Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum membahas soal pemberian bantuan hukum terhadap Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri yang kini jadi tersangka dugaan pemerasan atau penerimaan gratifikasi dari eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.

Hal ini disampaikan Ketua Sementara KPK Nawawi Pomolango usai menggelar rapat pimpinan di internal pada hari ini, Senin, 27 November. Katanya, keputusan pemberian bantuan hukum untuk Firli bakal diputus besok, Selasa, 28 November.

“Besok kami akan mengagendakan untuk menyikapinya apakah bantuan hukum itu akan kami lakukan (berikan, red) kepada yang bersangkutan atau tidak,” kata Nawawi kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 27 November.

Nawawi mengatakan pembahasan ini belum sempat dilakukan dalam rapat pimpinan. Sebab, kegiatan ini belum juga selesai meski sudah dilakukan pembahasan hingga tiga jam.

“Termasuk pada materi apakah kami akan memberikan pendampingan hukum kepada Pak Firli setelah fase pemberhentian sementara ini belum sempat,” tegasnya.

Meski begitu, Nawawi bilang lembaganya harus menerapkan zero tolerance. “Kami mempertimbangkan banyak hal,” ungkap dia.

“Karena kita punya komitmen lembaga ini adalah lembaga yang harus zero tolerance daripada isu korupsi. Itu akan menjadi bagian pertimbangan kami apakah akan melakukan pendampingan atau tidak kepada yang bersangkutan,” sambung Nawawi.

Diberitakan sebelumnya, Firli resmi ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan Rabu, 22 November. Polisi menduga dia terlibat dalam pemerasan dan penerimaan gratifikasi.

Beberapa alat bukti yang menjadi dasar penetapan tersangka adalah dokumen penukaran valas senilai Rp7,4 miliar. Kemudian, ada juga hasil ekstraksi 21 ponsel.

Dalam kasus dugaan pemerasaan dan penerimaan gratifikasi, Firli disangkakan dengan Pasal 12e, 12B atau Pasal 11 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 65 KUHP. Firli terancam pidana penjara seumur hidup.