JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR Achmad menyatakan menolak rencana kenaikan biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) yang dibebankan Rp69 juta kepada anggota jemaah haji karena akan memberatkan masyarakat.
"Menolak kenaikan biaya haji sebesar itu karena memberatkan calon haji," kata Achmad dalam keterangan tertulis, Jumat 3 Februari, disitat Antara.
Hal tersebut disampaikannya ketika melakukan kunjungan kerja (kunker) dan rapat bersama Panitia Kerja (Panja) Komisi VIII DPR dengan pihak penyelenggara haji di Arab Saudi, Kamis 2 Februari. Kunker itu untuk mengecek langsung terkait dengan kesiapan dan memastikan estimasi ideal ongkos haji.
"Tadi kami baru saja selesai rapat Panja, rapat di Kedutaan RI di Makkah, yang dihadiri Dirjen PHU (Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah), penyelenggara haji di Makkah, dan maskapai Garuda," tuturnya.
Berdasarkan kemampuan masyarakat yang ingin melaksanakan ibadah haji, dia berharap Kementerian Agama (Kemenag) dapat menurunkan BPIH sampai di bawah Rp50 juta.
Terlebih, lanjut dia, kemampuan ekonomi kebanyakan jemaah haji Indonesia dari berbagai latar belakang profesi itu belum mencukupi apabila pemerintah memutuskan kenaikan BPIH sebesar Rp69 juta.
"Kita tahu 'kan kebanyakan yang naik haji dari para petani, nelayan, pedagang kecil, dan buruh yang mempunyai keinginan melaksanakan kewajiban umat Islam. Akan tetapi, niat suci itu terhalang dengan biaya yang sangat mahal. Sebenarnya ini harus dipikirkan Pemerintah, tanpa harus memberatkan masyarakat," ujarnya.
Menurut dia, nominal biaya haji harus dapat ditekan oleh pemerintah tanpa mengurangi pelayanan terbaik yang diberikan kepada jemaah haji.
"Tugas Pemerintah 'kan sebenarnya seperti itu membuat kebijakan yang memudahkan masyarakat dan pelayanan yang baik," katanya.
Ia menjelaskan, Panja Komisi VIII DPR mengusulkan ke Kemenag untuk dapat menurunkan beberapa komponen biaya haji. Misalnya, biaya katering, maskapai penerbangan, akomodasi hotel, dan waktu jemaah haji selama di Makkah.
"Hasil dari Panja tadi, ada lima poin kesepakatan yang kami usulkan menekan biaya," ucapnya.
Untuk akomodasi hotel, lanjut dia, Komisi VIII DPR mengusulkan kontrak hingga 5 tahun, yang sebelumnya selama 1 tahun saja.
"Jadi, setiap ada kenaikan, setiap tahunnya bisa terhindari karena sudah ada kontrak selama 5 tahun. Jadi, haji itu 'kan satu kali dalam setahun, sisanya bisa untuk jemaah umrah. Jadi, enggak perlu susah-susah lagi," tuturnya.
Untuk komponen biaya terkait dengan waktu jemaah haji selama di Mekah, dia menyebut sebelumnya jemaah haji berada di Makkah selama 40 hari, menjadi 30 hari atau 35 hari.
"Ini 'kan jika diturunkan waktu dikurangi, misalnya sampai 30 hari atau anggap saja 35 hari lumayan akan mengurangi biaya operasional jemaah haji. Begitu pula dengan hotel harus mencari hotel lebih dekat dengan Masjidilharam, biaya akomodasi itu bisa ditekan," ucapnya.
Oleh karena itu, dengan mencermati pengurangan pada sejumlah komponen biaya, menurut dia, hal tersebut akan berdampak pada penurunan biaya haji sehingga tidak akan memberatkan masyarakat.
"Umat Islam ke Tanah Suci, ke Tanah Suci naik haji, jeritan jemaah calon haji, juga jeritan anggota DPR RI," katanya sembari berpantun.
Sebelumnya, dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI, Kamis 19 Januari, Kemenag mengusulkan rerata BPIH tahun 2023 atau 1444 Hijriah menjadi Rp98,89 juta per jemaah.
Dari jumlah tersebut, biaya yang perlu ditanggung calon haji sebesar 70 persen atau Rp69,19 juta per orang. Sementara 30 persen atau Rp29,7 juta sisanya dibayarkan dari nilai manfaat pengelolaan dana haji.
"Usulan ini atas pertimbangan untuk memenuhi prinsip keadilan dan keberlangsungan dana haji. Formulasi ini telah melalui proses kajian," kata Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.