Jakarta Resmi Memiliki Lambang Kota dalam Sejarah Hari Ini, 30 Agustus 1951
JAKARTA – Sejarah hari ini, 72 tahun yang lalu, 30 Agustus 1951, Jakarta resmi memiliki sebuah lambang kota. Penetapan itu sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri. Kehadiran lambang itu menjadi akhir dari lambang Kota Batavia yang kemudian berganti jadi Djakarta.
Sebelumnya, urusan lambang Kota Batavia telah digodok dari fase awal penjajahan Belanda. Jan Pieterszoon Coen ada di baliknya. ia ingin warga Batavia punya kebanggaan. Lambang kota Batavia pun digodong lengkap dengan slogan hidupnya: Jangan putus asa.
Rencana maskapai dagang Belanda, VOC menaklukkan Jayakarta menjadi kenyataan pada 1619. Kompeni membuat seisi Batavia luluh lantak. Pun kemudian di atas puing-puingnya, Kompeni membangun sebuah kota baru. Kota Batavia, namanya.
Pembangunan Batavia adalah rencana dari Gubernur Jenderal VOC yang pernah menjabat dua kali (1619-1623 dan 1627-1629), Jan Pieterszoon Coen. Ia ingin membuat Batavia bak negeri koloni. Tujuannya supaya keuntungan Kompeni dari perdagangan rempah dapat berkali-kali lipat.
Coen ingin banyak orang Eropa –Belanda khususnya—datang dan menetap di Batavia. Coen mau membangun suatu Kota dengan standar moral yang tinggi. Persiapan yang dilakukannya pun beragam. Ia menyiapkan segala macam perangkat kota.
Semuanya dilakukan supaya moral warga Batavia tetap terjaga. Alias jauh dari perbuatan dosa dan hina. Sebagai bentuk keseriusan, Coen meminta jajaran untuk menghadirkan lambang yang pas untuk menggambarkan Kota Batavia.
Lambang itu digunakan sebagai ajian menyemangati warga Batavia yang hidup jauh dari kampung halaman. Coen pun memperkenalkan lambang kota Batavia pada 15 Agustus 1620. Ia tak lupa menjadikan semboyan hidupnya sebagai bagian penting dari lambang Kota Batavia. Semboyan itu adalah Dispereert Niet (jangan putus asa).
“Di antara lambang-lambang itu, yang tertua adalah lambang Batavia, kota yang dulunya disebut Jacatra oléh VOC, sebenarnya Jayakarta. Lambang itu, yang ditetapkan pada 15 Agustus 1620, berupa sebuah perisai berwarna oranye, campuran merah-kuning (rood-geel), yang di tengahnya tergambar sebilah pedang. Pedang ini dilingkari ‘krans’ dedaunan berwarna hijau kecoklatan, yang dua sisinya bagian bawah dihiasi pita.”
“Pita ini sebenarnya baru muncul pada lambang Batavia yang tertera pada mata-uang tahun 1643. Lambang kota Batavia menggunakan semboyan Jan Pieterszoon Coen, yang dua kali menjadi gubernur jenderal (1619-1623 dan 1627-1629), Despereert Niet, jangan putus-asa. Tokoh ini terkenal juga dengan ucapannya yang lain, daer can in Indien wat groots verricht: Karena di Hindia dapat dilaksanakan hal-hal yang besar,” ungkap P. Swantoro dalam buku Dari Buku ke Buku: Sambung Menyambung Menjadi Satu (2016).
Lambang Batavia bertahan lama dengan ragam modifikasi. Pun lambang Batavia tetap digunakan pada saat Kompeni digantikan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda dan fase awal Indonesia merdeka. Narasi itu terjadi karena Persoalan mengganti lambang belum jadi fokus pemerintah. Perang Revolusi sedang bergejolak jadi alasan utamanya.
Keinginan membuat lambang untuk kota Jakarta baru muncul kala Belanda telah mengakui kedaulatan Indonesia pada 1949. Wali Kota Jakarta, Raden Suwiryo bahkan menyelenggarakan Sayembara untuk memilih lambang yang pas untuk Jakarta Raya.
Sayembara itu diikuti oleh 111 seniman. Komisi kepanitiaannya pun disusun dengan maksimal. Seniman bernama Djajamarta muncul sebagai pemenang.
Akhirnya, lambang yang dibuat Djajamarta digunakan secara resmi pada 30 Agustus 1951. Sekalipun bentuk visualnya sempat diperbaiki dulu. Penggunaan lambang itu didasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 45/1/6. Pun nama Kota Batavia secara resmi berganti dengan Djakarta. Sekalipun kemudian logo itu dimodifikasi kembali pada 1963.
Baca juga:
“Dengan berdirinya Kota Praja Jakarta Raya di dalam alam kemerdekaan yang berbeda dengan Dewan kota Batavia dulu, maka bagi kota praja tersebut diperlukan satu lambang yang cocok dan sesuai dengan kedudukannya serta keadaan dalam negara yang merdeka dan berdaulat ini.”
“Oleh karena itu oleh kota praja diadakan sayembara untuk menciptakan lambang yang baru. sayembara itu diikuti oleh 111 orang pelukis dari seluruh Indonesia. akhirnya ciptaan pelukis Djajamarta dengan perubahan sedikit di sana sini terpilih untuk menjadi lambang Jakarta Raya,” tertulis dalam bulku Sedjarah Pemerintahan Kota Djakarta (1958).