Pemprov DKI Akui Pengelolaan Sampah Pakai ITF Bisa Bikin APBD Tekor Rp2 Triliun per Tahun
JAKARTA - Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta Michael Rolandi Cesnanta Brata membeberkan potensi pengeluaran daeah jika Intermediate Treatment Facility (ITF) beroperasi.
Dulu, ITF direncanakan dibangun pada empat lokasi. Tiap fasilitas pengolahan sampah menjadi energi listrik ini beroperasi, terdapat 2.000 ton sampah yang diolah setiap hari.
Michael menuturkan, jika keempat ITF beroperasi, Pemprov DKI harus menggelontorkan anggaran hingga Rp2 triliun per tahunnya akibat harus membayar biaya pengelolaan sampah atau tipping fee kepada mitra pengelola.
"Hitungan tipping fee yang diusulkan kan sebesar Rp800 ribu per ton. Kalau pakai ITF, Rp800 ribu dikali sekitar 7.000 ton jadi Rp5,6 miliar per hari. Lalu, dikali 360 hari, berarti Rp2 triliun per tahun. Itu kan uang rakyat, tuh," kata Michael kepada wartawan, Senin, 14 Agustus.
Sementara, Pemprov DKI harus membayar biaya tipping fee selama 30 tahun. Itu sebabnya, lanjut Michael, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono memutuskan untuk membatalkan pembangunan ITF.
Kini, Pemprov DKI kini lebih memilih mengembangkan proyek Refuse pembangunan Refuse Derived Fuel (RDF) Plant sebagai sarana pengolahan sampah Jakarta yang menghasilkan bahan bakar setingkat batu bara.
Baca juga:
RDF pertama telah beroperasi di lokasi Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi. Selanjutnya, Pemprov DKI berencana kembali membangun 2 RDF di Rorotan di Jakarta Utara dan Pegadungan di Jakarta Barat.
Sampah yang bisa diolah dari fasilitas RDF Plant sebanyak 700 ton per hari dan dijual kepada opsteker yang bekerja sama dengan Pemprov DKI.
"Peraturan atau keputusan gubernur menyebut penjualan olahan sampah RDF 24 dolar AS per ton atau Rp360 ribu per ton. Kalau dikali 700 ton, berarti sehari Rp252 juta, lalu dikali 360 hari, berarti Rp92 miliar (per tahun) kita dapat duit," jelas Michael.
Sehingga, meskipun ITF telah lebih dulu direncanakan, Pemprov DKI memutuskan untuk memilih proyek pengolahan sampah dengan memprioritaskan sisi efisiensi anggaran.
"Diambilnya (anggaran) pemerintah dari mana? Kan dr uang rakyat. Jadi, menurut saya penggunaan uang masyarakat harus secara bijak bisa menyelesaikan sampah dan juga teknologi yang tepat," imbuh dia.