KPK Cari Tanah Milik Eks Bupati Buru Selatan di Sleman Dugaan Hasil Pencucian Uang

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga eks Bupati Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa punya tanah di Sleman, Yogyakarta. Aset diyakini terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Hal ini disampaikan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri terkait pemeriksaan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman Bintarwan Widhiatso sebagai saksi. Ia diperiksa pada Senin, 20 Maret.

"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dugaan kepemilikan aset berupa tanah dari tersangka TSS (Tagop Sudarsono Soulisa) di wilayah Sleman, Yogyakarta," kata Ali kepada wartawan, Selasa, 21 Maret.

Tak dirinci Ali soal luas tanah maupun keberadaan tanah itu. Hanya saja, pernyataan Bintarwan diyakini akan membuat terang dugaan pidana pencucian uang yang dilakukan Tagop.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan Tagop sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi serta pencucian uang. Dalam kasus suap, ada tersangka yang baru ditetapkan sebagai perintang penyidikan.

Ia adalah Laurenzius C. S. Sembiring yang merupakan seorang advokat. Akibat perbuatannya, tersangka ini telah ditahan pada Senin, 20 Maret.

Dalam kasus ini, Laurenzius merupakan pengacara yang mendapat suara kuasa khusus dari Direktur PT Vidi Citra Kencana, Ivana Kwelju. Kesepakatan ini dilakukan pada Juni 2019 lalu saat pihak swasta tersebut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap yang menjerat Tagop.

Dalam melaksanakan aksinya, ada tiga skenario yang dilakukan Laurenzius. Pertama, dia membuat seolah-olah tak ada transfer dari kliennya ke Tagop lewat rekening swasta bernama John Rynhard Kasman.

Skenario kedua, Laurenzius membuat seakan ada perjanjian piutang terkait pembelian aset milik John. Padahal, aset tersebut adalah milik Tagop.

Terakhir, pengacara ini diduga memanipulasi dokumen transaksi keuangan dan pembelian aset milik Tagop. Seluruh skenario ini kemudian diikuti oleh Tagop, Ivana, dan John.

Tak sampai di sana, Laurenzius juga diduga memberikan keterangan tidak benar dalam persidangan untuk mengaburkan fakta. Hanya saja, komisi antirasuah tak memerinci berapa bayaran Ivana terhadap Laurenzius.

Akibat perbuatannya, pengacara tersebut disangka LCSS disangkakan melanggar Pasal 21 dan Pasal 22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.