XRP Melonjak 11% Setelah Ripple Jalin Kerja Sama dengan Otoritas Keuangan Dubai dan Georgia
JAKARTA - XRP, mata uang kripto terbesar kelima di dunia, mencatat kenaikan harga yang signifikan dalam 24 jam terakhir. XRP berhasil mendekati BNB dengan menembus kapitalisasi pasar sebesar $37 miliar (Rp578 triliun). Penguatan ini dipicu oleh berbagai faktor, termasuk kerja sama Ripple dengan otoritas keuangan Dubai dan bank sentral Georgia.
Ripple, perusahaan pengembang XRP, menawarkan layanan pembayaran lintas batas yang cepat dan murah melalui XRP. Baru-baru ini, Ripple mendapatkan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan Dubai (DFSA) untuk menggunakan XRP di Dubai International Financial Center. Ini merupakan langkah penting bagi Ripple untuk memperluas pasar di Timur Tengah.
Brad Garlinghouse, CEO Ripple, mengapresiasi Dubai atas sikapnya yang terbuka dan mendukung terhadap kripto. Ia mengatakan bahwa Ripple akan meningkatkan kehadirannya di Dubai karena kota tersebut menunjukkan kepemimpinan global dalam hal inovasi dan aset virtual. Ia juga menyatakan bahwa Ripple akan terus berkolaborasi dengan regulator untuk mengoptimalkan potensi kripto.
Selain Dubai, Ripple juga menjalin kerja sama dengan National Bank of Georgia (NBG), bank sentral di Georgia. NBG memilih Ripple sebagai mitra teknologi untuk mengembangkan proyek percontohan Mata Uang Digital Bank Sentral (CBDC) di negara itu. Proyek ini akan menggunakan teknologi Ripple, termasuk XRP Ledger (XRPL), untuk menciptakan Digital Lari (GEL), mata uang digital nasional Georgia.
NBG mengatakan bahwa mereka memilih Ripple karena keunggulan teknis dan keahlian timnya. Ripple telah memiliki pengalaman dalam mengembangkan platform CBDC di Taiwan dan Hong Kong. Dengan menggunakan XRPL, NBG berharap dapat meningkatkan efisiensi, keamanan, dan inklusi keuangan di Georgia.
Baca juga:
Faktor lain yang mungkin mempengaruhi harga XRP adalah perkembangan kasus hukum antara Ripple dan Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat (SEC). SEC menuduh Ripple menjual XRP sebagai sekuritas tanpa izin. Namun, Ripple berhasil memenangkan sebagian dari gugatan tersebut di pengadilan.
John Deaton, seorang pengacara kripto terkenal, berpendapat bahwa Ripple dapat menyelesaikan kasus ini dengan membayar denda sebesar $20 juta (Rp 314,6 miliar) atau kurang. Ia meyakini bahwa penyelesaian tersebut akan menguntungkan Ripple dan membebaskan XRP dari tuduhan sekuritas. Banyak anggota komunitas kripto yang mendukung Ripple dan berharap kasus ini dapat segera diselesaikan.
Sementara itu, eksekutif Ripple juga mengkritik SEC atas pendekatan regulasi yang tidak konsisten dan tidak adil. Stuart Alderoty, Chief Legal Officer (CLO) Ripple, mengecam SEC karena bertindak sewenang-wenang dan berubah-ubah. Ia mencontohkan kasus Coinbase, yang dilarang oleh SEC untuk meluncurkan produk baru tanpa alasan yang jelas. Ia juga mempertanyakan kepemimpinan Gary Gensler, Ketua SEC saat ini.
Brad Garlinghouse, CEO Ripple, juga menyerang mantan Ketua SEC Jay Clayton, yang memulai kasus hukum terhadap Ripple sebelum ia mengundurkan diri pada Desember 2020. Garlinghouse menuduh Clayton memiliki konflik kepentingan karena ia bergabung dengan perusahaan yang berhubungan dengan Bitcoin dan Ether, dua aset kripto yang dikecualikan dari regulasi sekuritas.
XRP merupakan salah satu mata uang kripto tertua dan paling populer di dunia. XRP memiliki banyak penggemar dan pengguna yang percaya pada visi dan misi Ripple untuk menciptakan sistem pembayaran global yang lebih baik. Dengan berbagai kerja sama dan perkembangan positif yang terjadi, XRP berpotensi untuk terus meningkatkan nilai dan reputasinya di pasar kripto.