Kesederhanaan Pejabat Era Orba: Kisah Menkeu Mar'ie Muhammad dan Mobil Kijang Bututnya
JAKARTA - Pejabat sederhana, jujur, dan berintegritas pernah dianggap mustahil di era Orde Baru (Orba). Semuanya berubah ketika Mar’ie Muhammad menjabat Menteri Keuangan. Ia adalah pengecualian. Kejujuran dan keserderhanaannya tiada dua.
Soeharto pun kepincut. Mar’ie dianugerahi Bintang Mahaputera oleh Orba. Namun, Mar’ie datang ke Istana Negara dengan tampil sederhana. Alih-alih tampil parlente dengan mobil mewah, dia justru datang dengan mobil Kijang butut. Itu pun sempat ditolak masuk.
Korupsi yang menjamur di era Orde Baru bukan barang baru. Mereka yang melanggengkan korupsi bukan kalangan sembarang. Dari pejabat rendahan hingga pejabat tinggi. Pemerintah telah berupaya memberantas praktek korupsi. Namun, apa daya tidak serius.
Presiden Soeharto tak kehabisan akal. Ia juga turut mengimbau pejabat negara tak bermewah-mewahan di muka umum. Imbauan itu dianggap angin lalu saja oleh pejabat negara. Keengganan pejabat negara melakukan itu karena Presiden Soeharto dan petinggi negeri lainnya tak mampu memberikan contoh baik.
Buahnya, kepercayaan masyarakat kepada pemerintah Orba berada dalam titik terendah, apalagi di tahun 1990-an. Kehadiran pejabat yang sedehana dan jujur bahkan sempat dianggap mustahil. Namun, semuanya berubah ketika Mar’ie Muhammad hadir sebagai pejabat negara.
Mar’ie dianggap pengecualian. Tindak tanduk Mari’e sebagai pejabat jujur telah tercatat kala ia mengabdi di Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara Departemen Keuangan RI hingga mengabdi sebagai Direktur Jenderal di Direktorat Jenderal Pajak.
Mar’ie terkenal bernyali tinggi. Tiada yang ia takutkan. Pun Ia tak mau mengambil hal yang bukan haknya. Apalagi, ia menolak menggunakan fasilitas kantor yang dianggap berlebihan. Sikap itu terus dilanjutkannya ketika menjadi Menteri Keuangan Indonesia pada dari tahun 1993 hingga 1998.
Ia mampu membersihkan Kemenkeu dari pejabat korup. Orang-orang kemudian menjulukinya sebagai Mr. Clean. Sebuah julukan yang langgeng untuk mengenang Mar’ie hingga hari ini.
“Kesederhanaan Mar'ie tampak saat ia menjadi Dirjen Pajak pada 1988-1993. Jabatan itu tak lantas membuatnya hidup mewah. Mobilnya masih tetap Peugeot keluaran 1982. Alumni Fakultas Ekonomi UI yang biasa disapa ustad ini punya prinsip sederhana, sebagai abdi dari masyarakat, tidak santun jika ia ikut-ikutan minta dilayani. Karena itu, pria kelahiran Surabaya 3 April 1939 ini tidak meminta fasilitas macam-macam. la lebih memilih menunjukkan kinerja.”
“Selain sederhana, Mar'ie juga dikenal teguh memegang prinsip. Tak peduli presiden atau pengusaha, soal keharusan membayar pajak, tidak ada pengecualian. Paling tidak, selama saya jadi Dirjennya, tegas Mar'ie. Karena itu, saat Mar'ie jadi Dirjen Pajak, perolehan pajak melebihi target. Pajak yang dikumpulkan mencapai Rp19 triliun. Padahal targetnya hanya Rp9 triliun,” ungkap Yudi Latif dalam buku Mata Air Keteladanan: Pancasila dalam Perbuatan (2014).
Kijang Butut dan Bintang Mahaputera
Kepemimpinan Mar’ie sebagai Menkeu Indonesia mendapatkan pujian dari banyak pihak. Tiada yang ditakutkan Mar’ie. Ia mampu mereformasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) jadi bersih. Ribuan pejabat Kemenkeu yang melanggar aturan ditindak tanpa pandang bulu.
Sederet prestasi itu membuat Presiden Soeharto dan Orba kepincut dengannya. Sebagai apresiasi, Presiden Soeharto pun ingin memberikan Bintang Mahaputera Adipradana kepadanya. Pemberian anugerah itu dilakukan di Istana Negara pada 15 Agustus 1996.
Mar’ie yang dijadwalkan menerima penghargaan Bintang Mahaputera senang bukan main. Namun, ia mendatangi Istana Negara tak menggunakan fasilitas sekelas menteri. Anak Mar’ie menyebutkan ayahnya datang cuma mengendarai mobil Kijang butut.
Petugas keamanan pun sempat menolak mobil Kijang butut Mar’ie masuk. Boleh jadi petugas keamanan tak menduga pengendara Kijang adalah seorang menteri. Alhasil, Mar’ie membuka kaca dan memperkenalkan diri bahwa ia salah satu tamu undangan yang akan mendapatkan Bintang Mahaputera. Kemudian, Mar’ie dipersilakan masuk.
“Waktu mau terima penghargaan Bintang Mahaputra, waktu itu beliau naik Kijang (ke Istana Negara), mungkin Kijang yang zaman dulu ya, yang jadul, dan itu hampir ditolak masuk ke Istana. Karena mobilnya terlalu jelek mungkin ya.”
“Sampai akhirnya bapak buka pintu, sampai dia nunjukin mukanya. Saya Mar’ie Muhammad saya mau terima penghargaan. Lalu satpamnya bilang, oh ya silakan Pak. Jadi, beliau hampir ditolak karena sangking jeleknya mobilnya,” ujar Anak Mar’ie Muhammad, Rahmasari Muhammad dalam film dokumenter Mar’ie Muhammad dikanal Youtube Kemenkeu, 16 September 2018.
Mar’ie Muhammad meninggal dunia dalam usia 77 tahun di Jakarta pada Minggu 11 Desember 2016.
Baca juga:
- Sejarah Hari Ini, 10 Maret 1956: Organisasi Persatuan Artis Film Indonesia atau PARFI Diresmikan Fatmawati Soekarno
- Sejarah Pertamina: Bersinar dan Redup di Bawah Kuasa Ibnu Sutowo
- Jalan Tol Jagorawi Diresmikan Presiden Soeharto dalam Sejarah Hari Ini, 9 Maret 1978
- Bung Karno Dapat Hadiah Mobil Sedan dari Dokter Pribadinya, R. Soeharto