Mengenang Nani Wijaya: Dia Bak Inggit Garnasih dalam Dunia Perfilman Indonesia
JAKARTA - Sosok panutan dalam dunia hiburan Indonesia tak sedikit. Pasangan Misbach Yusa Biran dan Nani Wijaya, misalnya. Keduanya jadi perwujudan sempurna dari cinta sejati. Mereka saling mendukung satu sama lain. Apalagi kala Misbach membangun Sinematek.
Keaktifannya di Lembaga yang mengarsipkan perfilman Indonesia itu dilakukan secara suka rela. Tiada uang masuk. Pun ia tak dapat menghidupi keluarganya. Nani muncul sebagai juru selamat. Ia menjelma bak Inggit Garnasih dalam dunia perfilman. Ia jadi tulang punggung dan membiayai segala keperluan keluarga.
Kecintaan akan seni menjadi awal kedekatan Misbach Yusa Biran dan Nani Wijaya. Tindak-tanduk Misbach sedari muda telah menerapkan laku hidup seorang seniman. Ia mengabdikan dirinya dalam dunia tulis-menulis.
Ia memiliki nama pena M. Bach. Nama itu supaya mirip-mirip dengan nama komponis terkenal Sebastian Bach. Dunia menulis itu kemudian membawa Misbach menekuni dunia film sebagai penulis skenario dan sutradara beken.
Nani sebaliknya. Wanita kelahiran Cirebon itu memiliki ketertarikan khusus di seni tari. Ketekunannya di dunia tari menjadi jalan Nani merintis karier sebagai bintang film. Namanya kemudian hadir di banyak film era Orde Lama dan Orde Baru.
Kedekatan akan seni dan dunia film lalu mempertemukan keduanya. Pun Misbach dan Nani menikah pada 1969. Pernikahan itu langgeng. Keduanya saling mendukung satu sama lain. Utamanya urusan idealisme. Misbach tak pernah mengganggu idealisme Nani di dunia film. Demikian pula Nani.
Hubungan keduanya mulai diuji kala Misbach mulai meluangkan banyak waktu membangun Sinematek pada 1975. Lembaga pengarsipan film nasional itu dibangun Misbach dan kawan-kawannya dari nol. Alih-alih dapat menggaji banyak pegawai, dana untuk operasional sehari-hari tak cukup.
Apalagi Misbach memilih untuk terlibat penuh dalam dunia pengarsipan. Nani pun mendukung penuh keputusan suaminya.
“Keinginan menghidupkan kembali situasi pergaulan seniman di Senen itu pula yang mendorong Ali Sadikin menerima usul seniman membangun Taman Ismail Marzuki dan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ), yang kini menjadi Institut Kesenian Jakarta (IKJ).”
“Di LPKJ inilah Asrul Sani mendorong ide Misbach merintis Sinematek dengan anggaran seadanya. la membawa sendiri dari rumah: mesin ketik, penggaris, gunting, dan lain-lain. Bahkan Nani Wijaya, yang dia nikahi pada 1969 dan tengah hamil tua anak pertama mereka, Cahya Kamila, pun ikut berkeliling naik bus kota mencari foto ke studio-studio perfilman,” ungkap Sejarawan JJ Rizal dalam tulisannya di Majalah Tempo berjudul Nanti Keburu Mati (2012).
Inggit Garnasih Dunia Perfilman
Urusan memegang prinsip, Misbach jagonya. Nani pun memahami benar hal itu. Bahkan, kala Misbach mengabdikan dirinya 100 persen di Sinematek. Ia rela tak memegang uang untuk membesarkan lembaga arsip perfilman Indonesia. Semuanya supaya film-film Indonesia tak hilang dari peredaran.
Ia sampai menolak banyak tawaran membuat film. Apalagi film-film yang berbau memiliki adegan panas. Misbach paling anti. Mau tak mau hajat hidup keluarganya jadi terganggu. Praktis penghasilan Misbach jadi berkurang banyak.
Di situlah Nani berperan besar. Ia bak Inggit Garnasih dalam dunia perfilman. Istri ke-2 Bung karno, Inggit Garnasih memang dikenal sebagai tulang punggung keluarga. Ia mampu membiayai hidup hingga agenda politik suaminya, Bung Karno demi kelangsungan kemerdekaan Indonesia.
Nani Wijaya punya jalan sendiri. Ia justru menjelma sebagai tulang punggung keluarga untuk membiayai suaminya menyelamatkan dokumentasi perfilman dari masa-masa awal berdirinya Bangsa Indonesia. Alhasil, seluruh penghasilan Nani sebagai bintang terkenal yang ditopang juga dengan berjualan sirop, digunakan untuk membiayai keluarga dan mimpi besar suaminya.
Pengorbanan Nani membuat Misbach bak hidup indekos dan numpang di rumahnya sendiri. Sebab, seluruh urusan rumah dibiayai oleh Nani. Pengorbanan itu membuat Misbach berfokus membesarkan Sinematek hingga kesohor. Jasa-jasa Nani pun tak dilupakannya sedikit pun.
Ia kerap membanggakan pengorbanan istrinya di mana-mana dalam tiap kesempatan. Sekalipun keduanya kemudian dipisahkan oleh ajal. Misbach meninggal lebih dulu pada 2012. Nani lalu menikah lagi dengan sahabat Misbach, Ajib Rosidi pada 2017. Pun kemudian Nani meninggal dunia pada 16 Maret 2023.
“Ketika musim pembuatan film seks, dia menolak tawaran untuk membuat film demikian. Tentu saja itu ada pengaruhnya pada kelangsungan kehidupan keluarganya, karena berkurangnya penghasilan. Tetapi karena isterinya bintang terkenal, yaitu Nani Wijaya, maka hal itu tidak jadi masalah baginya.”
“Dalam memoarnva Misbach sendiri mengakui bahwa hidupnya banyak tergantung kepada isterinya. Dia memang seorang idealis, yang mengerjakan dengan sepenuh hati segala sesuatu yang menurut pendapatnya penting bagi masyarakat. Tentu saja kita harus menghormati dan berterima kasih kepada Nani Wijaya, sang isteri, yang tanpa kecintaan dan ketulusannya kepada Sang Suami, niscaya Misbach tidak akan dapat menggarap Sinematek dan lain-lainnya,” terang budayawan Ajib Rosidi, yang kemudian jadi suami keduanya dalam buku Lekra Bagian dari PKI (2015).
Baca juga:
- Bung Hatta Dimakamkan di TPU Tanah Kusir dalam Sejarah Hari Ini, 15 Maret 1980
- Politisi Mahfud MD Terpilih sebagai Hakim Konstitusi dalam Memori Hari Ini, 16 Maret 2008
- SBY- AHY: Ayah dan Anak Peraih Gelar Lulusan Akmil Terbaik
- Sejarah Hari Ini, 10 Maret 1956: Organisasi Persatuan Artis Film Indonesia atau PARFI Diresmikan Fatmawati Soekarno