Sikapi Hasil KTT NATO Vilnius, Rusia: Kami akan Merespons dengan Semua Cara dan Metode yang Dimiliki
JAKARTA - KTT Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) terbaru menunjukkan aliansi itu kembali ke 'skema Perang Dingin', kata Kementerian Luar Negeri Rusia, menegaskan Kremlin siap untuk menanggapi ancaman dengan menggunakan "segala cara."
KTT NATO di Lithuania berakhir dengan Amerika Serikat dan sekutunya memberikan jaminan keamanan baru kepada Ukraina untuk pertahanan terhadap serangan Moskow, lebih dari 500 hari setelah invasi Rusia ke negara tetangganya itu.
KTT ini juga didukung oleh prospek bergabungnya Swedia dengan aliansi militer sebagai anggota terbaru, setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memberikan lampu hijau.
"Hasil KTT Vilnius akan dianalisis dengan cermat. Dengan mempertimbangkan tantangan dan ancaman terhadap keamanan dan kepentingan Rusia yang telah diidentifikasi, kami akan merespons secara tepat waktu dan tepat, dengan menggunakan semua cara dan metode yang kami miliki," kata pihak kementerian dalam keterangan Rabu malam, melansir Reuters 13 Juli.
KTT itu menunjukkan "ketidakmampuan NATO untuk beradaptasi dengan situasi geopolitik baru di dunia," sambung keterangan itu.
Dikatakan, NATO terus menurunkan ambang batas penggunaan kekuatan, meningkatkan ketegangan politik dan militer.
"Mengambil arah eskalasi, mereka mengeluarkan sejumlah janji baru untuk memasok rezim Kyiv dengan lebih banyak senjata modern dan jarak jauh, untuk memperpanjang konflik selama mungkin - sampai habis," terang kementerian itu.
Baca juga:
- Diawasi Langsung Kim Jong-un, Rudal Balistik Hwasong-18 Korea Utara Catat Rekor Penerbangan Terlama
- Arab Saudi Sambut Baik Pengesahan Resolusi Dewan HAM PBB Tentang Kebencian Agama
- Presiden Zelensky Sempat Kecewa Soal Aksesi NATO, G7 Umumkan Komitmen Keamanan Jangka Panjang untuk Ukraina
- Kuba Sebut Kehadiran Kapal Selam Nuklir AS di Teluk Guantanamo Timbulkan Pertanyaan
"Selain keputusan yang telah diambil, kami akan terus memperkuat organisasi militer dan sistem pertahanan negara," tandas kementerian itu.
Sebelumnya pada Hari Rabu, Presiden AS Joe Biden menuduh Presiden Rusia Vladimir Putin memiliki "nafsu besar akan tanah dan kekuasaan" serta memuji persatuan dan dukungan NATO untuk Ukraina.