Bagikan:

JAKARTA – Bunuh diri merupakan masalah serius yang terjadi di masyarakat belakangan ini. Peningkatan kasus bunuh di Indonesia menjadi pertanda nyata bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan jasmani.

Tak dipungkiri, kesehatan mental seringkali masih dipandang sebelah mata. Padahal berawal dari masalah kesehatan mental yang diabaikan ini, perasaan ingin mengakhiri hidup tercipta. Menurut studi, lebih dari 90 persen pelaku bunuh diri adalah orang dengan gangguan kesehatan mental yang tidak mendapatkan penanganan yang tepat.

Ironisnya, menurut catatan, remaja termasuk golongan yang rentan mengalami masalah kesehatan mental. Identifikasi seseorang yang mengalami masalah gangguan kejiwaan semakin sulit karena ini tidak hanya bisa dilihat dari kepribadian. Orang yang terlihat ceria, tidak tertutup kemungkinan tengah menyembunyikan depresinya. 

Tak Selalu Menunjukkan Kesedihan

Publik mungkin masih ingat ketika kabar vokalis Linkin Park, Chester Bennington ditemukan meninggal dunia akibat bunuh diri pada Juli 2017. Padahal, dia dikenal sebagai sosok yang ramah, ceria, dan dekat dengan keluarga.

Chester memang beberapa kali menceritakan bagaimana ia mengalami depresi akibat bullying semasa kecilnya. Tapi, tentu tidak banyak yang menyangka gangguan masalah mental tersebut masih terbawa hingga dewasa, bahkan ketika menurut orang ia memiliki hampir segalanya.

Mengidentifikasi seseorang yang mengalami gangguan kesehatan mental memang bukan perkara mudah. Psikiater sekaligus Direktur Utama Pusat Kesehatan Mental Nasional DR Dr Nova Riyanti Yusuf, SpKJ mengatakan seseorang yang mengalami gangguan mental tidak melulu menunjukkan kesedihan.

Menurutnya, orang dengan kepribadian ceria dan humoris juga sangat memungkinkan mengalami gangguan kesehatan mental dan justru kondisinya lebih parah atau mendalam dari kepribadian lainnya.

Vokalis Linkin Park, Chester Bennington ditemukan meninggal karena bunuh diri pada 20 Juli 2017. (Instagram/@linkinpark)

“Orang seperti ini termasuk ke dalam masked depression atau depresi terselubung dan ini sebenarnya lebih menyakitkan,” kata Dr Nova dalam diskusi daring bertajuk Fenomena Bunuh Diri di Indonesia, Senin (11/12/2023). 

Psikiater yang juga anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia itu mengatakan, orang dengan kepribadian tersebut namun mengalami gangguan kesehatan mental seperti depresi, bipolar atau lainnya yang tidak terlihat, umumnya melakukan represi terhadap perasaan.

Melakukan represi atau menekan perasaan sehingga tidak menunjukkan gejala atau tanda di depan orang justru memperburuk keadaan.

“Artinya dia merepresi, menekan ke bawah emosi dan perasaan dia. Namun represi itu bukan mekanisme pertahanan diri yang baik, itu malah lebih merusak dan berbahaya buat dia,” jelas Nova.

Remaja Kelompok Rentan 

Angka bunuh diri di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Nova mengatakan terdapat 826 kasus bunuh diri yang terjadi sepanjang 2022. Angka ini naik dari 613 kasus di tahun sebelumnya.

Yang menjadi perhatian, remaja menjadi salah satu golongan yang berisiko melakukan bunuh diri. Menurut data WHO Global Estimates 2017, kematian global akibat bunuh diri tertinggi pada usia 20 tahun, khususnya di negara yang berpenghasilan rendah dan menengah.

Nova menyatakan ide bunuh diri, ancaman dan percobaan bunuh diri merupakan hal serius yang harus segera ditangani. Sehingga dibutuhkan langkah langsung untuk menurunkan angka kejadiannya. Untuk kasus bunuh diri pada remaja, salah satu hal penting yang dapat dilakukan yaitu deteksi dini, yang bertujuan untuk menemukan faktor risiko penyebab bunuh diri pada remaja.

Cara awal yang dapat dilakukan oleh orang terdekat yang mengalami gangguan mental dengan mendeteksi perasaan, pikiran, dan perilaku mereka atau yang disebut 3P. Salah satu deteksi dini adalah melihat adanya perubahan kecil pada seseorang, seperti misalnya menjadi lebih sering mengurung diri di kamar.

Tangkapan layar Direktur Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional DR Dr Nova Riyanti Yusuf, SpKJ pada diskusi daring, Senin (11/12/2023). (Antara/Pamela Sakina)

Selain itu, orang yang mengalami depresi juga dapat dicirikan dengan berhenti melakukan sesuatu yang mereka sukai. Menurut Nova, seseorang yang mengalami depresi biasanya tidak memiliki gairah dalam hidup, meski tidak selalu demikian. 

Untuk itulah, Nova mengajak untuk memberikan perhatian-perhatian kecil ketika merasa ada perubahan pada orang terdekat. 

“Jangan suka menganggap masalah seseorang terlalu kecil. Kita harus menunjukkan atensi sekecil apa pun. Hal-hal kecil seperti menawari makanan, kopi itu hal sederhana tapi menunjukkan perhatian kita,” ujar Nova.

Dalam kesempatan yang sama, Nova juga mengatakan bahwa kasus bunuh diri lebih banyak ditemukan pada pria. Mengacu pada studi British Medical Journal Inggris, tingkat konsultasi perawatan primer umum 32 persen lebih rendah pada laki-laki dibandingkan perempuan.

Rendahnya perawatan gangguan jiwa di kelompok pria menurut Nova karena adanya anggapan bahwa pria harus kuat, tidak boleh bersedih, yang identik dengan budaya patriarki di Indonesia.

“Padahal laki-laki juga punya masalah, sehingga mereka boleh merasa sedih,” pungkasnya.