Batalkan Proyek ITF Sunter, Heru Budi Mengaku Sudah Lapor Pusat

JAKARTA - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menegaskan dirinya telah melapor ke Pemerintah Pusat melalui Menkomarves Luhut Binsar Pandjaitan soal keputusannya yang membatalkan proyek ITF Sunter.

Hal ini menanggapi pernyataan DPRD yang menilai Heru melanggar aturan karena membatalkan pembangunan fasilitas pengolahan sampah menjadi energi listrik pada tahun ini.

"Saya sudah lapor ke Menko. Saya sudah komunikasi, ada surat yang meminta untuk kaji (ulang proyek ITF Sunter)," kata Heru saat ditemui di kantor Kementerian PUPR, Rabu, 8 Agustus.

Heru menjelaskan, dirinya membatalkan proyek ITF Sunter atas dasar kekhawatiran pemerintah tak sanggup membayar biaya pengelolaan sampah atau tipping fee kepada mitra swasta selama puluhan tahun.

Berdasarkan hasil studi kelayakan (feasibility study), Pemprov DKI harus membayar tipping fee sebesar Rp500 ribu hingga Rp700 ribu per ton olahan sampah dalam jangka waktu 20 hingga 30 tahun.

"Pemda DKI enggak punya uang buat tipping fee. Kalau dihitung-hitung, masak satu tahun Pemda DKI ngeluarin Rp3 triliun," tutut Heru.

Karenanya, Pemprov DKI kini lebih memilih mengembangkan proyek Refuse pembangunan Refuse Derived Fuel (RDF) Plant sebagai sarana pengolahan sampah Jakarta yang menghasilkan bahan bakar setingkat batu bara.

RDF pertama telah beroperasi di lokasi Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi. Selanjutnya, Pemprov DKI berencana kembali membangun 2 RDF di Rorotan di Jakarta Utara dan Pegadungan di Jakarta Barat.

"ITF itu kita bayar tipping fee. RDF kita kelola sampah bisa menghasilkan. Bukan mencari yang bisa mendatangkan keuntungan, tapi kan RDF sekarang sudah jalan. Mendapatkan pemasukan yang tidak mengeluarkan biaya," ungkap dia.

Komisi B dan C DPRD DKI Jakarta bakal mengusulkan hak angket soal batalnya pembangunan ITF Sunter pada tahun ini kepada pimpinan DPRD DKI Jakarta.

Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Ismail menyatakan, pembatalan ITF Sunter melanggar empat regulasi, yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.

Lalu, Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 65 Tahun 2019 Nomor 65 Tahun 2019 tentang Penugasan Kepada Perseroan Terbatas Jakarta Propertindo (Perseroan Daerah) Dalam Penyelenggaraan Fasilitas Pengolahan Sampah Antara di Dalam Kota, dan peraturan daerah (perda) APBD tahun anggaran 2023.

"Kita mempertanyakan kebijakan yang dibuat oleh Pj Gubernur yang membatalkan proyek penugasan ITF. Di mana, proyek tersebut sudah punya paling tidak punya empat dasar hukum. Ini perlu dikonfirmasi terkait penghentian tersebut karena paling tidak ada empat regulasi yang dilanggar," kata Ismail di gedung DPRD DKI Jakarta.

Ismail menyebut, hak angket soal pembatalan ITF Sunter perlu dilaksanakan. Sebab, hal ini melanggar amanat pemerintah pusat yang menjadikan ITF menjadi proyek strategis nasional (PSN).

Kemudian, Pemprov dan DPRD DKI juga telah sepakat untuk mengalokasikan anggaran Rp577 miliar dari APBD tahun 2023 sebagai modal awal pembangunan ITF Sunter.

"Perlu dipahami ketika gubernur melakukan suatu kebijakan yang sifatnya mengimplementasikan dari APBD atas perda yang sudah disepakati bersama, ketika ada perubahan, dia harus membicarakan kembali," ungkap Ismail.