Soroti Kemajuan Program Nuklir Iran, Jenderal Tertinggi Israel Sebut-sebut Pengambilan Tindakan

JAKARTA - Jenderal tertinggi Israel mengangkat prospek "tindakan" terhadap Iran pada Hari Selasa, kendati penasihat keamanan nasional Perdana Menteri Benjamin Netanyahu meremehkan ancaman langsung yang ditimbulkan oleh fasilitas nuklir bawah tanah yang sedang digarap oleh Teheran.

Upaya negara-negara dunia untuk menegosiasikan pembatasan baru terhadap pengayaan uranium Iran, serta proyek-proyek lain yang berpotensi untuk membuat bom sejauh ini tidak membuahkan hasil. Ini memicu ancaman yang sudah lama dihembuskan oleh Israel untuk menggunakan kekuatan jika diplomasi dianggap buntu.

"Iran telah maju dengan pengayaan uranium lebih jauh dari sebelumnya... Ada perkembangan negatif di cakrawala yang dapat membawa tindakan (militer)," kata Kepala Staf Israel Defense Forces (IDF) Letnan Jenderal Herzi Halevi dalam sebuah pidato, dilansir dari Reuters 24 Mei.

Kendati demikian, dia tidak merinci lebih jauh perkembangan apa yang mungkin terjadi, atau tindakan apa yang mungkin diambil dan oleh siapa.

"Kami memiliki kemampuan dan pihak lain juga memiliki kemampuan," terang Letjen Halevi pada Konferensi Herzliya, sebuah forum keamanan internasional, dalam sebuah sindiran yang jelas kepada sekutu Israel, Amerika Serikat.

Para ahli terbagi mengenai apakah militer Israel memiliki kekuatan untuk memberikan kerusakan permanen pada fasilitas nuklir Iran yang jauh, tersebar, dan dipertahankan.

Sementara itu, Iran menyangkal memiliki bom tersebut dan bersumpah akan melakukan pembalasan yang dahsyat untuk setiap serangan.

Ada spekulasi, Israel akan menggunakan negara-negara di perbatasan Iran sebagai batu loncatan untuk melakukan serangan. Salah satu negara yang berbatasan, Azerbaijan, menepis gagasan itu meskipun memiliki hubungan yang kuat dengan Israel.

"Kami menahan diri untuk tidak ikut campur dalam perselisihan atau masalah (negara lain), termasuk dengan mengizinkan atau memberikan wilayah kami untuk beberapa operasi atau petualangan," kata Wakil Menteri Luar Negeri Azerbaijan Fariz Rzayev pada konferensi tersebut.

Sebelumnya, Associated Press pada Hari Senin melaporkan Iran sedang membangun situs bawah tanah baru di Pegunungan Zagros, untuk menggantikan pusat pembuatan sentrifugal uranium di Natanz yang terkena ledakan dan kebakaran pada Bulan Juli 2020.

"Hal ini tentu saja membatasi kapasitas untuk melakukan serangan, dibandingkan dengan fasilitas di atas tanah, yang tentu saja lebih mudah. Tetapi apa yang dapat dikatakan tentang hal ini adalah bahwa tidak ada tempat yang tidak dapat dijangkau," ujar Penasihat Keamanan Nasional Israel Tzachi Hanegbi pada konferensi tersebut.

Menyusul insiden tahun 2020, Iran mengumumkan pada tahun 2021 mereka sedang berupaya memindahkan beberapa ruang produksi sentrifugalnya ke "jantung gunung dekat Natanz", sebuah area tempat para insinyur Iran telah lama melakukan pekerjaan.

Hanegbi menolak untuk mengancam serangan Israel secara eksplisit, menilai tanggung jawab ada di tangan Amerika Serikat dengan mencatat mereka memiliki bom GBU-43/B yang sangat besar dan tidak ada di gudang senjata Israel.

Bagaimanapun, Hanegbi menambahkan, "fasilitas bawah tanah di dekat Natanz ini masih perlu bertahun-tahun lagi untuk diselesaikan".

Meskipun Washington lebih memilih untuk melakukan diplomasi dengan Iran, sekutu-sekutu melihat "mata ke mata" dan tidak memiliki perbedaan yang signifikan tentang potensi "garis merah" untuk tindakan militer terakhir, katanya.