DPR Tekan Biaya Jemaah Haji 2024, Penyelenggara Haji Beri Apresiasi

JAKARTA - DPR berhasil membantu proses penekanan biaya haji untuk jemaah di tahun 2024. Biaya haji memang harus dibuat ringan karena banyak jemaah yang kesulitan memenuhinya.

Sebagaimana diketahui, Komisi VIII DPR RI secara resmi berhasil menekan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) atau biaya yang dibayar langsung oleh jemaah haji. Dengan rata-rata per jemaah sebesar Rp 56.046.172 atau sebesar 60 persen yang meliputi biaya penerbangan, akomodasi di Mekkah, sebagian akomodasi Madinah, biaya hidup (living cost) dan biaya visa.

Adapun, saran rata-rata BPIH Tahun 1445 H atau 2024 per jemaah untuk jemaah haji reguler sebesar Rp 93.410.286,07 antara lain yaitu biaya yang bersumber dari Nilai Manfaat keuangan haji rata-rata per jemaah sebesar Rp37.364.114.

Hal itu menjadi salah satu poin penting dalam rapat kerja Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas saat menyepakati asumsi dasar Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1445 H/2024 di Gedung Nusantara II DPR RI, Senin 27 November lalu.

Upaya penekanan biaya haji ini diapresiasi oleh salah satu penyelenggara haji dan umrah, A. Sadat Kadar Usman. Bagi dia, memang semestinya biaya haji untuk jemaah itu dibuat menjadi lebih ringan. Meskipun dia menyadari memang ada kenaikan dari pihak pemerintah Kerajaan Arab Saudi.

"Kalau kita lihat dari segi haji pemerintah, sebaiknya ya memang dipermudah dan diperingan untuk masyarakat Indonesia. Walaupun ada kenaikan dari pemerintah Saudi, harus dikaji lagi. Jadi tidak serta merta menaikkan biaya haji," kata Usman saat dihubungi, Senin 11 Desember.

Meskipun begitu, dia mengatakan ideal biaya haji berada di bawah Rp juta. Sebab, dia melihat masih banyak jemaah yang kemampuan membayarnya di angka tersebut.

"Idealnya itu seharusnya di bawah 50 juta ya. Ya rangenya di antaranya di antara 35-50 juta. Karena saya berpikir banyak antara 26-30 juta itu masih banyak yang mampu," katanya.

Sedangkan terkait persiapan haji, dia juga mengapresiasi pemerintah. Sebab pelayanan haji saat ini sudah cukup baik. Hanya saja, dia melihat kendala itu memang berasal dari pihak vendor di Arab Saudi.

"Dari segi pemerintah ya sudah bagus untuk menyiapkan itu. Kendalanya itu dari Saudinya sendiri. Saya lihat dari tahun ke tahun lebih baik," ungkapnya.

"Lebih diperhatikan lagi dari segi bus, tendanya," sambungnya.

Dia mengatakan sejak awal mestinya biaya haji dihitung ulang. Hal ini mengingat ada beberapa variabel biaya haji yang masih bisa ditekan lagi. Namun, dia mengapresiasi kinerja DPR dalam menekan biaya ini.

"Dari awal saya bilang harusnya dihitung ulang. Supaya ada variabel-variabel yang bisa ditekan lagi. Dikhawatirkan ada kepentingan-kepentingan juga. Sebenarnya dari DPR sendiri sudah melihat dan berusaha menekan sampai keluar angka yang ada sekarang," jelasnya.

Apresiasi juga disampaikan oleh Solahudin (65) yang merupakan calon jamaah haji 2024. Dia merupakan jemaah haji yang sudah mendaftar sejak Desember 2012. Saat itu, dia menyetor uang sebesar Rp 25,5 juta.

"Awalnya Rp 105 juta dari Kemenag sebelum di DPR. Tapi setelah di DPR turun menjadi Rp 94 juta. Terus akhirnya jadi 56 juta," kata Solahudin.

Dia menilai biaya haji ini memang masih besar nilainya. Namun, menurutnya, hal ini kembali kepada jemaah itu sendiri.

"Kalau dari nilainya memang cukup besar. Tapi semua itu kembali kepada jemaah. Apalagi kan sifat hukumnya haji itu nggak wajib mutlak," katanya.

Dia pun berharap pelayanan haji tahun depan menjadi lebih baik. Dia ingin jemaah haji diperhatikan dengan sangat baik.

"Sekarang ini kan beda dengan tahun 80an. Kalau dulu kan pendaftaran sekali setahun. Nah sekarang ini pendaftarannya dibuka terus. Harapan dari saya pribadi, karena pertama menunggu lama dan biayanya lumayan mahal. Kita berharap benar-benar diperhatikan, maksimal ibadahnya," tuturnya.

Sementara itu, pemerhati haji, Fadhli Arsil menilai penekanan biaya haji ini memang perlu dilakukan. Sebab, saat ini kondisi perekonomian masyarakat memang sedang tidak baik. Hal inilah yang perlu dipikirkan.

"Dalam kondisi saat ini, perekonomian, daya beli lebih turun dari sebelumnya. Saya pikir harus memperhatikan ini. Agar pemerintah selaku penyelenggara haji bisa memikirkan ini agar semua jemaah bisa berangkat," katanya.

Dia mengungkap data soal jemaah yang tidak bisa melunasi ongkos haji. Akibatnya, para jemaah ini tidak bisa melanjutkan untuk bisa berangkat haji.

"Saya melihat ada data dari penyelenggara haji itu ada sekitar 15% yang tidak bisa melunasi ONH, sehingga mereka tidak bisa berangkat haji," ungkapnya.