LPSK Tolak Permohonan Perlindungan SYL
JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menolak permohonan perlindungan yang diajukan eks Menteri Pertanan, Syahrul Yasin Limpo atau SYL.
Wakil Ketua LPSK Susilaningtias menyebut keputusan menolak permohonan perlindungan SYL berdasarkan hasil Sidang Mahkamah Pimpinan LPSK (SMPL).
"Benar, (permohonan perlindungan Syahrul Yasin Limpo ditolak)," ujar c kepada VOI, Senin, 27 November.
Wakil Ketua LPSK lainnya, Edwin Partogi mengatakan alasan ditolaknya permohonan perlindungan SYL karena tak memenuhi syarat yang tertuang dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Tak hanya Syahrul Yasin Limpo, LPSK juga menolak permohonan perlindungan yang diajukan HT. Alasannya serupa.
"LPSK menolak permohonan yang diajukan oleh SYL dan HT dengan pertimbangan tidak memenuhi syarat, keduanya berstatus sebagai tersangka dan ditahan oleh KPK," sebutnya.
Sementara itu, LPSK menerima permohonan perlindungan yang diajukan tiga orang lainnya yakni U, PH, dan H. Ketiganya akan didampingi selama proses pemeriksaan kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian yang sedang ditangani KPK.
"Menerima permohonan perlindungan yang diajukan oleh P dan H berupa program perlindungan fisik selama menjalani proses pemeriksaan sebagai saksi dan pemenuhan hak prosedural," sebutnya.
"Pada saudara U berupa program perlindungan fisik selama menjalani proses pemeriksaan sebagai saksi, pemenuhan hak prosedural, dan rehabilitasi psikologis," sambung Edwin.
Syahrul Yasin Limpo mengajukan permohonan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Terungkapnya hal itu berdasarkan beredarnya foto surat tanda terima yang diterbitkan LPSK perihal permohonan perlindungan.
Dalam surat itu tak hanya SYL yang tertera mengajukan perlindungan. Ada beberapa nama lainnya yakni, Muhammad Hatta, Panji Harjanto, Ubaidillah, dan Hartoyo.
Sebagai informasi, KPK mengungkap ada tiga klaster yang sedang ditangani penyidik terkait Mentan Syahrul Yasin Limpo. Rinciannya adalah pemerasan terkait jabatan, gratifikasi, dan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Baca juga:
- Pemberian Bantuan Hukum ke Firli Bahuri Baru Diputus KPK Besok
- Arsjad Rasjid ke Relawan Ganjar-Mahfud: Bukan Hanya Paslon Lain Kita Juga Lawan Kezaliman
- Tancap Gas Kampanye Mulai Besok, Cak Imin Ajukan Cuti 11 Hari
- Disentil PKS 'Gemoy' Cuma Gimik Tanpa Gagasan, TKN Prabowo-Gibran: Membungkam Aspirasi Rakyat
Dalam mengusut kasus ini, penggeledahan sudah dilakukan di rumah dinas Mentan Syahrul. Dari upaya paksa itu ditemukan uang tunai sebesar Rp30 miliar dalam bentuk pecahan rupiah dan mata uang asing serta 12 senjata api.
Tak sampai di sana, penyidik juga menggeledah Kantor Kementan di Jakarta dan rumah seorang tersangka, Muhammad Hatta, yang berada di Jagakarsa, Jakarta Selatan. Dalam kegiatan itu, komisi antirasuah menemukan uang sebesar Rp400 juta yang diduga terkait dugaan korupsi yang sedang diusut.
KPK kemudian menyatakan akan menganalisis temuan uang. Sementara senjata api bakal diurus oleh pihak kepolisian.
Pada Rabu 4 Oktober, KPK lantas menggeledah rumah pribadi Mentan di Makassar, Sulawesi Selatan. Pada lokasi terakhir, KPK belum memberikan keterangan resmi.