Sebut Inggris Tetap Membuka Hubungan dengan China, Menlu Cleverly Ingin Beijing Terbuka Soal Pembangunan Militernya
JAKARTA - Menteri Luar Negeri Inggris James Cleverly mendesak China untuk lebih terbuka, tentang apa yang dia sebut sebagai pembangunan militer terbesar dalam sejarah masa damai, mengatakan kerahasiaan seputar rencananya dapat menyebabkan "salah perhitungan yang tragis".
Hubungan antara Inggris dan China saat ini berada dalam kondisi terburuk dalam beberapa dekade terakhir, setelah London membatasi investasi China terkait masalah keamanan nasional, menyatakan keprihatinan atas meningkatnya ketegasan militer dan ekonomi Beijing.
Dalam pidatonya di Mansion House, London pada Hari Selasa, Cleverly mengatakan Inggris harus terlibat "secara kuat dan konstruktif" dengan China, terlepas dari apa yang disebutnya "rasa muak" atas perlakuan terhadap orang Uighur di Xinjiang.
Sementara mengenai peringatan terkait masa depan Taiwan, Cleverly mengatakan menyerang pulau itu akan menghancurkan perdagangan dunia dan China.
Pidato Cleverly adalah upaya paling jelas untuk menjelaskan pendekatan Inggris ke China di bawah Perdana Menteri Rishi Sunak, yang mengatakan pada akhir tahun lalu apa yang disebut "era emas" hubungan di bawah mantan Perdana Menteri David Cameron telah berakhir.
Berbeda dengan upaya Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk menjauhkan Eropa dari keterlibatan apa pun dalam konflik atas Taiwan, Cleverly mengatakan "tidak ada negara yang dapat melindungi diri dari dampak perang di Taiwan".
Menlu Cleverly mengatakan, Inggris terbuka untuk memperdalam kerja sama dengan sekutu di Indo-Pasifik, menyerukan agar China memperjelas niat militernya.
"Saya mendesak China untuk sama-sama terbuka tentang doktrin dan niat di balik ekspansi militernya, karena transparansi pasti menjadi kepentingan semua orang dan kerahasiaan hanya dapat meningkatkan risiko kesalahan perhitungan yang tragis," sebut Menlu Cleverly seperti melansir Reuters 26 April.
China mengklaim pulau Taiwan yang diperintah sendiri sebagai miliknya, tidak akan meninggalkan penggunaan kekuatan untuk memastikan penyatuan wilayah itu. Beijing juga mengatakan akan mempertahankan kedaulatan teritorial, hak dan kepentingan maritimnya.
Terkait hal ini, Kedutaan Besar China di London tidak menanggapi permintaan komentar.
Sementara para pemimpin Prancis, Jerman, dan Spanyol telah mengunjungi China dalam enam bulan terakhir, menyerukan keterlibatan dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu, AS dan Inggris mengambil pendekatan yang lebih keras terhadap apa yang mereka anggap sebagai ancaman yang berkembang dari Beijing terhadap kepentingan dan nilai-nilai mereka.
Inggris sendiri berusaha untuk membatasi ancaman keamanan nasional yang ditimbulkan oleh China, saat terlibat dalam bidang-bidang seperti perdagangan.
Pidato tahunan menteri luar negeri di Mansion House biasanya menyoroti berbagai masalah kebijakan luar negeri.
Tetapi, pidato Cleverly, terlepas dari beberapa pernyataan singkat tentang evakuasi Sudan dan Ukraina, hanya berfokus pada China, yang dikatakan kementerian luar negeri sebagai pengakuan atas "signifikansi besar" untuk urusan global.
Baca juga:
- Menlu Rusia Nilai Ketegangan Konflik Palestina-Israel Berada di Titik Puncak
- NATO Gelar Latihan Udara Terbesar Sepanjang Sejarah, Eurocontrol Prediksi Tidak Ada Pembatalan Penerbangan
- Sebut Perang Dunia Baru di Depan Mata, Mantan Presiden Rusia: Kita Perlu Memastikan Tidak Terwujud
- Pertempuran Kembali Pecah di Sudan Meski Ada Kesepakatan Gencatan Senjata Selama 72 Jam
Cleverly, yang berharap untuk mengunjungi China tahun ini, mengatakan akan menjadi kesalahan untuk mengisolasi China, dengan keterlibatan Beijing diperlukan di bidang-bidang seperti perubahan iklim, pencegahan pandemi, stabilitas ekonomi, dan proliferasi nuklir.
"Akan jelas dan mudah – bahkan mungkin memuaskan – bagi saya untuk mendeklarasikan Perang Dingin yang baru. Jelas, mudah, memuaskan dan salah," tandasnya menyiratkan konflik bukanlah pilihan.
Namun, Cleverly mengatakan Inggris akan melindungi kepentingan keamanan nasionalnya dan memanggil Beijing, jika melanggar kewajiban internasionalnya atau melanggar hak asasi manusia.