Hormati Penggeledahan di Rumah Firli, Dewas KPK Pastikan Pengusutan Dugaan Pelanggaran Etik Tetap Berjalan

JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghormati penggeledahan rumah Ketua KPK Firli Bahuri pada Kamis 27 Oktober kemarin.

Hal ini disampaikan Anggota Dewan Pengawas KPK Syamsuddin Haris menanggapi penggeledahan di dua rumah Firli, yaitu di Jalan Kertanegara, Jakarta dan Bekasi, Jawa Barat. Upaya paksa ini dilakukan terkait dugaan pemerasan oleh Pimpinan KPK terhadap eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.

"Kami tentu menghormati proses hukum yang dilakukan Polda Metro Jaya," kata Syamsuddin kepada wartawan dikutip Jumat, 27 Oktober.

Sejalan dengan proses di Polda Metro, Dewan Pengawas KPK kini sedang mengusut dugaan pelanggaran etik terkait pertemuan antara Firli-Syahrul.

"Polda urusan pidana, Dewas KPK urusan etik. Jadi bekerja secara terpisah," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, Dewan Pengawas KPK sudah mengklarifikasi sejumlah saksi terkait dugaan pertemuan tersebut. Sementara Firli bakal diklarifikasi belakangan karena dia merupakan pihak terlapor.

Adapun dugaan pertemuan antara Firli-Syahrul muncul di tengah pengusutan dugaan korupsi di Kementerian Pertanian setelah ada foto yang tersebar. Laporan ke Dewan Pengawas KPK disampaikan oleh Komite Mahasiswa Peduli Hukum.

Dalam kasus korupsi yang ditangani KPK, Syahrul diduga memeras pegawainya dengan mewajibkan membayar uang setoran setiap bulan dengan bantuan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat Pertanian Kementan Muhammad Hatta. Nominal yang dipatok Syahrul dan harus disetorkan pegawai eselon I-II berkisar 4.000-10.000 dolar Amerika Serikat.

Uang yang dikumpulkan diyakini bukan hanya berasal realisasi anggaran Kementan digelembungkan atau mark-up melainkan dari vendor yang mengerjakan proyek. Pemberian uang dilakukan secara tunai, transfer maupun barang.

KPK kemudian menduga uang yang diterima Syahrul digunakan untuk berbagai kepentingan pribadinya. Mulai dari umrah bersama pegawai Kementan lainnya, membeli mobil, memperbaiki rumah hingga mengalir ke Partai NasDem dengan nilai hingga miliaran rupiah.