JAKARTA - Media pemerintah melaporkan pada Hari Jumat, Korea Utara mengklaim sukses melakukan uji coba drone penyerang bawah air berkemampuan nuklir baru yang dapat menghasilkan tsunami radioaktif, menuding latihan militer gabungan Korea Selatan dan Amerika Serikat telah meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut.
Selama latihan, pesawat tanpa awak Korea Utara yang baru ini berlayar di bawah air dengan kedalaman 80 hingga 150 meter (260-500 kaki) selama lebih dari 59 jam, sebelum diledakkan di perairan di lepas pantai timur pada Hari Kamis, kata kantor berita pemerintah Korea Utara KCNA, seperti melansir Reuters 24 Maret.
Dijuluki "Haeil", atau tsunami, sistem drone ini dimaksudkan untuk melakukan serangan diam-diam di perairan musuh dan menghancurkan kelompok-kelompok penyerang angkatan laut hingga pelabuhan-pelabuhan operasional utama, dengan membuat gelombang radioaktif berskala besar melalui ledakan di bawah air, ungkap KCNA.
"Drone penyerang bawah air nuklir ini dapat dikerahkan di pantai dan pelabuhan mana pun atau ditarik oleh kapal permukaan untuk dioperasikan," kata kantor berita tersebut, mengatakan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un mengawasi langsung uji coba tersebut.
Tidak jelas apakah Korea Utara telah sepenuhnya mengembangkan hulu ledak nuklir miniatur, yang diperlukan untuk dipasang pada senjata yang lebih kecil.
Para analis mengatakan, menyempurnakan hulu ledak yang lebih kecil kemungkinan besar akan menjadi tujuan utama, jika Korea Utara melanjutkan uji coba nuklir.
Leif-Eric Easley, seorang profesor di Universitas Ewha di Seoul mengatakan, klaim terbaru Pyongyang mengenai pesawat tak berawak bawah air berkemampuan nuklir "harus ditanggapi dengan skeptis."
"Tapi itu jelas dimaksudkan untuk menunjukkan rezim Kim memiliki begitu banyak cara serangan nuklir yang berbeda, sehingga setiap serangan pencegahan atau pemenggalan kepala terhadapnya akan gagal total," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, KCNA juga mengonfirmasi Pyongyang menembakkan rudal jelajah pada Hari Rabu untuk berlatih melaksanakan misi serangan nuklir taktis, yang mengonfirmasi laporan sebelumnya dari militer Seoul.
Rudal jelajah itu dilengkapi dengan "hulu ledak uji coba yang mensimulasikan hulu ledak nuklir," dan terbang sejauh 1.500-1.800 km (930-1.120 mil), demikian menurut KCNA. Uji coba ini memverifikasi keandalan perangkat kontrol dan detonator dalam ledakan di udara dan berfungsi sebagai demonstrasi kemampuan serangan militer lainnya, tulis KCNA.
Sementara itu, Korea Utara mengatakan uji coba dan latihan senjata terbaru tidak berdampak negatif terhadap keamanan negara-negara tetangga.
Uji coba terbaru ini dilakukan saat pasukan Korea Selatan dan AS meluncurkan latihan pendaratan amfibi terbesar mereka dalam beberapa tahun terakhir, yang melibatkan kapal serbu amfibi AS pada Hari Senin.
BACA JUGA:
Korea Utara mengatakan, Washington dan Seoul mendorong situasi di semenanjung Korea ke "titik berbahaya yang tidak dapat dipulihkan" dengan latihan mereka, menilai langkah tersebut mengharuskan pasukannya untuk "mempersiapkan diri untuk perang habis-habisan dan meningkatkan kekuatan nuklirnya baik secara kualitas maupun kuantitas berdasarkan prioritas."
Diketahui, Pyongyang telah lama mengecam latihan yang dilakukan oleh pasukan Korea Selatan dan AS, mengatakan bahwa latihan itu merupakan persiapan untuk invasi ke Korea Utara.
Sedangkan Korea Selatan dan AS mengatakan latihan tersebut murni bersifat defensif dan mengkritik uji coba Korea Utara sebagai tindakan yang mengganggu stabilitas dan melanggar sanksi PBB.