Ini Alasan OpenAI Enggan Gunakan Data Pelanggan Lagi untuk Latih Model Bahasa Besar
JAKARTA - CEO OpenAI, Sam Altman, mengonfirmasi tidak lagi menggunakan data pelanggan Antarmuka Pemrograman Aplikasi atau API, untuk melatih Model Bahasa Besarnya (LLM). API merupakan kerangka kerja yang memungkinkan pelanggan terhubung langsung ke perangkat lunak OpenAI.
"Pelanggan jelas ingin kami tidak melatih data mereka, jadi kami telah mengubah rencana kami. Kami tidak akan melakukan itu," ujar Altman kepada CNBC Internasional, dikutip Senin, 8 Mei.
Perusahaan telah memperbarui Ketentuan Layanannya untuk aturan baru tersebut pada awal Maret, tetapi tanpa pengumuman.
Jika pengguna mengoperasikan ChatGPT secara langsung, data tersebut akan tetap digunakan untuk pelatihan, kecualu menggunakan mode penyamaran.
"Kami sama sekali tidak melatih data API apa pun, kami belum melakukannya untuk sementara waktu," ungkap Altman.
Saat ini portofolio perusahaan termasuk Microsoft, Salesforce, dan Snapchat, yang lebih cenderung memanfaatkan kemampuan API milik OpenAI.
Namun, perlindungan privasi dan data baru OpenAI hanya berlaku untuk pelanggan yang menggunakan layanan API perusahaan.
Baca juga:
- Deloitte Terapkan Teknologi Blockchain untuk Tingkatkan Proses Verifikasi KYC dan KYB
- Gegara Dituntut oleh Musisi Jazz, Apple Gagal Daftarkan Merek Dagang "Apple Music" di AS
- Google Berencana Membuat Mesin Pencari Lebih Visual dan Personal untuk Generasi Muda
- Meta Platforms Inc Rekrut Tim Jaringan AI dari Graphcore di Inggris
Melihat Persyaratan Penggunaan OpenAI, perusahaan dapat menggunakan Konten dari Layanan selain API mereka, termasuk teks yang dimasukkan karyawan ke chatbot ChatGPT.
Samsung, belum lama ini telah melarang karyawannya menggunakan chatbot seperti ChatGPT karena kebocoran keamanan.
Langkah serupa juga diambil Amazon yang memperingatkan karyawan untuk tidak membagikan informasi rahasia dengan ChatGPT karena takut akan muncul sebagai jawaban.
Pernyataan Altman muncul pada saat OpenAI dilaporkan melipatgandakan kerugiannya menjadi sekitar 540 juta dolar AS (Rp7,9 triliun) pada 2022.
Laporan dari The Information itu, yang dikutip dari Indian Express mengatakan kerugian berasal dari pengembangan ChatGPT dan mempekerjakan beberapa eksekutif dari Google. Informasi tersebut dibagikan oleh tiga orang yang mengetahui keuangan perusahaan.