Ilmuwan NASA Mengaku Telah Berbohong tentang Hubungannya dengan China
JAKARTA - Seorang ilmuwan senior NASA mengaku bersalah karena berbohong tentang hubungannya dengan program yang mendorong para peneliti untuk mengembangkan hubungan dengan China lewat imbalan hibah. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS).
Mengutip Reuters, Kamis, 14 Januari, ilmuwan itu bernama Meyya Meyyappan dari Pacifica, California. Ia memberikan pengakuannya di hadapan Hakim Distrik AS Kevin Castel di Manhattan.
Jaksa penuntut mengatakan Meyyappan berpartisipasi dalam Program Seribu Bakat, program pemerintah China untuk merekrut orang-orang yang akrab dengan teknologi asing dan kekayaan intelektual. Nantinya juga akan memegang jabatan profesor di universitas di China, Korea Selatan, dan Jepang.
Meyyappan menyembunyikan pekerjaan ini dari NASA dan Kantor Etika Pemerintah AS. Ia mengatakan kepada penyelidik dalam wawancara 27 Oktober 2020 bahwa dia bukan anggota Program Seribu Bakat dan tidak memegang jabatan profesor di China, kata jaksa penuntut.
Meyyapan menghadapi hukuman penjara hingga enam bulan penjara di bawah pedoman federal. Meyyapan direkomendasikan akan menjalani hukuman tersebut pada 16 Juni, menurut perjanjian pembelaannya. Pihak NASA hingga detik ini tidak memberikan komentar.
Jaksa penuntut mengatakan Meyyappan bergabung dengan NASA pada 1996. Sejak 2006 menjadi kepala ilmuwan untuk teknologi eksplorasi di Ames Research Center di Silicon Valley California.
Departemen Kehakiman telah mencoba untuk menekan pengaruh China terhadap akademisi dan peneliti AS, termasuk melalui dugaan mata-mata dan pencurian kekayaan intelektual. Hal tersebut sebagai bagian dari tekanan pemerintahan Presiden AS Donald Trump yang lebih luas terhadap China.
Baca juga:
Pada Januari 2020, Departemen Kehakiman AS menuduh Charles Lieber, mantan ketua departemen kimia Universitas Harvard, berbohong tentang keterlibatannya dalam Program Seribu Bakat. Ia juga tidak menyampaikan bahwa ia mendapatkan pendanaan penelitian oleh China.
Marc Mukasey, pengacara dari Lieber mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Lieber tidak bersalah. "Dia tidak menyembunyikan apa pun, dan dia tidak dibayar seperti yang dituduhkan pemerintah," kata Mukasey.
Departemen Kehakiman mengatakan bahwa Lieber menerima lebih dari 15 juta dolar AS dalam bentuk hibah penelitian antara 2008 dan 2019 di Harvard. Di laporan tersebut juga dijelaskan bahwa Lieber tidak memberi tahu universitasnya bahwa ia juga telah menjadi "ilmuwan strategis" di Universitas Teknologi Wuhan, China.
Lieber juga diduga dibayar hingga 50 ribu dolar AS per bulan dari Universitas Teknologi Wuhan. Ia menerima biaya hidup hingga 150 ribu dolar AS dan dianugerahi lebih dari 1,5 juta dolar AS untuk mendirikan laboratorium penelitian di Universitas Teknologi Wuhan.