Kubu Firli Sebut Kasus Pemerasan Bentuk Perlawanan, Polda Metro: Pengadu Bukan SYL

JAKARTA - Polda Metro Jaya menyatakan eks Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo atau SYL, bukanlah pembuat pengaduan masyarakat (dumas) dalam kasus dugaan pemerasan yang menetapkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Firli Bahuri, sebagai tersangka.

Pernyataan itu disampaikan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri yang menanggapi isi permohonan praperadilan dari kubu Firli Bahuri.

"Yang jelas bahwa SYL bukan pendumas dalam penanganan perkara aquo yang saat ini dilakukan penyidikannya oleh tim penyidik," ujar Ade kepada wartawan dikutip Selasa, 12 Desember.

Hanya saja, Ade enggan menyampaikan identitas dari sosok pembuat dumas dalam kasus tersebut. Alasannya, Polda Metro Jaya akan merahasiakannya sebagai bentuk perlindungan.

"Wajib hukumnya, kami untuk merahasiakan identitas pendumas serta memberikan perlindungan kepada pendumas dan itu diatur dalam regulasi yang berlaku," kata Ade.

Kubu Firli Bahuri sebelumnya menyebut kasus dugaan pemerasan yang ditangani Polda Metro Jaya merupakan bentuk perlawanan dari Syahrul Yasin Limpo. Sebab, dia ketakutan dengan akan ditetapkan sebagai tersangka oleh lembaga antirasuah.

Pernyataan itu disampaikan pengacara Firli Bahuri, Ian Iskandar saat membacakan permohonan praperadilan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Bahwa patut diduga, dikarenakan adanya ketakutan dalam diri saksi Syahrul Yasin Limpo akan segera ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK RI, maka saksi Syahrul Yasin Limpo melakukan sejumlah tindakan untuk melemahkan dan menghambat proses penetapan tersangka terhadap dirinya," ujar Ian.

Selain itu, dalam petitum, Firli Bahuri meminta majelis hakim Imelda Herawati untuk memerintahkan Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto menerbitkan surat Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus dugaan korupsi yang menetapkannya sebagai tersangka.

"Memerintahkan termohon (Kapolda Metro Jaya) untuk menghentikan penyidikan terhadap pemohon (Firli Bahuri)," sebut Ian.

Alasan di balik permohonan itu karena dinilai surat perintah penyidikan yang diterbitkan Karyoto tidak sah. Sebab, surat itu dikeluarkan di hari yang sama dengan penerbitan laporan polisi (LP) pada 9 Oktober.

Terlebih, hal itu dinilai pengacara Firli, tak sesuai dengan ketentuan proses penyelidikan dan penyidikan yang telah diatur secara tegas dan jelas pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), khususnya pada Pasal 1 angka 2 KUHAP juncto Pasal 1 angka 5 KUHAP.

"Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon yang berkaitan dengan penetapan tersangka terhadap diri pemohon," kata Ian

Dalam kasus ini, Firli disangkakan dengan Pasal 12e, 12B atau Pasal 11 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 65 KUHP. Sehingga, terancam pidana penjara seumur hidup.