbab Khomenei.
Namun, di tahun 1983, parlemen Iran menetapkan perempuan yang tidak menutupi rambutnya di depan umum akan dihukum dengan 74 cambukan. Berlanjut, pada 1995, perempuan yang tak berjilbab bisa terancam 60 hari penjara.
Nilai-nilai yang coba ditegakkan Khomeini terus berlangsung hingga kini, setidaknya jika melihat kasus terakhir iklan tanpa jilbab. Dan melihat Elsa, Putri Salju, atau bahkan Rapunzel --yang dikenal dengan rambut indah sebagai kekuatannya-- menggunakan jilbab di televisi Iran mungkin saja terjadi.
BERNAS Lainnya
Baca juga:
- Dendam Korut atas Film The Interview Masih Ada, Tiga Peretas Dikirim ke AS Curi Miliaran Uang Kripto
- Di Era Presiden Jokowi Daya Tahan Demokrasi Melemah
- Tentang Haji Abdullah, Pemimpin Baru ISIS Pasca-Kematian Abu Bakar al Baghdadi
- Skandal, Pelecehan Seksual, dan Kekerasan: Benang Kusut Rumah Tangga Mia Farrow dan Woody Allen