KPK Cecar Juliari Batubara Soal Pengawalan Khusus Pengadaan hingga Distribusi Bansos Beras PKH

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa eks Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara dalam kasus korupsi distribusi bantuan sosial (bansos) beras untuk program keluarga harapan (PKH) pada Senin, 18 Desember. Dia dicecar soal pengawalan khusus yang diduga dilakukan dari proses pengadaan hingga pendistribusian.

“Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan pengawalan khusus dari saksi untuk memantau proses pengadaan hingga distribusi bantuan sosial beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH),” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa, 19 Desember.

Ali bilang pengawalan ini diduga dilakukan selama periode 2020 hingga 2021. Selain itu, penyidik juga mendalami kedekatan Juliari dengan salah satu tersangka yaitu Ivo Wongkaren yang merupakan Dirut Mitra Energi Persada sekaligus Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP).

“Didalami juga kaitan kedekatan saksi dengan tersangka IW sebagai perpanjangan tangan untuk mengondisikan distribusi bansos dimaksud,” tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan Kuncoro sebagai tersangka tersangka dugaan korupsi bansos beras program keluarga harapan (PKH) bersama empat orang lainnya.

Mereka adalah eks Direktur Komersial PT Bhanda Ghara Reksa (BGR), Budi Susanto; eks Vice President Operasional PT BGR, April Churniawan; Dirut Mitra Energi Persada (MEP), Ivo Wongkaren; tim penasihat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP) Roni Ramdani dan Richard Cahyanto.

Praktik lancung ini terjadi ketika Budi dan April dengan sepengetahuan Kuncoro diduga menyiapkan perusahaan yang tak berkompeten mendistribusikan bantuan sosial. Peristiwa ini terjadi setelah Kementerian Sosial (Kemensos) menunjuk PT BGR untuk melakukan penyaluran.

Adapun nilai kontrak pekerjaan ini mencapai Rp326 miliar. Kemudian, terjadi sejumlah kecurangan yang dilakukan Budi dan April.

Di antaranya melakukan intimidasi ke sejumlah staf untuk membuat dokumen lelang yang direkayasa. Akibat perbuatan para tersangka negara kemudian merugi hingga Rp127,5 miliar.