Italia Hadapi Krisis Politik di Tengah Lonjakan Kasus COVID-19
Mantan PM Italia Matteo Renzi (Sumber: Commons Wikimedia)

Bagikan:

JAKARTA - Mantan Perdana Menteri (PM) Italia Matteo Renzi menarik partainya keluar dari pemerintahan pada Rabu, 12 Januari 2020. Tindakan itu merupakan pelucutan koalisi yang berkuasa di mayoritas parlemen dan memicu kekacauan politik bahkan ketika negara tersebut memerangi kebangkitan COVID-19.

Mengutip Reuters, Kamis, 14 Januari, Renzi mengecam gaya kepemimpinan PM Italia Giuseppe Conte. Ia mengatakan Giuseppe mencoba menimbun kekuasaan, namun Renzi mengatakan adanya kemungkinan bergabung kembali dengan kabinet jika tuntutannya untuk perubahan kebijakan dan akuntabilitas yang lebih besar ditindaklanjuti.

“Bertanggung jawab adalah tentang menghadapi masalah, bukan menyembunyikannya,” kata Renzi, yang dituduh para kritikus bermain politik dalam upaya menghidupkan kembali keberuntungan partai kecilnya, Italia Viva, yang gagal dalam pemilu.

Mitra koalisinya mengatakan keputusan Renzi akan merugikan negara, yang terperosok dalam resesi terburuk sejak Perang Dunia Kedua sebagai akibat dari COVID-19. Pandemi telah menewaskan lebih dari 80 ribu orang Italia. Jumlah korban tertinggi kedua di Eropa.

Conte membuat seruan terakhir kepada Renzi untuk tetap berada dalam koalisi empat partai, yang mulai menjabat pada Agustus 2019. Conte mengatakan yakin persatuan dapat dipulihkan jika ada niat baik dari semua pihak.

Tidak segera jelas apa yang akan dilakukan oleh PM Conte atau sekutunya yang tersisa, 5-Star Movement, Partai Demokrat, dan Partai LEU. Salah satu skenario yang mungkin terjadi adalah partai koalisi mencoba untuk menegosiasikan kembali pakta baru dengan Italia Viva, yang hampir pasti akan membuka jalan untuk perombakan kabinet besar, dengan atau tanpa Conte di pucuk pimpinan.

“Bisakah pemerintahan Conte baru dibuat? Kami tidak memiliki veto pada siapa pun, atau prasangka, kami juga tidak berani memberi tahu perdana menteri apa yang harus dilakukan,” kata Renzi pada konferensi pers di mana dia mengumumkan keputusannya untuk mundur.

Pemilu lebih awal

Jika koalisi tidak dapat menyetujui jalan ke depan, Presiden Italia Sergio Mattarella hampir pasti akan mencoba membentuk pemerintah persatuan nasional untuk menangani keadaan darurat kesehatan. Jika hal itu masih gagal, satu-satunya pilihan adalah pemilu nasional.

Blok oposisi, yang dipimpin oleh liga sayap kanan Matteo Salvini mengeluarkan pernyataan yang menyerukan agar Conte mengundurkan diri. Ia juga mengatakan hal terbaik untuk menjamin pemerintahan yang stabil adalah pemilu, sekitar dua tahun lebih cepat dari jadwal.

Salvini sempat bergabung dengan 5-Star Movement setelah pemilu yang tidak meyakinkan pada 2018 dan membentuk pemerintahan yang dipimpin oleh Conte. Salvini mundur setahun kemudian, berharap untuk memaksakan pemilu lebih awal.

Tetapi Salvini dikalahkan oleh Renzi, yang secara tak terduga mendukung pembentukan koalisi alternatif. Renzi memiliki hubungan buruk dengan Conte sejak awal dan kerap menyerang pengambilan keputusannya.

Keluhan terbarunya berfokus pada rencana Conte tentang cara membelanjakan miliaran euro yang dijanjikan oleh Uni Eropa untuk meluncurkan kembali ekonomi yang terpukul. Renzi menyampaikan keluhan kebijakan lainnya dan bersikeras Italia harus mengajukan pinjaman dari dana bailout zona euro, yang dikenal sebagai Mekanisme Stabilitas Eropa (ESM), untuk membantu layanan kesehatannya. Sementara 5-Star Movement menentang ide ini.