Demo Penolakan Perubahan Pensiun di Prancis Berujung Bentrok: 149 Polisi Terluka, 172 Orang Ditahan
JAKARTA - Polisi menembakkan gas air mata dan terlibat bentrok dengan para anarkis berpakaian hitam di Paris dan seluruh Prancis pada Hari Kamis, ketika ratusan ribu pengunjuk rasa menentang rencana Presiden Emmanuel Macron untuk menaikkan usia pensiun.
Protes nasional yang sudah memasuki hari kesembilan, yang sebagian besar berlangsung damai, mengganggu perjalanan kereta api dan udara. Para guru termasuk di antara banyak profesi yang mogok kerja, beberapa hari setelah pemerintah mendorong legislasi untuk menaikkan usia pensiun dua tahun menjadi 64 tahun.
Demonstrasi di pusat kota Paris pada umumnya berlangsung damai. Namun, kelompok anarkis "Blok Hitam" menghancurkan jendela toko dan perabotan di jalan, hingga memasuki gerai restoran siap saji. Bentrokan pun terjadi ketika polisi anti huru-hara memukul mundur para anarkis dengan gas air mata dan granat setrum.
Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin mengatakan 149 polisi terluka dan 172 orang ditangkap di seluruh negeri. Puluhan pengunjuk rasa juga terluka, termasuk seorang wanita yang kehilangan ibu jarinya di Kota Rouen, Normandia.
"Ada preman-preman, seringkali dari kelompok kiri, yang ingin menjatuhkan negara dan membunuh polisi," kata Darmanin setelah mengunjungi markas besar kepolisian Paris pada Kamis malam, melansir Reuters 24 Maret.
Kelompok-kelompok kecil terus bentrok dengan polisi di Paris hingga larut malam, menyalakan api di seluruh pusat kota dan bermain kucing-kucingan dengan pasukan keamanan.
Polisi juga menembakkan gas air mata ke arah para pengunjuk rasa di beberapa kota lain, termasuk Nantes, dan Lorient di barat, Lille di utara, serta menggunakan meriam air terhadap para pengunjuk rasa di Rennes di barat laut.
Serikat-serikat buruh khawatir protes dapat berubah menjadi lebih keras, jika pemerintah tidak mengindahkan kemarahan rakyat yang meningkat atas pembatasan pensiun.
"Ini adalah respon terhadap kebohongan yang diungkapkan oleh presiden dan sikap keras kepalanya yang tidak dapat dimengerti," kata Marylise Leon, wakil sekretaris jenderal serikat pekerja CFDT.
"Tanggung jawab atas situasi yang meledak-ledak ini bukan terletak pada serikat pekerja, melainkan pada pemerintah," kritiknya.
Serikat pekerja menyerukan aksi regional selama akhir pekan dan pemogokan dan protes nasional baru pada 28 Maret, hari di mana Raja Inggris Charles III dari Inggris akan melakukan perjalanan ke Bordeaux dari Paris dengan kereta api.
Pintu masuk utama balai Kota Bordeaux dibakar pada Hari Kamis, beberapa hari sebelum raja dijadwalkan berkunjung ke kota barat daya.
Pada Hari Rabu, Presiden Macron mematahkan kebisuan selama berminggu-minggu mengenai kebijakan baru tersebut, bersikeras bahwa undang-undang tersebut akan mulai berlaku pada akhir tahun. Dia membandingkan protes dengan penyerbuan Gedung Kongres AS pada 6 Januari 2021.
Sebelumnya, jajak pendapat telah menunjukkan mayoritas pemilih menentang undang-undang pensiun. Kemarahan memuncak minggu lalu, ketika pemerintah memaksakan perubahan melalui majelis rendah parlemen tanpa pemungutan suara.
Kementerian Dalam Negeri Perancis mengatakan, 1,089 juta orang melakukan protes di seluruh negeri, termasuk 119.000 orang di ibu kota yang merupakan rekor sejak protes dimulai pada bulan Januari. Sedangkan Serikat CGT mengatakan 3,5 juta orang berdemonstrasi di seluruh negeri, menyamai rekor tertinggi sebelumnya pada tanggal 7 Maret.
"Saya datang ke sini karena saya menentang reformasi ini dan saya benar-benar menentang fakta bahwa demokrasi tidak lagi berarti," tutur Sophie Mendy, seorang pekerja medis administratif kepada Reuters pada unjuk rasa di Paris.
"Kami tidak diwakili dan kami muak," tandasnya.
Aksi-aksi protes juga menyasar depot-depot minyak dan memblokir sebuah terminal gas alam cair di kota utara Dunkirk. Pemogokan bergilir di depot-depot minyak dan kilang-kilang minyak telah menyebabkan kelangkaan bahan bakar minyak di bagian tenggara dan barat Perancis.
Protes terhadap undang-undang baru, yang juga mempercepat rencana peningkatan jumlah tahun kerja yang diperlukan untuk mendapatkan pensiun penuh, telah menyebabkan banyak orang dalam demonstrasi yang diorganisir oleh serikat pekerja tahun ini.
Tujuh malam terakhir ini diwarnai dengan demonstrasi di Paris dan kota-kota lain dengan membakar tempat sampah dan bentrokan dengan polisi. Ini merupakan tantangan paling serius bagi otoritas Presiden Macron, sejak pemberontakan "Rompi Kuning" yang dilakukan oleh masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak puas empat tahun lalu.
Baca juga:
- Korea Utara Klaim Sukses Uji Coba Drone Penyerang Bawah Air Berkemampuan Nuklir: Mampu Hasilkan Tsunami Radioaktif
- Nilai Rusia Kehabisan Tenaga Rebut Bakhmut, Militer Ukraina Siapkan Serangan Balasan
- Catat Rekor, Pentagon Ajukan Anggaran Rp12,6 Kuadriliun, Jenderal Milley: Mempersiapkan Kita untuk Perang Jika Diperlukan
- Presiden Putin Sebut Rusia dan China Bisa Menjadi Pemimpin Dunia di Bidang TI serta AI
"Jalan memiliki legitimasi di Prancis. Jika Presiden Macron tidak dapat mengingat kenyataan bersejarah ini, saya tidak tahu apa yang dia lakukan di sini," ujar seorang pengunjuk rasa di Nantes bernama Willy Mancel.
Dengan inflasi yang tinggi, para pekerja tidak mampu untuk kehilangan banyak hari kerja saat mogok, sehingga pemerintah berharap pemogokan pada akhirnya akan kehilangan tenaga.
Menteri Tenaga Kerja Olivier Dussopt mengatakan bahwa pemerintah tidak menyangkal adanya masalah ini, namun ingin terus maju. Tidak jelas bagaimana hal itu bisa terjadi.
Terpisah, Laurent Berger, kepala serikat pekerja CFDT yang moderat, membuka pintu untuk kemungkinan diskusi namun mengatakan pemerintah harus membuat isyarat terlebih dahulu.