Anwar Usman Jamin Anggota MKMK Netral dan Bebas Intervensi

JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menyebut tiga anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) netral dan terbebas dari intervensi karena sudah disumpah sesuai kepercayaan masing-masing.

“Enggak ada. Jadi begini, tadi sudah disumpah. Dengar, enggak, sumpahnya tadi?,” kata Anwar kepada wartawan saat ditemui usai pelantikan anggota MKMK di gedung II MK, Jakarta dilansir ANTARA, Selasa, 24 Oktober.

Adapun tiga anggota MKMK tersebut adalah Wahiduddin Adams dari unsur hakim konstitusi, Jimly Asshiddiqie dari unsur tokoh masyarakat, serta Bintan R. Saragih dari unsur akademisi berlatar belakang bidang hukum.

Anwar menjelaskan ketiga anggota MKMK yang dilantik itu dipilih karena sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dikenal dengan kredibilitas yang dimilikinya.

“Memang ketentuannya seperti itu undang-undang yang berlaku sekarang dan ini orang-orang yang punya kredibilitas, semua orang juga tahu, lah,” kata Anwar.

Dalam sambutannya saat melantik ketiga anggota MKMK, ia menyatakan mendukung MKMK untuk bekerja secara independen, imparsial, dan tidak boleh diintervensi oleh siapa pun.

“Termasuk saya sebagai ketua MK maupun para hakim konstitusi,” ujarnya.

Anwar juga menyebut dia berkewajiban untuk mendukung penuh pelaksanaan tugas MKMK, baik dukungan hukum secara administratif maupun substantif.

“Untuk membantu kinerja majelis kehormatan, sekretariat jenderal akan menyiapkan tim sekretariat majelis kehormatan yang akan bekerja secara penuh untuk memberikan layanan dan dukungan bagi majelis kehormatan,” lanjut dia.

Tiga anggota MKMK itu dilantik untuk menindaklanjuti laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi dalam Putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Sebelumnya, Senin (16/10), MK mengabulkan sebagian Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A. dari Surakarta, Jawa Tengah. Ia mengajukan gugatan uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Dengan putusan tersebut, Pasal 169 huruf q UU Pemilu selengkapnya berbunyi “Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.

Atas putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, terdapat alasan berbeda (concurring opinion) dari dua orang hakim konstitusi, yaitu Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh, serta pendapat berbeda (dissenting opinion) dari empat hakim konstitusi, yakni Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.

Putusan tersebut kemudian menjadi polemik di kalangan masyarakat. Anwar menyebut laporan masyarakat terhadap semua hakim konstitusi terkait putusan mengenai batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) itu telah mencapai 10 laporan per hari ini.